Part 17 : Aisyah?

123 28 0
                                    

"Eh! Eh! Anjir gak ngotak, siapa tuh cewek!" ucap Gina kaget bukan kepalang, melihat seorang gadis cantik menghampiri Fajar.

Gadis yang diyakini namanya Aisyah itu, teryata sangat cantik, sungguh ini di luar ekspetasi Gina. Aisyah berkulit sawo matang, ia sangat manis dengan pakaian yang sederhana, poni yang tertata rapi, dan rambut yang terurai.

Meskipun statusnya gadis kampung, pesona Aisyah bukan main-main, bahkan dengan pakaian sederhana dan tanpa make-up Aisyah sudah memancarkan kecantikannya, bagaimana jika Aisyah memakai make-up pasti semua sudah terhipnotis dengan kecantikannya.

"Wah, gilak pantes Fajar Kesemsem! No! No! Masih cantikan gue valid ni debat!"

"Itu mereka janjian apa gimana sih, ah anjir!"

"Gak bisa dibiarin ini! Ribet amat dah, kisah percintaan gue, udah lepas dari Keny malah dateng lagi satu PHO!"

Disana terlihat, Fajar tersenyum membalas senyuman Aisyah, entah apa tapi Gina merasakan ada bawa aneh antara dua makhluk tersebut. Apakah benar Fajar menyukai Aisyah? Dan apa iya Aisyah juga menyukai Fajar?
Jika iya, sungguh Gina tidak yakin dengan hasil perjuangannya selama ini, mungkin akan sia-sia begitu saja.

"Eh, Fajar," ucap Aisyah sok kaget.

Gina sungguh terlihat geram. Dan jika dilihat-lihat mereka sepertinya sudah akrab/dekat, sudah terlihat jelas dari kosa kata yang digunakan Aisyah, ia memanggil Fajar dengan nama saja, padahal sudah jelas Fajar adalah Abang kelasnya.

"Aisyah mau kemana?" tanya Fajar care.

"Aisyah mau jalan-jalan aja, bosen di rumah terus," jawabnya tersenyum manis.

Percayalah Aisyah berharap Fajar akan menemaninya untuk sekedar mengelilingi desa yang sangat asri ini, namun nyatanya Fajar tidak bisa karna ia harus pulang, ini sudah cukup sore, ditambah sejak dari tadi siang Fajar belum makan sama sekali.

"Astafirullah, caper banget tuh anak!" ucap Gina emosi sendiri.

"Oh, Aisyah mau jalan-jalan, kalo gitu Fajar pulang duluan yah, udah sore soalnya," jawab Fajar tersenyum lalu beranjak pergi karna ia sudah kelaparan.

Saat Fajar sudah pergi dari hadapan Aisyah, tiba-tiba saja raut wajah Aisyah langsung berubah menjadi cemberut, menatap kepergian Fajar dengan sedikit kesal. Dan yah ekspresi itu sama sekali tidak lepas dari pandangan Gina, ia tersenyum senang karna Fajar langsung pergi dan membuat gadis SMP itu kesal.

"Mampus lu caper!"

Gina keluar dari persembunyiannya, dan mengikuti Fajar kembali. Melewati jembatan tersebut sudah pasti ia berpapasan dengan Aisyah. Aisyah tersenyum ramah pada Gina, tapi Gina malah membalas senyuman Aisyah dengan raut jutek.

"Kakak itu kenapa yah, kok kayak marah sama aku?" tanya Aisyah pada diri sendiri setelah Gina melewatinya tadi.

Gina masih memantau Fajar, bukan karna apa, tapi jika Gina kehilangan jejak Fajar ia tidak akan bisa pulang sama sekali karna ini adalah pertama kalinya Gina melewati jalur ini.

"Aduh ini jalannya kemana sih! Ada jalan yang bener malah milih yang ribet.

Setelah mengikuti Fajar, Gina sampai jalan raya, ia ingat jalan ini, teryata ini alasan Fajar memilih jalan dari jembatan kerna lebih cepat sampai, dan tidak memakan waktu yang lama, tidak sia-sia Gina mengikuti Fajar, kini ia tau jalan pintas untuk pulang lebih awal.

Sudah sekitar pukul tiga, ini sudah cukup sore, tapi Fajar baru pulang karna ia latihan bola. Tidak perlu takut untuk pulang dengan alasan orang tuanya akan marah apalagi sampai tau jika ia pulang lambat karna latihan bermain bola, kerna sesungguhnya kedua orang tua tidak ada di rumah, Mama dan Papa Fajar sudah terbiasa pulang malam.

"Assalamu'alaikum," ucap Fajar memasuki rumah yang terkesan sepi itu.

Deg!
Alangkah kagetnya Fajar melihat kedua orang tuanya duduk di sofa dengan menatap marah kearahnya yang jam segini baru pulang, taki sebisa mungkin Fajar menenangkan dirinya.

"Dari mana saja kamu!" tanya Lina marah.

"Main bola," jawab Fajar enteng.
Lina semakin menampakkan wajah marahnya.

Fajar tau Mamanya akan marah dengan hal ini, belum lagi jika keluarganya tau jika ia memiliki tim sepak bola di sebuah kampung. Lina akan sangat marah besar dikarnakan ia melarang anak-anaknya untuk hidup sederhana atau merakyat.

Mereka adalah keluarga yang terpandang, kaya raya, dan tidak bisa sembarangan bergaul dengan siapapun, baik Tolik, Lina, maupun Fajri mereka sangat wajib berteman dengan keluarga konglomerat juga. Tapi Fajar? Ia sama sekali tidak peduli dengan itu.

"Bola! Bola! Bola terus! Apasih untungnya kamu main bola!" amuk Lina pada anak pertamanya itu.

"Tapi Fajar suka, Ma," lirih Fajar.

"Pokoknya mulai sekarang, Mama melarang kamu main bola!" bentak Lina sangat emosi.

"Gak bisa gitu, Ma," jawab Fajar dengan lirih, ia sungguh tidak bisa berkata dengan nada tinggi kepada  Mamanya tersebut.

"Mama gak peduli! Pokoknya Mama gak mau liat kamu main bola lagi! Fajri, awasin Abang kamu ini jangan sampe dia main bola lagi! Kalo sampe kamu liat Fajar main bola lapor ke Mama!" hardik Lina tidak bisa santai.

"Iya, Ma," jawab Fajri.

Sedangkan Fajar hanya bisa diam dan tidak bisa berkutik sama sekali. Percuma juga ia membalas perkataan Mamanya tersebut, hasilnya akan tetap sama, Tidak! Toh ia masih bisa bermain diam-diam di kampung Tanjung. Tempat dimana ia latihan bermain bola bersama teman-temannya. Itu cukup aman karna jauh dari lingkungan elit dimana mereka tinggal.

"Huh," Fajar menghela nafas, dan berlalu naik ke atas, menuju kamarnya.

Ia harus segera mandi, karna tubuhnya sangat lengket bekas kringat, ia ingin segera mandi dan makan, untuk mengembalikan stamina tubuhnya yang hilang.

"Capek banget ya Allah," ucap Fajar setelah sampai di kamarnya.

Sekilas ia manatap kamarnya dengan rasa seperti ada yang berbeda, seperti ada sesuatu yang hilang, tapi apa?

"Hah!" kaget Fajar setelah mengetahui apa yang yang berbeda dari kamarnya itu.

"Dinding kamar Fajar kok jadi polos! Poster Cristiano Ronaldo mana!? Loh kok pada hilang!"

Fajar benar-benar kaget dengan perubahan kamarnya tersebut, dinding kamarnya yang tadi pagi masih bercorak bola, poster-poster foto pemain bola terkenal, bahkan spray tempat tidurnya yang bemotif sepak bola Real Madrid club kini telah berganti dengan warna polos.

"CK! Kenapa Mama gitu sih sama Fajar," sedih Fajar mulai meneteskan air mata.

Bagaimanapun juga Poster-poster pemain sepak bola tersebut sudah sangat lama berasa di kamarnya. Fajar selalu berbicara dengan foto idolanya tersebut sebelum tidur, tidak salah jika Fajar sampai menangis akan hal itu.

"Hei, lihatlah suatu hari nanti aku akan aja di sepertimu," kata-kata yang sering dilontarkan Fajar pada posternya sebelum tidur.

"Aku bahkan bisa lebih terkenal darimu."

***

Emaknya gitu banget dah!
Main bola aja kena marah
#BUKANMAEN

Mas F Where stories live. Discover now