"Pertama, saya bukan klien Anda." Satu kalimat yang dilontarkan oleh wanita itu sukses membuat kedua netra Jeff membola. "Kedua ... "—Wanita itu beranjak dari duduknya. Mendekatkan wajahnya pada Jeff—"saya adalah bayarannya," jelasnya sembari mengembangkan senyuman penuh goda. Namun, Jeff tidak tergoda sama sekali. Saat ini, netranya justru menatap tepat pada kedua manik coklat milik wanita itu.

"Rupanya kalian sedang bermain-main," tukas Jeff.

"Sekarang, giliran saya untuk berbicara," ucap Jeff. "Pertama, saya tidak tertarik dengan wanita seperti Anda. Kedua, saya tidak akan mengambil kesepakatan yang hendak Anda tawarkan," tegasnya seraya beranjak dari duduknya.

Di luar dugaannya, wanita itu tidak berkutik sama sekali. Padahal Jeff sudah membayangkan jika wanita itu akan menahan dan memohon kepadanya. Ternyata, dugaannya salah besar. Beruntung, dia tidak berurusan dengan wanita merepotkan yang malah dengan senang hati merendahkan diri di hadapannya.

Suasana hatinya menjadi begitu buruk. Jeff putuskan untuk tidak kembali lagi ke kantor. Pria itu memilih untuk langsung pulang ke rumah untuk menjernihkan pikiran. Sebab, wanita yang baru saja bertemu dengannya itu tampak tidak begitu asing baginya. Jeff juga masih menduga siapa orang yang bermain-main dengannya dan membuatnya membuang waktu berharga karena pertemuan sampah tadi.

"Bajingan mana yang tidak punya uang untuk membayar jasaku dan malah mengirimkan wanita murahan seperti tadi? Awas saja kalau ketemu, akan kuhabisi," gerutunya selama dalam perjalanan pulang.

Pengusaha berusia awal tiga puluh tahun itu akhirnya tiba di rumah. Dilirknya sebuah jam tangan yang melingkar di tangan kirinya. Jarum jam menunjuk angka lima. Langit pun sudah mulai gelap. Matahari juga kian meredup. Tiba-tiba saja pikirannya terarah pada Braile. Mungkin puan itu tengah bersiap-siap untuk pulang.

Jeff turun dari mobil. Berjalan masuk dengan menenteng beberapa dokumen yang tadi diberikan oleh Dokter Kim. Langkahnya terhenti tepat di depan pintu tatkala pria itu mendapati sebuah kotak hadiah berwarna hitam yang tergeletak di sana. Jeff meraih kotak tersebut sembari melihat sekeliling. Barang kali si pengirim masih berada di sekitar.

Namun, sesuatu terasa aneh dan mengganjal pikirannya. Siapa yang mengirim kotak tersebut? Bagaimana bisa orang itu masuk ke dalam rumah Jeff padahal pagar rumahnya menggunakan sistem keamanan yang begitu ketat.

Matanya memicing. Jantungnya berdetak semakin kencang. Penasaran sekaligus khawatir dengan isi kotak tersebut. Dibukanya kotak hitam berukuran 15x15 cm itu dengan penuh hati-hati. Kedua netranya membulat sempurna tatkala melihat isi dibalik kotak tersebut. Sebuah handcuff yang berlumuran dengan darah lengkap dengan secarik kertas yang diselipkan di bawahnya.

"You have opened the box. So, enjoy the torture!"

Jeff meremas kertas tersebut hingga buku-buku jarinya memutih. Menyalurkan segala amarah yang kian membuncah. Hari ini merupakan hari yang paling sial baginya. Sedari tadi, orang-orang seakan mempermainkannya. Dimulai dari wanita yang ditemuinya barusan, hingga kiriman teror yang sekarang ia terima.

Belum selesai menyalurkan amarah, kini ponselnya bergetar. Lagi-lagi, telepon dari nomor tidak dikenal. Jeff segera menganggkat telepon tersebut.

"Bagaimana dengan hadiah yang kukirim?" tanya seseorang di seberang sana. Jeff langsung mengenali siapa pemilik suara tersebut. Tangannya kembali mengepal kuat. Sudah bersiap untuk menghantam pintu yang ada di depannya.

Netranya kembali berpendar menelaah sekeliling rumahnya. Siapa tahu si pengirim kotak tersebut sedang melihatnya. Namun, Jeff tetap tidak menemukan siapa pun. Hal itu membuatnya sedikit frustasi.

"Hadiah darimu tidak membuatku takut," balas Jeff dengan nada yang begitu serius.

"Benarkah? Sepertinya kau terkejut."

TRAP | Jung JaehyunDove le storie prendono vita. Scoprilo ora