18.

13.6K 2.1K 56
                                    

Kalo Ada typo kasih tau. Oke, selamat membaca🐔

***

Ke esokan paginya.

Lina tersenyum cerah, dia memikirkan ucapan Niko tadi malam. Gadis itu boleh tidak bekerja, tapi tetap mendapatkan gaji. Kan enak. Ah, memikir kan nya saja sudah membuat Lina senang. Apa lagi kalo uang nya udah beneran ada. Jadi gak sabar nunggu gajiannya.

Lina mengembungkan pipinya, dari jauh dia melihat ada mobil berwarna hitam di warung dekat sekolahan. Lina berjalan mendekat, tunggu dulu. Sepertinya dia kenal dengan mobil itu.

Mobil itu kan..

"Kak Dipta!" teriak Lina. Gadis itu berlari menghampiri Dipta yang bersandar di mobil nya dengan wajah pucat.

"Kak Ta, lo sakit."

Dipta hanya diam tak menjawab apa-apa. Lina menghela nafas kasar, menyantuh kening Dipta yang terasa sangat panas. Lalu membantu laki-laki itu masuk kedalam mobil.

"Kita kerumah sakit ya," kata Lina sambil menyalakan mobil. Tetapi Dipta menggeleng. "Ke rumah," lirih nya sebelum memejamkan mata.

"Kak Dipta!" pekik Lina.

Dia panik, gadis itu segera mencari alamat Dipta di tas cowok itu. Setelah ketemu, Lina segera menjalankan mobil Dipta. Sampai di rumah laki-laki itu, Lina memapah badan besar Dipta keluar dari mobil.

Satpam yang melihat Lina segera membantu membawa Dipta sampai ke dalam kamarnya.

"Kenapa den Dipta tidak dibawa kerumah sakit? Ngomong-ngomong adek siapanya aden?" tanya pak satpam

"Saya pacarnya, pak. Tadi dia gak mau ke rumah sakit, jadi saya bawa kesini," jawab Lina.

"Oh begitu. Yaudah, tolong rawat den Dipta sebentar ya. Tuan dan nyonya sedang tidak ada dirumah."

"Siap pak, makasih ya."

Pak satpam hanya menganggukkan kepalanya. Tanpa mengatakan apa-apa lagi, pak satpam segera pergi.

"Ish, kenapa bisa gini sih. Tau sakit malah pergi sekolah."

Lina menatap badan Dipta yang sedang tidur tengkurap diatas kasurnya. Lalu gadis itu pergi keluar dari kamar menghampiri maid untuk meminta kompresan, dan dibuatkan bubur untuk Dipta.

Jujur, sebenarnya Lina sedikit khawatir. Bagaimanapun Dipta itu ada lah karakter favorite nya. Beberapa menit berlalu, Lina membuka pintu kamar, memandang sebentar Dipta yang masih tengkurap baru masuk kedalam.

"Kak Ta."

Lina membalikkan badan Dipta menjadi terlentang. Dipta tak mengatakan apa-apa, dia hanya menatap gadis itu sayu.

"Kenapa bisa sakit sih," dumel Lina sambil mengompres Dipta.

"Jangan ngaku-ngaku jadi pacar gue," ucap laki-laki itu. Lina mendengus, di tanya apa dijawab nya apa.

Gadis itu memalingkan muka. "Nih, makan!" titahnya sambil menyodorkan semangkuk bubur.

Dipta menggeleng.

"Makan."

"Gak."

"Kak Dipta, makan!"

"Gak."

"Kak." Lina menatap Dipta kesal, bisa-bisa dia stress hanya mengurusi Dipta. Ternyata orang pendiam kalo sakit benar-benar merepotkan.

"Kak Dipta makan ya," kata Lina pelan, kini Dipta mengangguk.

"Suapin."

"Heh?" Lina melototkan mata. "Gak, makan sendiri. Lagian kita bukan siapa-siapa, jangan nyusahin gue," tolak Lina, namun Dipta hanya diam saja. Lina menghela nafas pelan, lalu menyendokkan bubur itu menyuapi Dipta. Lebih baik mengalah bukan?

Sampai suapan ke empat Dipta menggelengkan kepalanya. Lina menaruh mangkuk yang masih berisi banyak bubur itu ke meja.

"Dah kan? Gue mau pulang," ucap gadis itu.

Dipta hanya diam, tiba-tiba laki-laki itu bergerak ingin turun dari kasur. Lina panik, segera membantu Dipta kembali berbaring.

"Mau kemana kak? Masih sakit juga."

Dipta menunjuk lemarinya. "Mau ganti baju. Kenapa? Lagian kita bukan siapa-siapa," katanya pelan. Apa-apaan itu? Dia menyalin kata-katanya. Lina terdiam, menatap Dipta aneh. Beberapa hari tidak bertemu sepertinya pak ketua osis ini sedang frustasi.

"Biar gue aja, jangan banyak ngomong." Lina mengerucutkan bibirnya kemudian melangkah menuju lemari baju Dipta.

"Yang ini ya," ucap Lina sambil mengangkat kaos berwarna putih, Dipta hanya menganggukkan kepalanya. Lina ikut mengangguk lalu memberikan kaos itu kepada Dipta.

Dipta dengan santainya membuka seragam sekolah yang dia kenakan, Lina sontak membalikkan badan. Gini-gini dia juga bisa malu, walaupun sering membual ingin melihat roti sobek secara langsung. Tapi tetap saja, saat ini dia sedang tidak siap. Bagaiman kalo gadis itu tanpa sadar nge grepe-grepe badan Dipta, kan lucu.

"Kenapa?"

Lina mendengus mendengar Dipta bertanya kenapa, dia berdecak kesal. "Ck, cepet pake baju."

"Mmh... Dah."

Lina membalikkan badan kembali mengahadap Dipta. "Udah ya, gue mau pulang kak Dipta."

"Lin."

Dipta tiba-tiba meraih kedua tangan Lina lalu menaruh tangan gadis itu dipipinya. Lina terkejut, ingin menarik tangannya kembali namun Dipta menggeleng.

"Septian Marchelina."

Lina bungkam, Dipta menatap Lina lembut. Apa apaan itu? Kenapa Lina jadi deg-deg an. Tidak, tangannya yang masih menangkup pipi halus Dipta membuat jantung gadis itu berdebar-debar.

"Bisa suka sama gue?"

Lina menggelengkan kepala. Ego nya berkata tidak, tapi prasaannya berteriak iya. Gimana sih?

"Lina, lo menarik."

Lina mengerutkan kening, dia tidak mengatakan apa-apa. Dipta juga diam, laki-laki itu tiba-tiba menarik Lina kedekapannya.

Apaan sih ini maksudnya?

***

Sipsip, agak gak nyambung si. Ayo, silahkan menghujat-



GEMBEL KAYA RAYA Where stories live. Discover now