24

78 8 0
                                    

Hari mulai pagi, dan aku mulai menata sarapan untuk kami. Ya, Galang dan juga Magdum masih tidur disini. Maksudnya, dengan sedikit memaksa Galang dan juga Magdum untuk berbagi kamar tamu bersama, akhirnya dengan wajah yang tertekuk mereka mau berbagi kamar. Dan sesaat setelah membuat kopi susu panas untuk mereka semua, aku masuk ke dalam kamar tamu dan menemukan mereka tidur dengan di batasi sebuah guling, tepat di tengah-tengah mereka. Mereka terlihat damai, meski mereka saling memunggung dan aku tersenyum melihat itu.

“Selamat pagi...”

Aku mengalihkan pandanganku saat setelah meletakkan piring kosong ke atas meja makan. Dan aku melihat Galang yang berdiri menyandar di dinding, dekat ruang makan. Dia tersenyum, meski matanya terlihat masih mengantuk. Dia hanya memakai kaos dan celana pendek milik Kak Refi.

“Selamat pagi...” Aku membalas sapaannya. Mengambil secangkir kopi dan menyodorkannya ke arahnya.  “Kopi?”

Dia maju beberapa langkah dan mengambil cangkir kopi itu. “Terima kasih...” Dia meminumnya sedikit. Dan meletakkan kembali cangkir itu ke atas meja makan.

“Dimana Magdum?” tanyaku sambil menatapnya yang mulai mendekapku dengan erat. Dia selalu saja memelukku.

“Dia masih tidur. Anak muda jaman sekarang, memang susah untuk bangun pagi, benar kan?!” Dia bergumam sambil meletakkan dagunya ke atas kepalaku, menciumnya beberapa kali.

“Emmm... hmmm...” Aku bergumam dan menutup kedua mataku, meski dia belum mandi, aroma khas maskulinnya sama sekali tidak bisa hilang.

“Oh ya? Ku pikir, tidak pantas memeluk seorang gadis tanpa mandi terlebih dahulu...” Suara Magdum membuat Galang semakin mengeratkan pelukannya.

“Aha! Tentu saja, Lily bahkan sangat menikmatinya. Kenapa kamu yang jadi keberatan?” Aku mencoba melepaskan pelukan Galang dan menatap Magdum serta Kak Refi yang berdiri tepat di belakangnya. Memperhatikan.

“Sudahlah...” ucap Kak Refi sesaat sebelum Magdum mengatakan sesuatu lagi. “Ini masih pagi dan sekali lagi, kalian akan bertengkar. Jika bertengkar lagi, lebih baik kalian jangan menginap disini.” Kak Refi berjalan melewati Magdum yang terdiam, dan juga Galang yang ikut terdiam.

Aku mengusap-usap perlahan lengan Galang, dan mengalihkan pandangannya. “Ayo kita sarapan bersama... Magdum, ayo!” Aku mencoba untuk mencairkan suasana. Dan ya, mereka menurut. Aku duduk di samping kanan Kak Refi, dan Galang di sampingku. Sedangkan Magdum, duduk di sebelah kiri Kak Refi.

Aku membantu Kak Refi untuk mengambil makanan dan membiarkan Magdum dan juga Galang untuk mengambil makanan mereka sendiri. Dan ya, mereka saling pandang dalam diam, sambil mengambil makanan mereka. Aku tersenyum sambil menatap ke arah Kak Refi. “Biarkan mereka belajar untuk akur...” Kak Refi berbisik ke arahku sambil mengedipkan mata kanannya.

“Ya... setidaknya aku tidak lagi pusing memikirkan mereka yang selalu bertengkar saat bertemu.” Aku menjawabnya dengan berbisik juga, dan mulai memakan makananku.

Aku mengalihkan pandanganku menatap ke arah Galang dan juga Magdum yang makan dalam diam. Sepertinya, tidak akan ada yang bisa membuat mereka akur untuk saat ini, tapi semoga saja, suatu hari nanti akan ada yang bisa membuat mereka menjadi sahabat. Tentu saja. Tidak ada yang bisa membuatku merasa lega saat semua itu nantinya akan terjadi. Aku pun kembali memakan makananku.

“Ehem...” Aku mengalihkan pandangan ke arah Galang yang sudah selesai makan. “Aku mendapat info baru dari temanku, jika malam tadi, mobil yang dikendarai oleh si peneror gila itu melewati perumahan ini. Tepat di depan rumah Lily.” Galang menatapku, Magdum dan juga Kak Refi bergantian.

“Maksudmu, sekarang target peneror itu sudah jelas adalah Lily?” Kak Refi menggenggam tanganku dengan erat, wajahnya terlihat khawatir. Kedua matanya menatap gusar. Dan aku mengusap perlahan lengannya, sambil tersenyum kecil.

“Sial!” Aku mendengar Magdum mengumpat, membuat semua orang menatap ke arahnya. “Jika kita tidak segera bergerak untuk menangkap peneror itu, dia bisa saja mencelakakan Lily. Dia bisa saja membuat Lily terluka. Membahayakan hidupnya.” Magdum bangkit dengan kasar, mengambil langkah yang panjang dan lebar.

Aku berdiri dan memanggilnya. “Magdum!” Aku menatap cemas ke arahnya. Menatap Kak Refi yang sama sekali tidak memperlihatkan ekspresi lainnya.

“Hentikan kekeras kepalaanmu itu, Magdum!” Galang menghadang langkah Magdum, dan mencengkram bahunya. Dan aku semakin mendekat ke arah mereka, bersama dengan Kak Refi.

Magdum menepis tangan Galang yang ada di bahunya, dengan kasar. “Aku sudah mengatakan apa yang menjadi kekeras kepalaanku. Aku akan melakukan apapun untuk bisa menjaga Lily.” Magdum semakin menatap tajam ke arah Galang, dan meski begitu Galang sesekali melirik ke arahku yang menatap sendu ke arah mereka. Aku tidak bisa lagi berharap agar mereka bisa berdamai.

“Jika kamu tidak bisa melindungi Lily, maka pergi dan tinggalkan Lily sejauh yang kamu bisa. Karena aku yang akan melindunginya, dengan cara apapun. Dan aku tidak akan peduli lagi meski nyawaku yang akan menjadi taruhannya,” lanjut Magdum.

Aku maju beberapa langkah, dan memeluk tubuh Magdum. Menatap ke arah Galang yang sedikit terkejut dengan apa yang ku lakukan. Tubuh Magdum menegang, namun dia tak mengatakan apapun. “Magdum... dengar, aku tahu jika kamu, Galang dan juga Kak Refi sangat mengkhawatirkan keselamatanku.” Aku melepas pelukanku, dan memutar tubuhnya hingga menghadap ke arahku. “Tapi jika kita tidak bekerja sama untuk saling melindungi, buat apa? Tidak ada gunanya...”

Aku menggenggam tangan Magdum, menatap ke arah mereka semua. “Kita harus saling menjaga sekarang. Apapun yang nantinya akan terjadi, tidak akan bisa menyakiti kita, selama kita saling memiliki. Saling menjaga. Aku sudah pernah mengatakannya, bukan?!” Mereka semua menganggukkan kepala.

Aku merentangkan tanganku dan mencoba untuk memeluk mereka semua. Dan mereka membalas pelukanku tak kalah erat. Aku tersenyum kecil, meski air mataku mulai menggenang di kedua pelupuk mataku. Aku menggigit bibir bawahku, menahan isakan tangis yang akan keluar. Aku tak ingin terlihat lemah. Aku juga harus ikut berjuang. Keselamatan mereka juga terancam karenaku. Kini, apapun yang akan terjadi, kami harus terus bersama. Apapun yang diinginkan oleh peneror itu, aku tidak akan membiarkan dia menyentuh orang-orang yang ku sayangi. Tidak sedikit pun.

“Kami akan menjagamu, Lily...” Mereka berbisik, dan semakin mengeratkan pelukan mereka kepadaku.

Aku berbisik. “Kita akan saling menjaga...”

Don't Let Me Go ✔️ {TERBIT}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang