KEDATANGAN JULIO DI KAMPUS PENDOR

66 13 6
                                    

Hari ini, Elang punya jadwal ngampus mata kuliah pencak silat. Perkuliahan di mulai dari pukul 14.30 sampai 15.30 sore. Untung saja cuacanya tidak panas, langit seakan tahu bahwa mahasiwa pendor, khususnya kelas Kepel 3A sedang mati-matian belajar menghafal gerakan dasar yang diperagakan oleh Pak Adi selaku dosen pancak silat, tak terkecuali geng trio bening.

Tampak Elang sedang fokus mencerna gerakan yang dipraktikkan Pak Adi di depan.

"Kuda-kuda tengah lu kurang, Lang. Buka lagi kaki kanan lu tuh," bisik Cakra yang posisi barisannya ada di sebelah kanan Elang.

Elang segara memperbaiki posisi kakinya, "Gini, Cak?"

"Iye, udah bener."

"Thank you, adek ipar."

Cakra menunduk seraya menggeleng pelan, bisa-bisanya seorang Elang dengan entengnya ngomong adek ipar. Batin Cakra, "Gimana kalo orang-orang pada denger? gila bener manusia satu ini."

Setelah kejadian yang menimpa Una di belakang musala beberapa hari yang lalu, Cakra memang sudah mencari tahu tentang perasaannya, begitu pula dengan Una, mereka berdua sudah mengkonfirmasi bahwa saling jatuh cinta. Status mereka juga sudah berubah menjadi pacaran secara resmi. Tapi, informasi sebesar ini tidak boleh sampai tercium warga kampus. Cakra dan Una sudah sepakat bahwa ingin menjalin hubungan diam-diam karena tak ingin repot dengan orang sekitar. Bayangkan saja jika warga kampus tahu, jelas akan menimbulkan masalah baru, apalagi selama ini Cakra selalu menolak pengakuan cinta dari banyak perempuan di kampus.

"Cak, pukulan atas gue udah bener belom ni?" tanya Dhana yang barisannya tepat di sebelah kanan Cakra.

"Naikin dikit tangan lu, emang mau mukul dada? Pukulan atas sasarannya kepala, Dhan," tutur Cakra dengan suara yang lirih.

"Asiyap adek ipar." Dhana sengaja meledek Cakra seraya menahan tawa.

Dhana juga tahu apa yang terjadi antara Cakra dan Una, ini disebabkan mulut Elang yang tidak bisa direm ketika bercerita, apalagi Dhana sahabat dekatnya, semakin menambah semangat Elang untuk memberi kabar terbaru yang ia tahu.

"Sabar, sabar. Dua anak ini pada kenapa seh?"

***

Setelah perkuliahan pencak silat dibubarkan, Elang, Dhana dan Cakra duduk di teras ruang senam untuk melepas penat. Tenaga mereka terkuras karena selama satu jam mempelajari rangkaian gerak kuda-kuda, pukulan, dan tendangan. Andaikan Elang dan Dhana lupa nama-nama gerakan yang sudah dipelajari tadi, mereka bisa tenang, ada Cakra si penolong.

Tak jauh dari tempat duduk mereka bertiga, anak-anak kelas Kepel 1A baru mulai masuk perkuliahan praktik bola voli. Layaknya film India yang berjudul Mohabbatein, pandangan Elang tak bisa lepas dari Lia yang sedang melakukan warming up di lapangan voli yang berjarak 30 meter dari tempat duduknya. Cakra seakan tak ingin kalah, senyumannya merekah ketika melihat Una memimpin pemanasan, tinggallah Dhana seorang diri yang merana karena Mbak Mawar, si pujaan hati tidak ada jadwal masuk ke kampus hari ini.

"Kalian berdua kesambet apa sih senyum-senyum sendiri? Udah nggak waras ape begimane nih?" Dhana merasa kesal karena ia sendiri yang tidak bisa melihat kekasih hati di kampus.

"Katanya nggak mau ketahuan, tapi sikap kalian yang kayak begini bukannya malah memperjelas semuanya?" sindir Dhana.

Dhana tak habis pikir dengan kedua sahabatnya yang sedang dimabuk asmara ini, pikir Dhana, "Yang satu demen tapi terhalang tunangan orang, yang satunya lagi pengen ngejalanin hubungan secara diam-diam? Halah! Nyatane opo iki?"

"Apa gue jelas banget, Dhan?" tanya Elang.

"Bukan jelas lagi, mata lu tu kayak ngasi pengumuman ke semua orang kalo elu polling in lop sama Lia."

"Kalo gue, Dhan?" Cakra tak ingin kalah, ia juga ingin tahu bagaimana penilaian Dhana.

"Yaaah, elu lagi. Baru pertama jatuh cinta ya? Segitunya ngeliatin Una, ibarat es, gara-gara mandangin Una terus, lu jadi meleleh tak bersisa."

"Ya udah, kalo di kampus gue bakal akting cuek aja deh, daripada berabe urusannya," ujar Cakra.

"Nah, untung paham. Pinter-pinter lu aja Cak buat nyembunyiin perasaan lu, gue yakin kalo seluruh warga kampus tau, bakal geger."

"Udah udah, gue kan jadi ngeri ngebayanginnya." Cakra bergidik ngeri.

"Baek-baek lu sama Adek gue, Cak."

"Iya, Abang. Hahaha." Cakra tergelak karena ucapannya sendiri. Ini pertama kalinya Cakra memanggil Elang dengan sebutan Abang, dibarengi gaya khas Una tentunya.

"Kampret lu." Elang mendorong bahu Cakra sampai tubuh laki-laki itu terdorong ke belakang.

Ditengah kehebohan trio bening yang sibuk membahas masalah percintaan, ada sosok laki-laki bertubuh atletis datang dengan kendaraan bermotor, laki-laki itu memarkirkan motornya di parkiran kampus. Perasaan Elang sudah tidak enak, ia tahu bahwa laki-laki itu bukanlah mahasiswa pendor, melainkan manusia yang jadi beban pikiran Lia selama beberapa bulan ini.

"Mau ngapain dia ke sini?"

"Siapa, Lang?" tanya Dhana kebingungan.

"Tuh, tunangannya Lia." Wajah Elang terlihat serius, ia sungguh geram jika mengingat perlakukan yang Lia terima gara-gara ulah Julio.

"Gilak! Berani amat dia ke sini, Lang," Cakra menimpali.

"Kalo gue berantem sama dia, kira-kira gue bisa menang nggak, Cak?"

"Kenapa? Tumben lu nggak pede. Biasanya selalu pede di segala kondisi."

"Dia anak boxing, Cak. Kalo nanti kira-kira gue bakalan kalah, kalian bantuin gue ya?"

"Gue nggak jago berantem, Lang. Tapi, tenang. Ada Cakra," tutur Dhana.

"Gue nggak ikut-ikutan ah, kan masalah kalian bertiga."

"Oh, jadi gini pembalasan elu setelah gue restuin hubungan lu sama Una, oke, fine. Cukup tau!" rajuk Elang.

"Nggak gitu, Lang. Iya iya, kalo darurat nanti gue bantuin."

Cakra lebih memilih mengalah, daripada hubungannya dengan Una dipersulit Elang, lebih baik ia mengulurkan bantuan.

Julio tampak setia menunggu Lia menyelesaikan perkuliahannya sore ini. Entah apa yang akan dilakukan laki-laki itu, Elang sungguh khawatir.

Sementara Lia yang menyadari kedatangan Julio mulai cemas, ia takut akan diperlakukan kasar lagi dan diancam yang tidak-tidak. Sesekali Lia memandang ke arah Elang dan laki-laki itu memberikan senyuman sekaligus memberi tanda melalui gestur wajahnya bahwa semua akan baik-baik saja.

Saat kelas Kepel 1A dibubarkan, Una terlihat ramah menghampiri Lia.

"Lia, nanti pulang bareng aku sama Bang Elang aja ya? Ada laki-laki brengsek itu di parkiran."

"Tapi, Na-"

"Udah, nggak usah tapi tapian, aku udah tau semua dari Bang Elang, bahaya Lia kalo kamu hari ini pulang sendirian."

"Kayaknya dia mau bikin perhitungan sama aku deh."

"Nggak pa pa, yang kamu lakuin kemaren itu udah bener, apa gunanya kita latihan taekwondo kalo nggak diterapin di dunia nyata? Rileks aja, jangan tunjukin wajah takut, ntar dianya malah ngelunjak. Aku tinggalin kamu berdua sama Julio dulu, nanti kalo kamu dalam bahaya, pake kekuatan kamu, aku yakin dia nggak berani macem-macem, ini kampus kita, Lia. Aku sama Bang Elang mantau dari sana. Oke?" Una menunjuk teras ruang senam, tempat Elang, Dhana dan Cakra istirahat.

Lia mengangguk pelan tanda mengerti apa yang dikatakan Una.

Elang ||  Lucas NCT - SUDAH TERBIT✅Where stories live. Discover now