04. Sore di Penghujung Tahun

188 97 243
                                    

"Kamu selalu seperti ini, Ayresha." Dari tadi aku bergumam sendirian di teras rumah, sesekali mendongak menatap langit yang sore ini berwarna jingga. Aku tidak gila, hanya saja aku merasa damai ketika melihat langit di sore maupun di malam hari. Karena aku bisa merasakan curhat langsung dengan kedua orangtuaku dan nenek.

Aku menoleh ke kiri saat tiba-tiba merasakan kehadiran seseorang, ternyata Gentala. Raut wajahku langsung cemberut setelah mengetahui siapa orang yang baru saja duduk selonjoran di sampingku sambil mengatur napas yang ngos-ngosan. Mungkin saja dia baru selesai bermain futsal, terlihat dari pakaian futsalnya yang belum diganti.

"Kamu ngapain ke sini lagi?" Aku bertanya serius yang malah dibalas senyum manis cowok itu, tetapi senyuman itu sangat meresahkan bagi kinerja jantungku yang berdegup kencang.

"Kalau ditanya sama orang itu dijawab," ujar ku sedikit menyentaknya. Dia kebiasaan banget kalau ditanya harus diulang lagi.

"Di rumah ada temannya Kak Gina, mereka semua pacaran. Aku nggak mau dijadikan sebagai pembantu nantinya," jawab Genta dengan malas.

Aku dan dia sama-sama terdiam sejenak. Sore ini aku sedikit tenang karena dia tidak berisik seperti biasanya. Tidak ada Gentala yang selalu mencari topik pembicaraan, tidak ada juga Ayresha yang marah-marah kepada Gentala karena cowok itu sudah bertanya tentang hal-hal tidak bermutu, dan tidak ada Ayres yang bersandar di bahu tegap milik Gentala.

Gentala yang semula duduk selonjoran di rumput, kini berbaring dengan lengan kirinya sebagai bantal untuk kepalanya sendiri. Sedangkan lengan kanannya untuk dijadikan bantal kepalaku. Posisinya kita berdua saat ini sama-sama menatap langit di sore hari yang masih terlihat cerah.

"Genta, aku mau tanya dong," ujar ku memulai pembicaraan.

"Mau tanya apa?"

"Aku tadi baca di novel kalau persahabatan antara cewek dan cowok pasti salah satunya ada yang suka, menurut kamu itu benar atau salah?"

Genta terdiam sesaat. "Sangat benar adanya."

"Kenapa bisa, ya?" tanya ku penasaran.

"Aku menyukaimu, Ayresha. Apakah kamu selama ini nggak sadar? Coba kamu pikirkan, kita sering bertemu setiap hari, kemana-mana sering bersama, kita kenal juga udah dari lama. Tanpa kita sadari, kita menghabiskan banyak waktu untuk selalu bersama," ujar Genta panjang lebar.

Genta berdecak kesal saat tidak mendengar jawaban satu kata pun yang keluar dari mulutku. Aku sibuk memilih rumput yang sempat aku cabut.

"Gentala, apa kamu tau kalau kamu itu seperti hujan?" ucap ku sangat menyimpang dari topik awal.

Genta seketika menoleh, menatap tepat kedua mataku yang juga menatapnya. "Maksudnya bagaimana?"

"Kamu itu dingin tapi membuat aku nyaman, sama seperti hujan." Entahlah, dibilang tidak nyambung ya memang benar. Aku mendapatkan kata-kata itu dari laman Facebook kemarin.

Setelah mengatakan hal itu aku segera memutuskan kontak mata dengan Genta. Tentu aku malu, maka dari itu langsung mengalihkan pandangan dari mata Gentala. Aku juga tidak mau kalau setelah ini cowok yang memiliki tingkah menyebalkan itu meledekku habis-habisan. Mau ditaruh dimana muka Ayresha ini nantinya.

•••|FATAMORGANA|•••

"Kenapa kita nggak pacaran aja, Ay?" celetuk Gentala.

FATAMORGANA [HIATUS]Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin