Ara berjalan dengan sedikit tergesa-gesa. Di sepanjang koridor kelas nampak lengah. Jam telah menunjukkan pukul tujuh kurang 5. Lima menit lagi bel masuk akan berbunyi.
“Assalamu’alaikum,” ucap Ara.
“Wa’alaikumussalam,” jawab lima anak yang telah berada di kelas yang masing-masing dari mereka sibuk dengan buku tugas mereka masing-masing. Dapat Ara tebak mereka pasti ngebut buat ngerjakan tugas yang kemarin diberikan.
“Ra, kamu udah selesai tugas matematika yang kemarin diberikan?” tanya Syifa.
“Tentu saja.”
“Pinjem boleh, nggak? Kemarin aku coba ngerjain kok bingung, ya. Tapi nanti ajarin, ya kalau ada jam kosong?” pinta Syifa.
“Iya, boleh. Nanti ingatin lagi, ya. Oh iya, habis ini bel masuk kok masih sepi? Koridor kelas juga sepi banget. Ara kira tadi udah telat, tapi kan ini belum jam tujuh tepat,” ucap Ara.
“Tau, tuh. Kamu ‘kan ngerti sendiri kalau anak kelas kita sukanya datang mepet banget sama bel masuk. Lihat aja habis ini pasti langsung tuh gerombolan datang udah kayak mau tawuran aja,” kata Syifa.
“Iya bener juga, sih. Nah, Aini juga kemana? Tumben dia kok belum datang, biasanya dia yang duluan datang daripada kita.”
Memang diantara mereka bertiga, Aini lah yang datang duluan karena dia sangat rajin dan takut kalau terlambat akan mendapatkan poin.
“Tadi ibunya telpon aku, katanya Aini sakit. Badan dia hangat dari semalam, mungkin kecapekan kali, ya?” ucap Syifa.
“Mungkin. Yaudah sana keburu gurunya datang tapi Syifa belum selesai lagi tugasnya.”
“Oh iya, jadi lupa. Bentar aku selesaikan dulu, ya Ra,” ucap Syifa.
Tak berselang lama, banyak segerombolan teman sekelas Ara berdatangan. Mereka berlarian dan saling dorong-dorongan.
“Eh santai dong, nggak usah dorong-dorongan segala. Kejedot nih gue jadinya,” ucap salah satu teman Ara yang sudah berada di samping pintu.
“Gue duluan yang masuk. Gue belum kelar tugas, nih.”
“Astaga! Gue lupa ngerjain tugasnya! Gimana nih? Mana bentar lagi pelajaran matematika lagi. Lo kenapa nggak ngingetin gue kemarin, sih kalau ada tugas? Tau gitu kemarin gue nolak aja pas diminta nemenin adek gue main,” cerocos anak yang tadi kejedot.
“Banyak ngomong lo,” ucap temannya sembari membuka resleting tasnya. Tangannya mencari sebuah buku yang kemudian diberikan kepadanya. “Nih, gue udah selesai. Cepet sana lo salin keburu gurunya masuk lagi.”
“Baik banget temen gue. Makasih, ya. Gue salin dulu,” ucapnya dan langsung saja nyelonong masuk kelas.
“JANGAN LUPA DIPAHAMI CARANYA! NANTI LO DISURUH MAJU JELASIN NGGAK PAHAM LAGI!” ucapnya sedikit berteriak.
“Tenang aja, nanti gue pahami, kok!”
~oOo~
AUTHOR NOTE
Hai teman-teman semua!
Salam kenal, ya! Namaku Septi. Kali ini Septi membawakan sebuah cerita religi. Bukan penulis profesional atau handal, melainkan penulis pemula yang masih belajar banyak. Jadi, mohon kritik sarannya ya semoga tulisan ini bisa berkembang menjadi lebih baik lagi.
Sebagai permulaan dikit aja dulu ya, hehe.
Jangan lupa ajak teman kalian buat baca cerita ini ya! Okey, sampai jumpa di chapter berikutnya!
YOU ARE READING
Istikharah Cinta
SpirituelAra, Innayah Nur Zafirah, seorang gadis yang masih duduk di bangku SMA. Dia dihadapkan dengan dua pilihan tersulit dalam hidupnya. Antara menerima khitbah dari salah seorang teman sekelasnya ataukah justru dia harus menolaknya? Namun, kalau menolakn...
