🌹 Istikharah Cinta 12

8 3 0
                                    

"Kenapa nggak berani?" tanya Aini. Sepertinya, Aini benar-benar kepo. Pasalnya, Ara jarang mau cerita. Bukannya jarang lagi, tetapi tidak pernah mau cerita apa saja yang dialaminya. Mungkin beberapa Ara dengan senang hati menceritakan kepada mereka, tetapi ada beberapa hal yang menurut Ara itu privasi dan lebih baik jika dia memendamnya sendiri tanpa menceritakannya kepada siapa pun.

"Karena Ara bukanlah Siti Khadijah dan dia bukanlah Muhammad yang bisa menerima kekurangan Ara," jawab Ara dengan tersenyum.

Aini dan Syifa hanya mengangguk-anggukkan kepalanya tanda paham.

"Jadi, menurut Ara, aku harus apa?" tanya Syifa.

"Kalau Syifa berani untuk mengutarakan perasaan Syifa sama dia, utarakan aja biar semuanya terasa enak dan tidak ada yang mengganjal di hati Syifa. Asalkan bukan dengan niatan untuk berpacaran. Hanya mengutarakan perasaan aja. Paham, Syif?"

"Paham. Lagian aku juga nggak mau pacaran kok. Maunya gitu, bilang ke dia kalau aku itu ada rasa sama dia, tapi nyaliku kecil, Ra." Syifa cemberut.

"Kalau nggak berani, nggak apa, Syif. Cukup dipendam aja, tetapi jangan sampai zina hati, ya. Emang susah, hanya aja harus diusahakan," kata Ara.

"Zina hati gimana?" tanya Syifa. Syifa itu belum terlalu paham agama. Di antara mereka bertiga, hanya Ara lah yang paling paham agama meskipun dia terlahir dari keluarga yang tidak begitu paham agama, tetapi dia sudah niatkan dari hatinya kalau dia harus paham agama dan dia nantinya harus melahirkan seorang anak yang paham agama.

"Jadi, zina hati itu semisal Syifa memikirkan orang yang Syifa sukai, kayak ngehalu gimana kalau kalian main bareng, jalan bareng, bahkan sampai nikah. Begitulah," terang Ara.

Lagi dan lagi, Syifa hanya menganggukkan kepalanya.

"Oke, nanti kalau semisal aku ada keberanian, aku coba buat ungkapin perasaan itu."

Mereka pun melanjutkan untuk memakan makanannya masing-masing tanpa ada yang mengeluarkan suara.

~oOo~

Kini kelas 11 IPA 1 berantakan. Sudah tidak terlihat seperti kelas. Meja sudah bergeser sana sini, begitu juga kursinya.

Pelajaran di kelas 11 IPA 1 hari ini adalah kimia. Bu Rinda telah membagi mereka menjadi 6 kelompok karena hari ini mereka akan melakukan sebuah praktikum. Uji larutan asam basa.

Kalau ditanya kenapa tidak melakukan praktikum di laboratorium kimia saja? Jawabannya karena kalau semisal nanti praktikum di laboratorium kimia, akan memakan banyak waktu. Ditambah lagi kelas IPA 1 ini sukanya ngulur-ulur waktu. Belum nanti buat beresin peralatan yang tadinya mereka pakai. Kebayang 'kan? Pasti akan memakan waktu lama. Dan yang pasti, mereka sekelas akan dianggap berencana untuk membolos pelajaran berikutnya.

Oleh sebab itu, Bu Rinda meminta mereka melakukan praktikum di kelas saja. Selain itu, supaya Bu Rinda juga tidak kena marah guru yang mengajar di jam pelajaran berikutnya.

Semua sudah kumpul menurut kelompoknya masing-masing. Tentu saja masih dengan keadaan meja dan kursi berantakan.

Suasana kelas benar-benar ricuh. Ditambah lagi saat ini Bu Rinda dan sebagian anak sedang ke bawah menuju laboratorium kimia untuk mengambil alat-alat dan bahan yang berada di sana.

"Waktu terasa semakin berlalu. Tinggalkan cerita tentang kita. Akan tiada lagi kini tawamu. 'Tuk hapuskan semua sepi di hati."

Ara mendengar ada yang sedang menyanyikan lagunya Peterpan yang judulnya "Semua Tentang Kita". Suaranya benar-benar bagus sekali. Merdu, enak banget didengar. Mungkinkah dia pernah ikut paduan suara? Dari suaranya, sepertinya dia sudah terbiasa untuk latihan teknik vokal. Dia nyanyi lirih, tetapi di telinga Ara terdengar begitu keras, seakan-akan dia yang menyanyikan lagu tersebut berada dekat dengannya.

"Ada cerita tentang aku dan dia. Saat kita bersama, saat dulu kala. Ada cerita tentang masa yang indah. Saat kita berduka, saat kita tertawa."

Semakin terdengar jelas. Secara refleks, Ara memutar kepalanya ke arah belakangnya. Di sana terdapat seorang cowo yang masih terus menyanyikan lagu tersebut.

Secara tidak sengaja, mata keduanya bertemu. Tidak sampai tiga detik, Ara langsung memalingkan wajahnya. Dia ber-istighfar.

Astaghfirullahaladzim.

Tanpa mereka sadari, mereka mengucapkan istighfar secara bersamaan.

Selang beberapa menit kemudian, Bu Rinda dan anak-anak yang tadi membantu beliau telah datang menuju kelas dengan berbagai bawaan mereka dari laboratorium kimia.

Bu Rinda pun menjelaskan sedikit demi sedikit dan kemudian meminta mereka semua untuk praktik sendiri. Tak lupa Bu Rinda mengingatkan mereka untuk memfoto hasilnya yang nantinya akan mereka jadikan laporan praktikum.

Mereka pun mulai melakukan praktikum.

~oOo~

Hari ini adalah hari Sabtu. Waktunya libur sekolah. Tetapi hal itu tidak berlaku bagi Ara. Kini dia harus merelakan waktu weekend-nya untuk mengerjakan tugas kelompok seperti saat ini.

Bersama dengan temannya yang satu kelompok di tugas seni budaya, Ara saat ini tengah berada di satu pusat perbelanjaan di kotanya. Di sini cukup ramai. Mereka memilih untuk diskusi di food court.

"Mau sekalian makan kaga?" tanya Azzam.

"Bolehlah, kebetulan gue laper, nih."

"Ditraktir Azzam, nih?" tanya Alif dengan kekehannya. Memangnya, dimana pun dia berada, selalu tanya seperti itu. Memang sukanya kalau ditraktir.

"Kagalah. Bayar sendiri-sendiri. Nanti kalau gue udah sukses, baru deh gue bayarin kaga masalah," ucap Azzam.

"Ara mau nasi goreng aja. Nggak usah pakai sayur, ya," ucap Ara kepada Azzam karena Azzam lah yang nantinya akan memesankan pesanan mereka. Tentunya dengan uangnya masing-masing.

Oh iya, Ara itu tipikal orang yang kurang suka sayuran. Tetapi, dia mulai mencoba untuk makan sayur-sayuran. Karena dia sudah sering kena teguran.

Alasan ini tadi kenapa Ara memesan nasi goreng tanpa sayur karena Ara yakin pasti di dalam nasi goreng tersebut akan ada kacang polongnya, Ara tidak menyukai. Ara pernah waktu itu diajak temannya untuk pergi keluar makan berdua. Dan itu di dalam nasi gorengnya terdapat kacang polong. Ara mencobanya dan dia benar-benar tidak menyukainya. Menurutnya, rasanya begitu aneh di lidahnya.

Setelah semuanya bilang ke Azzam mau makan apa saja, Azzam pun menghampiri penjualnya dan segera memesannya. Tak lupa Azzam membeli minuman, Tea Break. Semuanya disamakan, Azzam memilih varian coffe milk.

Setelah memesan makanannya dan membeli minumannya, Azzam kembali ke tempat duduknya. Di sana teman-temannya masih saja asyik dengan handphone mereka. Tidak ada yang mengobrol.

"Apa ini? Kalian pada satru (musuhan) atau gimana? Diem-diem aja dari tadi gue perhatiin," ucap Azzam memecah keheningan di antara mereka.

"Siapa yang musuhan? Kita nggak musuhan, kok. Kan kita berteman baik. Gimana sih lo, Zam," ucap Vian tidak terima jika Azzam katakan bahwa mereka itu sedang musuhan.

"Mana gue tau. Lagian pada diem. Ngobrol apa gimana gitu," ucap Azzam.

~oOo~

AUTHOR NOTE

Hai teman-teman! Yeay udah hari Senin dan Istikharah Cinta udah update nih. Terima kasih buat teman-teman yang sudah menunggu cerita ini update. Dan terima kasih juga buat kalian yang udah mau baca cerita ini. Sampai jumpa hari Rabu, ya!

Istikharah CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang