Part 40 :

106 21 3
                                    

Fajar dan Fajri, lanjut mengobrol melalui ponsel masing-masing dengan sangat lancar, dan asik. Membicarakan kebohongan Fajar yang mengatakan disana banyak cewek cantik. Padahal nyatanya Fajar sama sekali tidak keluar rumah.

Guna yang mendengarkan percakapan anak kembar tersebut. Langsung melamun, mendengarkan ucapan Fajar yang mengatakan tentang cewek-cewek di Medan. Guna sungguh tidak rela jika Fajar harus mencintai orang lain selain dirinya.

"Bang, cewek lu ngambek nih," adu Fajri melihat raut wajah Gina.

"Emang Kak Gina asik disitu?"

"Ini dia, disamping Fajri daritadi nguping."

"Bagus lah kalo dia denger."

"Jahat banget lu, Bang. Mau nangis nih anak orang!"

"Gak peduli!"

"Sabar yah Kak Gina!"

"Santai, saya mental baja!"

"Sayang banget, bang, cewek kayak gini di sia-siain!"

"Kalo lu mau ambil lah!"

"Gak bang, makasih. Dia lebih cocok jadi kakak ipar."

"Nah, bener lu, Jri! Tos dulu kita."

***

Menjelang dua minggu di Medan, Fajar harus segera pulang ke Jakarta. Karna ia harus mengambil reportnya. Dan untuk ijasah mungkin menunggu waktu beberapa minggu lagi.

Sekolah sudah ramai dengan siswa-siswi, Fajar dan Fajri turun dari mobil mewahnya dengan penampilan yang wah! Dimata cewek-cewek.

Pengambilan raport, disertai orang tua, semua siswa-siswi datng dengan orang tuanya masing-masing, begitu juga dengan Fajar dan Fajri, Lina turun langsung untuk mengambilkan raport Fajri. Tiatnya hanya ingin mengambilkan raport Fajri tapi apa boleh buat, Lina harus naik ke atas panggung untuk menerima pengharagaan, karna Fajar masuk dalam tiga besar juara umum.

Lina dengan terpaksa naik ke atas panggung, di sertai senyum paksanya. Bagaimanapun juga, ia harus menjaga imagenya di depan banyak orang.

"Mah, gak papa yah, Fajri gak dapet juara kayak Abang?" ucap Fajri sedih.

"Gak papa dong, Fajri kan udah pinter main basket."

"Bang Fajar juga pinter, Mah."

"Pinteran Fajri dong, Fajri kan kapten basket."

Fajar hanya diam, sama sekali tidak berniat membuat Mamahnya memujinya. Sepintar apapun, sebagus apapun, serapi apapun, semahir apapun, sejago apapun, Fajar tidak akan mendapatkan pujian dari orang tuanya. Sudahlah tak apa, ini biasa bagi Fajar.

"Abang hebat banget, Diam-diam juara umum."

"B aja."

"Ye, di puji kagak mau!"

"Mah, Fajar mau sekolah di tempat Kakek sama Nenek."

"Bagus deh," jawab Lina sangat santai.

"Bang, beneran?" tanya Fajri, yang di jawab anggukan olahraga Fajar.

"Fajri mau ikut, Abang."

"Gak boleh, kamu disini aja Fajri!" larang Lina.

"Iya, Jar, kamu disini aja, Abang nanti sering-sering kesini kok."

"Jarang kesini juga gak papa," ketus Lina.

"Iiihh, Mamah kok gitu," rengek Fajri.

Fajar hanya diam. Sebenci itukah Mamanya terhadap anaknya sendiri, hanya gara-gara perkara sepak bola! Sungguh sifat Lina sangat kekanak-kanakan.

Mas F Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang