🌹 Istikharah Cinta 27

6 0 0
                                    

Hari berlalu begitu cepat. Tanpa terasa, hari sudah kembali di hari Senin. Ya, hari yang sangat dibenci oleh kebanyakan siswa.

Ara tengah mempersiapkan dirinya untuk pergi ke sekolah. Memasukkan barang-barangnya yang kemarin malam belum sempat dia masukkan ke dalam tasnya.

Setelah dirasa sudah cukup rapi dan siap, Ara pun menuju meja makan. Di sana sudah tersedia makanan. Ada nasi goreng dengan telur ceplok di atasnya.

Bunda pun datang dari arah dapur dengan tangannya membawa bekal untuk Ara.

"Eh udah keluar dari kamar, nih. Makan dulu. Ini bekalnya, ya," ucap Bunda kepada Ara. Bunda pun memberikan kotak bekal tersebut kepada Ara. Ara pun segera memasukkannya ke dalam tas. Tak lupa juga mengambil botol minum yang telah diisi air putih full dan segera diletakkan ke dalam tasnya.

"Makasih, Bunda."

"Oh iya, hari ini kamu bareng sama Ayah, ya. Tuh Ayah sudah siap juga," ucap Bunda dan datanglah Ayah ke meja makan tersebut.

"Tumben Ayah belum berangkat, biasanya jam enam kurang aja udah berangkat," ucap Ara. Tangan Ara mengambil centong nasi dan mengambil sedikit nasi goreng. Diletakkannya nasi goreng yang diambil Ara ke dalam piringnya. Hal itu juga dilakukan oleh sang Bunda, tetapi itu Bunda mengambilkan untuk Ayahnya.

Ara mengambil sendok yang berada di tempat yang tangannya tidak dapat menjangkau sendok tersebut. Akhirnya, Ara meminta tolong kepada Ayahnya untuk mengambilkan sendok tersebut untuknya.

"Ayah, Ara minta tolong ambilkan sendok itu, tangan Ara nggak sampai," pinta Ara kepada Ayah dengan memperagakan bahwa tangannya tidak dapat menjangkau sendok.

Sang Ayah hanya mengangguk lalu menyerahkan sendok tersebut ke Ara. "Nih."

Ara mengambil sendok tersebut.

"Terima kasih, Ayah," ucap Ara disertai dengan senyuman.

Ara segera melahap sarapan paginya. Begitu juga dengan Ayahnya. Bundanya? Jangan ditanya, pasti Bunda sibuk dengan cuciannya karena kalau Ayah Ara berangkatnya bareng Ara, pasti Bundanya akan mencuci baju terlebih dahulu. Nanti kalau sudah selesai, baru Bunda akan sarapan.

~oOo~

Ara telah selesai dengan sarapannya. Sang Ayah tengah sibuk mengeluarkan motornya.

Kaki Ara melangkah menuju sang Bunda berada. Sesampainya di sana, Ara pamit kepada Bunda untuk pergi sekolah. Tak lupa, Ara memberitahu Bunda untuk menjemputnya sekitar pukul lima sore karena hari ini dia akan bimbingan olimpiade matematika bersama Bu Nita.

"Ara pamit ke sekolah dulu, ya, Bunda. Assalamu'alaikum," pamit Ara. Tak lupa Ara mencium tangan Bunda, seperti kebiasaannya selama ini.

"Wa'alaikumussalam. Hati-hati, ya, nak."

Ara pun berjalan keluar rumah, menghampiri sang Ayah yang tengah menunggu Ara pamit kepada Bundanya. Sang Bunda segera melanjutkan aktivitasnya yang tertunda.

"Sudah siap, Yah," ucap Ara setelah duduk dengan sempurna di jok motor belakang.

"Jangan lupa pegangan," ucap sang Ayah. Tangan Ara segera memeluk pinggang sang Ayah.

Motor pun segera melaju membelah jalanan dengan kecepatan yang sedang.

~oOo~

Kurang lebih setelah sepuluh menit perjalanan, Ara telah sampai di sekolah. Dengan cepat, Ara turun dari motor. Ara pun mencium tangan sang Ayah.

"Ara sekolah dulu, Ayah hati-hati, ya. Assalamu'alaikum," pamit Ara kepada Ayah.

"Sekolah yang rajin, ya. Wa'alaikumussalam," jawab Ayah.

Ara pun segera meninggalkan Ayahnya. Setelah kurang lebih satu menit, Ayah pun segera menjalankan motornya menuju ke sekolah tempat Ayah bekerja.

Ara segera menaiki tangga untuk menuju ke kelas. Di sepanjang perjalanan masih sepi.

Ara membuka pintu kelas yang masih tertutup. Tidak ada tanda-tanda ada orang di dalam. Dan ternyata benar, masih kosong. Dapat Ara lihat ada beberapa tas yang telah mengisi beberapa bangku, salah satunya adalah kursi Aini dan Syifa. Mereka sudah datang, akan tetapi Ara tidak tahu dimana mereka berdua berada. Mungkin mereka ke kantin? Entahlah.

Beberapa teman sekelas Ara telah datang dan menempati tempat duduk mereka masing-masing. Lima menit lagi bel masuk kelas berbunyi dan Aini serta Syifa belum kelihatan batang hidungnya.

Selang beberapa menit kemudian sebelum bel masuk berbunyi, Aini dan Syifa ke kelas dengan membawa kantung kresek di tangannya. Dapat Ara tebak itu mereka dari kantin dan di dalam kantung kresek tersebut isinya adalah makanan serta jajanan.

Ara tersenyum melihat mereka berdua. Akan tetapi, Aini dan juga Syifa cuek kepada Ara. Yang biasanya heboh saat Ara sudah datang, secara tiba-tiba saja mereka cuek, tidak mau menyapa, dan tidak mau ngobrol dengan Ara lagi. Ara berpikir, apa ini sebuah prank? Lagian, ulang tahun Ara juga sudah kelewat.

Pulang dari Mie Gacoan beberapa hari yang lalu pun mereka tidak terlihat ada masalah. Tetapi, anehnya di hari Minggu sore sudah tidak ada percakapan apapun lagi di grup mereka bertiga. Padahal, biasanya pasti grup tersebut jika malam Senin akan ramai. Entah itu membahas tugas, ulangan harian, atau berdebat keesokan harinya akan ada upacara atau tidak.

Aini segera duduk di tempatnya yang berada di kursi belakangnya, sedangkan Syifa langsung saja duduk tanpa melihat kepada Ara.

~oOo~

Bel tanda istirahat pertama pun berbunyi. Dapat Ara dengar percakapan antara Aini dan juga Syifa. Aini meminta Syifa untuk menemaninya ke kamar mandi terlebih dahulu sebelum mereka makan.

"Syif, anterin gue ke kamar mandi dulu. Kebelet," pintanya kepada Syifa.

"Ya udah, yuk!"

Tanpa melirik dan mengajak Ara, mereka berdua pun segera pergi ke kamar mandi. Hati Ara sakit. Dicuekin. Merasa seakan-akan Ara itu tidak terlihat di mata Aini dan juga Syifa.

Ara itu type anak yang introvert. Dia juga susah bergaul, kecuali Ara yang diminta untuk bergabung dengan yang lain. Karena itulah Ara tidak berusaha untuk ikut dengan Aini serta Syifa.

Akhirnya, Ara pun mengeluarkan bekalnya dan makan sendiri. Bekal Ara masih sedikit yang dia makan. Tak lama kemudian, Aini dan Syifa kembali.

Ara berusaha mengajak untuk berbicara dengan mereka berdua. Setelah mengumpulkan keberaniannya, Ara pun mengeluarkan suara.

"Hei, kalian kenapa sih cuekin Ara? Ara ada salah, ya?" tanya Ara kepada Aini dan Syifa.

"Gak, kok. Perasaan lo doang kali," jawab Aini cuek. Selama Ara kenal dengan Aini, dia tidak pernah secuek ini kepada Ara.

Ara pasrah, mungkin lain kali dia akan mencoba untuk berbicara dengan mereka jika sampai besok dia masih saja dicuekin seperti ini. Ara pun makan bekalnya tanpa bisa menikmati makanan tersebut karena kepikiran.

Ara menghabiskan bekalnya tanpa ada selera sedikit pun. Suara tawa keduanya—Aini dan Syifa—pun terdengar jelas di telinga Ara. Bagaimana tidak terdengar jelas jika tempat duduk mereka bersebelahan?

Ara berusaha kuat. Di sepanjang jam pelajaran Ara benar-benar tidak fokus. Pikirannya kemana-mana. Tidak lagi memikirkan pelajaran, tetapi memikirkan bagaimana caranya supaya dia tidak lagi dicuekin oleh mereka berdua.

~oOo~

AUTHOR NOTE

Hai teman-teman! Wih nggak kerasa tau-tau udah hari Senin aja nih. Terima kasih buat teman-teman yang sudah baca cerita ini dan juga vote komen. Sampai jumpa di chapter berikutnya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Nov 01, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Istikharah CintaWhere stories live. Discover now