22

90 9 0
                                    

“Selamat pagi...”

Aku terjingkat-terkejut, dan langsung membalikkan tubuhku menghadap ke belakang. Dengan wajah yang melongo, mengundang tawa Galang menggelegar. Wajahnya terlihat senang, dengan guratan warna kemerahan memenuhinya. Gigi gingsulnya yang terlihat tajam, membuatku terpesona. Aku menghela napasku, dan menggeleng-gelengkan kepalaku. Mengerucutkan bibirku, merasa kesal. Galang, menghentikan tawanya, memperlihatkan kedua matanya yang berkaca – kaca.

“Hei... kau kesal?” Dia bertanya, yang ku balas dengan gelengan kepala. Membalikkan badanku, dan melanjutkan aktifitas menyiram tanamanku. Hingga ku rasakan pelukan erat di pinggangku, dan kepala Galang yang menelisik masuk ke celah leherku.

“Aku hanya bercanda tadi... maaf ya?” gumamnya dengan suara merajuk, yang sama sekali tidak bisa membuatku menahan senyuman lagi. Aku meletakkan selang itu seketika, dan menoleh sedikit untuk menatapnya. Wajahnya memandangku dengan puppy eyes, dan sialnya, aku sama sekali tidak bisa menahan untuk tidak menciumnya saat ini.

Aku mengecup ujung hidungnya, dan membuatnya tersenyum sumringah. Kedua matanya mengerjab beberapa kali. Kedua lengan besarnya semakin mengeratkan pelukannya pada tubuhku. “Aku mencintaimu, Lily...” Dia bergumam dengan jelas. Dan aku mengalihkan pandanganku, kembali menatap air yang keluar dari selang, untungnya, aku tidak menyalakannya dengan kencang.

Deru napasnya terdengar semakin kencang. Helaan napasnya juga terasa hangat disisi wajah kananku. “Dan sepertinya, aku tidak bisa lagi menahan...”

Aku mengerutkan dahiku dalam-dalam. “Menahan apa?”

Galang mencium sisi wajahku perlahan. Mengecupnya. “Tidak lagi bisa menahan untuk tidak menikahimu, segera. Dan seharusnya sudah ku lakukan sejak pertama kali kita kencan...”

“EHEM!!!”

Deheman Kak Refi membuatku melepaskan pelukan Galang dengan cepat. Dan melihat Kak Refi yang bersedekap, menatap tajam ke arah kami. Dan aku melirik ke arah Galang yang hanya meringis tak bersalah ke arah Kak Refi. “Bagus sekali! Memperlihatkan kemesraan dihadapan seorang jomblo... bagus sekali!” Kak Refi memandang sinis ke arah Galang.

“Oh! Tentu saja, kakak ipar! Bagaimana pun juga, nanti aku akan menjadi adik iparmu. Dan pastinya, aku akan terus memperlihatkan ini semua di hadapanmu!” Galang menjawab dengan lantang yang membuatku mengulum senyum.

Aku merunduk dan mengambil selang. “Masuklah ke dalam, dan aku akan membuatkan kalian sarapan...” Aku berjalan menjauhi mereka untuk mematikan keran.

“Oh... baiklah...” ucap Galang dengan semangat. Dan aku menatap ke arah Kak Refi, sesaat setelah meletakkan selang di atas keran.

“Dia sangat menyebalkan,” gumam Kak Refi yang membuatku tersenyum. Mengecup pipinya dengan cepat. “Dia biasanya tidak seperti itu... ada apa dengannya?” lanjut Kak Refi yang langsung memandangku dengan pandangan penasarannya.

“Aku juga tidak tahu... tapi dia sudah bertekat untuk menikahiku...” jawabku sambil berlalu masuk ke dalam rumah, meninggalkan Kak Refi di latar depan rumah.

“APA?!” teriak Kak Refi yang mengundang tawaku.

Aku terus melangkah ke arah dapur, dan melihat Galang dan juga Magdum saling berhadapan di halaman belakang, yang hanya terbatasi dengan dapur. Dan ya, Magdum, memang menginap di rumah semalam, tentu saja di kamar tamu yang ada di rumah. Aku merapat ke arah dinding dapur, berusaha untuk mendengarkan apa yang sedang mereka bicarakan.

“Aku sebenarnya tidak ingin lagi berbasa-basi. Tapi, aku juga harus mengatakan sesuatu ke kamu.” Suara Magdum yang pertama kali ku dengar. “Mungkin aku belum bisa menerima sepenuhnya atas semua yang terjadi saat ini. Tapi, jika sekali saja kamu membuat Lily tersakiti... aku akan mengambilnya darimu.”

Aku menahan napasku. “Aku tahu...” Suara Galang yang serak dan juga berat terdengar. Aku bukan pendengar yang baik, tapi setidaknya aku berusaha untuk mendengarkan apa yang mereka bicarakan lainnya. “Dan akan ku pastikan, bahwa aku tidak akan melakukan kesalahan apapun, yang bisa membuatmu untuk mendapatkan Lily.”

Aku tersenyum dalam sunyi. “Dan kau harus tahu Magdum... aku sangat mencintai Lily, sama halnya dengan kamu yang juga mencintai Lily. Tapi hatinya memilihku, sebagai bagian dari dalam dirinya. Ku harap kau bisa mengerti akan hal itu.”

“Ya... aku bisa mengerti untuk itu. Tapi aku tidak bisa menjadi teman atau sahabatmu, untuk itu.” Aku menundukkan kepalaku, mencoba untuk menghilangkan rasa kecewa yang masuk ke dalam hatiku.

“Aku tahu...”

Aku menjauhi dinding dan mulai mempersiapkan makanan untuk kami berempat. Sarapan bersama di hari libur. Dan ya, ini adalah langkah pertama untuk membuat hubungan kami menjadi lebih erat lagi. Aku mendengar langkah kaki mereka mulai memasuki arah dapur. Aroma parfum Galang yang maskulin menjadi ciri khas yang paling ku sukai sejauh ini. Dan tidak akan tergantikan. Hawa hangat mulai melingkupi tubuhku, dan ya, Galang memelukku untuk kesekian kalinya.

“Galang...” Aku bergumam, merasa canggung atas tatapan intens yang dilayangkan oleh Magdum.

“Hmm?” Galang bergumam, dan meletakkan dagunya ke atas bahuku. Aku bisa melihatnya melirik ke arah Magdum yang menatap tajam dari meja makan. “Apa yang salah? Aku berhak untuk melakukan ini, benar bukan, My Lily?”

Aku melepaskan pelukannya dan mencubit pinggangnya. Membuatnya terkekeh, meski ku rasakan bahwa cubitanku kencang, tapi dia hanya tertawa. Berjalan menjauhiku dan mendekati Magdum yang terus melayangkan tatapan tajam ke arahnya. Entah mengapa Galang terlihat ceria hari ini, maksudku, terlalu ceria. Tapi itu bagus, dari pada Galang yang biasanya kaku. Aku pun kembali melanjutkan aktifitasku memasak. Membiarkan Magdum, Galang dan juga Kak Refi yang baru saja datang, membicarakan sesuatu.

Don't Let Me Go ✔️ {TERBIT}Where stories live. Discover now