7

155 14 1
                                    

Magdum membawaku ke kantin. Dia bilang ingin mentraktirku, entah untuk merayakan apa. Dia datang dengan membawa dua gelas jus jeruk–itu kesukaannya. Magdum duduk di hadapanku, sambil menaik turunkan kedua alisnya. Astaga. Kumat sudah gilanya. Aku langsung menyambar salah satu gelas berisi jus itu, dan meminumnya segera. Dengan sengaja tanpa memperhatikan wajah melongo Magdum, dan dia berdecak kesal.

“Kamu tahu... baru kali ini, aku lihat cewek yang langsung sruput minuman orang...” Magdum bersuara tiba-tiba.

Aku melotot ke arahnya, tidak senang. “Lho, katanya aku di traktir, ya berarti ini punyaku dong...”

“Iya deh iya...” Magdum mengalihkan pandangannya, sambil menghela napas kasar. “Susah, emang kalau ngomong sama cewek hutan...”

Aku menjiwit lengannya dengan keras, sehingga membuat kulitnya memerah. Dia mengaduh, dan aku melepaskan jiwitannya. Dan tertawa mendengar ringisan kesakitannya. Aku berhenti tertawa saat melihat Pak Galang dengan langkahnya yang tertatih, menuju ke arahku dan juga Magdum. Tatapan matanya masih mengintimidasi, wajahnya juga datar, dan juga aku bisa melihat sekilas rasa khawatir di matanya.

“Lily... bisa kita bicara?” Pak Galang menatapku dalam, menyentak lamunanku. Dia melirik ke arah Magdum, dan seolah mengerti, Magdum segera menyingkir dari sana.
“Aku ke kelas dulu kalau begitu ya, Ly... mari Pak Galang...” ucap Magdum yang segera berlalu dengan wajah masamnya.

Pak Galang duduk tepat di hadapanku, mengisi tempat yang tadi di duduki oleh Magdum. Aku merasakan kedua pipiku yang mulai memerah. Astaga, bagaimana bisa ini terjadi. Padahal, Pak Galang tidak melakukan apapun, selain menatapku tajam dan lembut secara bersamaan. Tanganku dingin seketika. Dengan susah payah, aku kembali meminum jus jerukku kembali.

“Lily...” Pak Galang tiba-tiba bersuara. Serak dan berat. Terdengar ragu, bahkan untuk memanggilku saja.

“Ya?” Aku berbisik.

Dia menatapku semakin dalam. Kepalanya memiring ke kanan, menatapku heran. Membuatku semakin merasa panas. “Kenapa kamu bisa jatuh cinta padaku?”

Aku tergagap. Aku tidak tahu bagaimana bisa Pak Galang mengetahuinya. Apa mungkin Silvi yang tanpa sengaja keceplosan? Tapi aku yakin, dia bisa menjaga rahasia terbesarku ini. Aku menatap liar ke sekeliling, asal tidak bertemu tatap dengan Pak Galang. Bagaimana ini? Rasa dingin terus menjalar di sekujur tulang belakangku. Detak jantungku yang semakin lama semakin kencang. Membuatku lemas seketika. Tiba-tiba ku rasakan sentuhan di telapak tangan kananku, dan membuatku menatap tangan yang melingkupiku. Pak Galang menggenggam telapak tanganku, dan menatapku dengan pandangan tanya.

“Katakan padaku, Lily... kenapa kamu bisa jatuh cinta pada orang cacat ini?” Dia kembali bergumam.

Aku bisa mendengar orang-orang di kantin mulai berbisik-bisik, dan mulai bertanya-tanya, tentang apa yang sedang kami bicarakan sekarang. “Aku... tidak tahu...” Pada akhirnya aku bisa mengeluarkan sepatah kata walau rasanya sangatlah sulit. Pak Galang masih menatapku, menanti jawaban yang pasti. “Aku... tidak punya alasan untuk tidak jatuh cinta pada Anda...”

Pak Galang melebarkan kedua matanya. Dia melepaskan sentuhannya di tanganku. “Apa karena rasa kasihan, Lily?”

“Tidak... bukan seperti itu Pak Galang. Aku jatuh cinta... dan itu kepada Anda. Aku tidak tahu, apa yang membuatku jatuh cinta pada Anda. Aku tertarik dengan cara Anda memandang, dan aku ingin menghilangkan rasa sakit yang tersimpan dalam tatapan mata yang mengintimidasi itu. Aku hanya tidak tahu alasan apa yang membuatku bisa jatuh cinta kepada Anda,” jawabku yang membuatnya menghela napas.

Dia menatap penuh harap ke arahku, dan aku diam, menunggu apa yang akan dia katakan. “Jangan jatuh cinta padaku, Lily...”

“Kenapa?” Aku berbisik. Merasa tidak percaya atas apa yang dikatakannya atas apa yang aku katakan padanya.

“Lily... kau harus paham akan satu hal. Aku bukan orang yang bisa menerima kehadiran wanita sepertimu di dekatku. Aku tidak siap, dan tidak akan pernah siap untuk itu. Wanita sepertimu, bisa kapan saja membuatku merasa lemah. Pertahanan yang selama ini aku bangun, bisa runtuh kapan saja.” Dia terdiam, menarik napas yang dalam.

Aku menata rambutku yang menghalangi pandangku, karena angin. “Aku... tidak mengerti...”

“Lily, jika kamu terus berada di dekatku, aku takut kamu akan mendapatkan hinaan-hinaan yang selama ini aku dapatkan. Aku tidak ingin seseorang atau banyak orang ikut memandangmu dengan tatapan kasihan atau jijik, hanya karena berdekatan denganku atau karena menjalin hubungan denganku. Aku tidak ingin akan hal itu. Aku juga jatuh cinta Lily... aku jatuh cinta saat melihat tahi lalat kecil di dekat bibir atas kananmu, dan membuatku sangat ingin sekali menciummu.” Dia mengerjabkan kelopak matanya dengan cepat. Jakunnya kembali naik dan turun dengan cepat. Tatapannya berubah sendu, menahan sesuatu.

“Aku tahu, kamu jatuh cinta padaku, dan itu membuatku tidak punya kekuatan untuk jauh darimu setelah apa yang kamu katakan waktu itu. Kamu membuatku terpesona dalam waktu yang singkat. Yang kamu katakan, membuatku kembali merasakan apa yang pernah aku rasakan, yang pernah hilang begitu saja dari kehidupanku. Kamu membawaku kembali ke masa laluku, Lily. Kamu membuatku ingin sekali lagi merasakan apa itu cinta. Ingin sekali. Aku mulai menyukaimu. Aku mulai menyayangimu. Bahkan aku tidak tahu apakah ada perasaan yang lain, yang akan muncul dari dalam hatiku. Tapi itu tidak akan pernah berhasil, Lily, aku tidak mungkin menaruh harapanku padamu. Aku tidak akan bisa.”

Dia terdiam. Memandangku dengan iris mata hitamnya. Dadaku bergemuruh sejak tadi. Pak Galang tanpa sadar mengatakan kalau dia menyukaiku. Benarkan? Aku tidak bisa lagi menahan diri untuk tidak menggigit bibir bawahku. Seketika hawa di sekelilingku berubah. Sangat dingin, dan juga sejuk dalam satu waktu. Terasa hanya ada aku dan juga Pak Galang disini.

“Tapi, kamu tenang saja Lily... aku akan berusaha dengan baik, agar kamu tidak jatuh terlalu dalam. Aku akan tetap berada di belakang garis. Batas antara aku dan kamu. Dan, kamu bisa menganggap kalau saya tidak pernah mengatakan apapun tentang ini. Lupakan saja apa yang baru aku katakan kepadamu. Aku akan menjaga jarak, begitu pula dengan kamu. Hilangkan rasa cintamu padaku, Lily...”

TIDAK! Kenapa dia mengatakan itu semua? Aku marah, tentu saja. Aku mencondongkan kepalaku, mendekat ke arahnya. Dan aku mulai berbisik. “Kamu baru saja mengatakan hal yang panjang lebar seperti itu, dan berakhir begitu saja. Sejenak kamu membawaku terbang, lalu menjatuhkanku begitu saja. Kau bilang, kamu tidak bisa lagi menjaga jarak denganku, lalu kenapa sekarang kamu ingin menjaga jarak denganku? Yang kamu khawatirkan hanya tentang aku yang nantinya mendapatkan tatapan kasihan atau apapun itu. Tapi, kamu harus tahu Pak Galang, aku sama sekali tidak peduli dengan apapun yang dikatakan oleh mereka. Sama sekali tidak peduli. Kamu punya daya tarik yang berbeda, dan aku tahu aku mulai tertarik padamu. Tapi apa yang baru saja kamu katakan, semuanya, membuatku merasa sangat sakit.”

Aku menghapus kasar air mata yang sialnya jatuh dan membasahi pipiku. Dan kembali menatap Pak Galang tepat di kedua matanya yang menatapku terkejut. “Kamu membuatku takut... takut jika aku akan kehilangan kamu. Takut, jika suatu saat, kamu memintaku untuk menjauh, dan pergi dari kamu. Aku tidak akan bisa. Tolong, jangan minta aku untuk menjauh darimu. Tolong, jangan mencegahku untuk bisa mencintaimu.”

Aku menundukkan kepalaku dalam-dalam. Mencoba menahan isakan yang selalu saja ingin keluar dari bibirku. Menahan air mata yang sudah menggenang untuk tidak jatuh. Aku merasakan sentuhan di pundakku, dan aku mendongak, Pak Galang berdiri dari duduknya, dan berdiri di sampingku. Menarik kedua lenganku perlahan untuk ikut berdiri. Tidak ku pedulikan tatapan orang-orang yang ada di sekitarku saat ini. Telapak tangan kanan Pak Galang menyentuh pipi kiriku dengan perlahan.

Pak Galang membawaku masuk ke dalam pelukannya yang erat, di antara kedua lengan besarnya. Aku menempatkan telingaku tepat di dadanya, mendengarkan gemuruh di dalam sana. Berdetak cepat untukku. Aku membalas pelukannya dengan tak kalah erat. Tidak ku pedulikan teriakan dan jeritan beberapa orang disana yang melihat kami. Pak Galang menempatkan dagunya tepat di puncak kepalaku, sesekali menciumnya.

Kamu tidak tahu berapa lama aku harus menunggu seorang wanita seperti kamu, Lily...”

Don't Let Me Go ✔️ {TERBIT}Kde žijí příběhy. Začni objevovat