"Kau tidak sedang memikirkan langkah untuk balas dendam, kan?" Seolah membaca pikiran, Braile tahu benar apa yang membuat Jeff begitu diam seperti sekarang. Bekerja selama tujuh bulan dengan pria itu membuat Braile hafal betul dengan setiap gerak-gerik yang dilakukan Jeff. Bahkan Braile dapat menebak dengan tepat apa yang dipikirkan oleh pria itu.

"Lebih baik kau khawatirkan kondisimu terlebih dahulu." Braile kembali melanjutkan langkahnya yang tertunda. Puan itu berjalan menuju pintu kamar.

"Bagaimana dengan anak buah pamanku yang kutancapkan sebuah pisau?" Braile kembali menghentikan langkahnya. Menoleh ke arah Jeff yang masih duduk pada posisinya.

"Bagaimana lagi? Tentu saja dia mati." Jawaban Braile terdengar semakin dingin. Jeff yang tidak terlalu peduli dengan apa yang orang katakan padanya pun merasa sedikit kesal dengan cara bicara Braile.

Ketika tangan puan itu sudah menyentuh pintu dan hendak menekankan kode, suara Jeff kembali menginterupsi kegiatannya.

"Pantas saja cara bicaramu begitu menyebalkan. Tamu bulananmu sedang datang, ya?" Sontak, Braile membulatkan kedua matanya. Dilihatnya celana bagian belakangnya. Tampak beberapa bercak noda merah kecokelatan yang membuatnya begitu malu sekarang. Jeff yang melihat reaksi langka dari Braile itu pun terkekeh sembari memegang perutnya yang masih terasa sakit.

Mengapa kau mengatakan itu sekarang? Kau sungguh membuatku ingin melemparkan diri ke dalam jurang!

o0o

Hari ini, Jeff absen dari kantornya meskipun harus melalui perdebatan panjang dengan Braile terlebih dahulu. Yah, tidak ada salahnya beristirahat sejenak dari tumpukan berkas-berkas yang harus dibaca dan ditandatanganinya. Justru, dengan ketidakhadirannya di kantor, Jeff dapat melakukan aktivitas lain yang sudah lama dinantikannya.

Suara langkah kaki mulai terdengar menggema memenuhi seisi ruangan. Jeff menoleh ke arah datangnya sumber suara. Seorang laki-laki satu tahun lebih muda darinya itu mengembangkan sebuah senyuman sedikit canggung. Jeff beranjak dari duduknya. Berdiri menyambut Dokter Kim yang mengabarkan kabar baik padanya beberapa jam yang lalu.

"Maafkan saya, Pak Jeff. Saya terlalu bersemangat hingga saya lupa bahwa Pak Jeff sedang terluka. Padahal saya yang merawat Anda kemarin." Dokter Kim menggaruk tengkuknya. Merasa tidak enak karena telah mengganggu waktu istirahat rekan kerja samanya itu.

"Ah, tidak masalah. Saya juga kelewat senang sehingga saya lupa dengan rasa sakit di perut saya." Jeff tersenyum begitu ramah. Membuat Dokter Kim merasa sedikit lebih tenang karena ternyata Jeff sudah jauh lebih membaik daripada kemarin.

Mereka kemudian berjalan menuju sebuah ruang kaca yang berada di dalam laboratorium pribadi milik Dokter Kim itu. Keduanya berjalan sedikit lambat dari biasanya. Mengingat kondisi Jeff yang belum pulih total.

"Sepertinya Anda rajin berolahraga, ya?" tanya Dokter Kim tiba-tiba.

Jeff tersenyum singkat. "Ya, saya rajin berolahraga. Pagi sehabis bangun tidur dan malam sebelum tidur."

Dokter Kim pun menganggukkan-anggukkan kepalanya. "Pantas saja. Untuk orang yang terluka di bagian perut dan sempat mengeluarkan banyak darah, Anda termasuk begitu kuat. Bahkan sudah mampu berdiri dan berjalan."

Mereka akhirnya sampai pada ruang kaca tersebut. Dapat Jeff lihat seseorang tengah berbaring di sana. Seseorang dengan paras yang begitu mirip, bahkan persis dengan seseorang yang sudah beberapa tahun ini menunjukkan kesetiaan padanya.

"Apakah Tuan Taeyong akan datang ke sini?" tanya Dokter Kim sebelum masuk ke dalam ruangan tersebut. Jeff pun mengangguk.

"Ya, dia sedang berada dalam perjalanan."

"Jeff! Dokter Kim!" Suara panggilan dengan nada tinggi akibat berteriak itu membuat Jeff dan Dokter Kim menoleh ke arah sumber suara. Taeyong datang dengan wajah sumringahnya. Sepertinya sudah tidak sabar untuk bertemu dengan orang yang sudah dinanti-nantikan kehadirannya.

"Baru saja kami membicarakanmu," ujar Jeff yang membuat Taeyong membulatkan kedua matanya.

"Apa? Mengapa kalian membicarakanku?"

Dokter Kim terkekeh mendengar respon yang diberikan oleh Taeyong. "Tidak. Saya tadi bertanya apakah Anda akan datang ke sini."

"Dan saya benar-benar datang ke sini."

Dokter Kim terkekeh sekali lagi. "Apakah Anda sudah tidak sabar untuk bertemu dengan kembaran Anda?"

"Ya! Saya sudah sangat tidak sabar. Saya ingin mengajarkan banyak hal padanya," jawab Taeyong dengan begitu antusias. Membuat Jeff sedikit tidak percaya akan respon yang diberikan oleh anak buahnya yang selalu terlihat dingin itu.

"Kau sudah seperti seorang ayah yang menantikan kelahiran anaknya," cibir Jeff yang membuat Dokter Kim tidak sanggup untuk menahan tawanya.

"Baiklah kalau begitu. Bisa kita mulai sekarang?"

Jeff dan Taeyong mengangguk mantap menjawab pertanyaan yang terlontar dari mulut Dokter Kim barusan.

Dokter Kim segera masuk ke dalam setelah mengenakan perlengkapan untuk melakukan aksinya. Beberapa anak buah Dokter Kim yang sedari tadi sudah berada di sana pun mencoba untuk membantu atasannya itu semaksimal mungkin.

Jeff dan Taeyong melihat dari luar. Dokter Kim mulai mengambil cairan menggunakan jarum suntik. Ketika jarum itu hendak disuntikkan pada tangan kanan objek penelitian, baik Jeff maupun Taeyong merasakan jantungnya berdetak semakin kencang.

Satu cairan berhasil disuntikkan. Dokter Kim melangkahkan tungkainya satu langkah ke belakang. Melihat perubahan apa yang akan terjadi pada objek eksperimennya. Jeff dan Taeyong pun sudah begitu harap-harap cemas. Keduanya sukses membulatkan netranya tatkala monitor yang menampilkan ritme detak jantung itu mulai berbunyi.

"Jeff, he's alive."

TRAP | Jung JaehyunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang