ELANG'S FAMILY

236 20 93
                                    

Elang Ganendra Ardani punya alasan mengapa ia menyukai permainan bola voli. Pertama, bola voli itu bentuknya unik, bulat, warnanya cerah mempesona, apalagi yang merek mikasa warna kuning kombinasi biru, benar-benar bisa menyegarkan mata.

Kedua, laki-laki yang jago main voli itu tingkat kegantengannya bertambah 10 persen. Kata Elang, "Naiknya dikit aja, kalo persennya naik terlalu banyak, nanti di kira oplas."

Ketiga, Elang menyukai teriakan suporter ketika dirinya bermain di lapangan, biasanya tiga kali sentuhan bola, sebelum bola di smash ke lapangan lawan, suporter akan meneriakkan angka satuuuu duaaa tigaaaaaa, sampai bola jatuh di daerah lawan. Sungguh, Elang merupakan smasher andal yang prestasinya sudah tak diragukan lagi di tingkat kabupaten.

Keempat, dengan bermain voli, Elang bisa menghasilkan pundi-pundi rupiah untuk membantu perekonomian keluarga. Ia sudah menekuni dunia voli sejak umur 14 tahun dan kini sudah menjadi tim inti andalan kabupaten.

Alasan kelima, hmm ... ini cukup meresahkan. Pesona Elang ketika berlaga di lapangan mampu meluluhlantakkan pertahanan hati gadis-gadis cantik yang berada di kursi penonton. Elang bisa dengan mudah memacari gadis manapun yang dirasa cocok dengannya. Dasar krokodail kelas kakap.

Keluarga Elang sangat sederhana. Elang hidup bersama Mama dan adiknya. Sang ayah sudah meninggal sejak usia Elang menginjak angka 10 akibat serangan jantung. Sedangkan Mama bekerja sebagai penjual aneka macam kue. Setiap pagi sebelum Elang berangkat ke kampus, ia mengantarkan Mama ke warung-warung sarapan untuk menitipkan kue.

Saat ini, Elang duduk di bangku perkuliahan, memasuki semester tiga, jurusan yang ia ambil adalah Pendidikan Olahraga, tidak ada alasan istimewa, Elang hanya ingin tetap bisa kuliah sekaligus fokus menjadi atlet voli yang terus mengukir prestasi, tentu saja ia harus bisa menghasilkan uang untuk membayar uang kuliahnya. Apalagi tahun ini sang adik juga akan menjadi mahasiswi baru.

Aruna Kana Pramudhita, biasanya dipanggil Una, ia merupakan adik sekaligus musuh bebuyutan Elang ketika di rumah, bagaimana tidak? Elang selalu dibuat geram dengan tingkah adiknya yang usil, bahkan tak jarang pintu kamar Elang jadi sasaran empuk untuk dijadikan bahan coret-coret. Contohnya saja kemarin, sewaktu Elang enggan meminjamkan kunci motornya pada Una, terpampang besar tulisan seperti ini, "Orang pelit bakal dapet azab sembelit, ti-ati lu, Bang."

Kemudian, di bawahnya lagi ada tulisan dengan ukuran yang lebih besar, "Seorang Abang yang tega sama adiknya nggak bisa dipanggil Abang, jadi gimana, Bang? Mau Una panggil krokodail nggak? Biar pas sama citra Abang di kampus!"

Citra Elang sebagai atlet voli memanglah luar biasa, tapi citranya sebagai buaya darat juga sudah mendunia. Bukan sulap bukan sihir, bukan pula ilmu pelet, tapi kegantengan seorang Elang memang tiada tanding, bahkan Elang sendiri pernah bilang sama Una, "Dek, kalo Amerika punya Justin Bieber, maka Asia mesti bangga karena punya Abang, Elang Ganendra Ardani. Hahahaha."

Mendengar pernyataan dari abangnya yang terkesan percaya diri tingkat dewa, Una seakan mau muntah, "Huweeek, apaan? Muka kayak genteng bocor gitu mau disama-samain Justin Bieber, jauh kali ah, Bang!"

Una memang begitu, menurut quotes yang pernah Una baca, untuk jadi adik yang baik, harus mengolok-olok abang sesering mungkin. Entah dari mana ia menemukan kata-kata seperti itu. Bagi Una, perang mulut yang ia ciptakan bersama Elang bisa menghidupkan suasana di rumah dan membuat Mama tidak merasa kesepian.

"Ma, muka Abang dibilang kayak genteng bocor. Una perlu pake kacamata kayaknya nih, Ma." Elang berdiri menghadap Una yang sedang duduk di sofa ruang tamu.

"Udah, Bang, jangan berantem mulu sama Una. Sini, bantuin Mama cuci piring!" perintah Mama dari dapur.

"Mampus lu, Bang! Wekekekeke." Una sekuat tenaga menahan tawanya agar tidak terdengar oleh Mama.

"Ma, Una ngetawain Abang."

"Heleh, dasar pengadu! Malu sama umur, Bang." Una menampar pundak Elang dengan keras untuk memberikan pelajaran pada abangnya.

"Saket woi ah. Kampret lu, Dek. Sini nggak lu!" Elang meringis kesakitan akibat tamparan telapak tangan adiknya yang terasa bagai hot sauce. Dengan sigap Elang mulai berlari mengejar adik semata wayangnya itu.

Rumah Mama sore ini terasa riuh sekali, padahal hanya karena ulah dua bersaudara, mungkin inilah definisi Tom and Jerry yang sesungguhnya di dunia manusia. Una berlari sekencang-kencangnya, lebih lesat dari kuda, hanya untuk menghindari terkaman Elang. Ruang tamu yang ada di rumah Mama seakan tak cukup untuk menjadi tempat pelarian Una, seboleh akal ia menghindari Elang dan mencari aman dengan berlari ke arah Mama.

"Ma, Abang main kekerasan, Ma!" Una terkekeh memegang lengan Mama sembari terengah-engah bersusah payah mengatur napas. Gadis yang saat ini rambutnya dikuncir dua itu menjulurkan lidahnya sebagai tanda ejekan pada Elang, hatinya puas sekali karena sudah berhasil memancing kekesalan seorang Elang Ganendra Ardani.

"Eeh, kok malah kejar-kejaran toh? Mau Mama hukum nih berdua?"

"Ampun, Ma. Jangan, Ma!" Elang dan Una mengeluarkan kalimat serempak untuk memohon kepada Mama agar tak menghukum mereka.

Mama sudah pusing tujuh keliling dengan dua anaknya ini, yang satu pengadu, yang satunya lagi susah dikasi tahu. Mama juga heran, dulu ngidam apa sampai anak-anaknya tak pernah akur kalau di rumah. Satu-satunya cara agar mereka akur adalah dengan memberikan hukuman berupa menulis surat permintaan maaf satu sama lain.

Elang dan Una merasa dunianya suram ketika menulis surat permintaan maaf, apalagi jika Mama mewajibkan harus menulis kalimat "Una sayang Bang Elang" begitu pula sebaliknya "Abang sayang Una". Membayangkan saja sudah membuat bulu kuduk merinding, apalagi sampai benar-benar harus menuliskannya.

"Nanti malem bikin surat permintaan maaf, Mama gak mau tau. Sekarang, Abang bantuin Mama cuci piring. Una cepet berangkat latihan taekwondo, nanti telat lagi."

"Iya, Ma."

Dua bersaudara ini tampak lesu setelah mendengar perintah Mama, bukan karena Elang disuruh cuci piring, bukan pula karena Una harus berangkat latihan taekwondo, melainkan mereka punya beban menulis surat yang rasanya seperti harus memikul bongkahan batu besar di atas pundak. Padahal, ini bukan pertama kalinya mereka dihukum oleh Mama, sudah seringkali, tapi tetap saja masih terasa canggung untuk menulis hal-hal penuh kasih sayang seperti itu.

Hukuman seperti ini sudah diterapkan Mama sedari dulu, supaya pertengkaran yang terjadi tidak sampai menimbulkan kebencian, walaubagaimanapun juga mereka adalah bersaudara, yang harus menghormati, menyayangi dan melindungi satu sama lain.

Meskipun Una sering menjahili Elang, Mama tahu bahwa begitulah bentuk kasih sayang Una pada abangnya. Begitu pula dengan Elang, walau sering protes kepada Mama perihal keisengan Una mencoret-coret pintu kamarnya, Mama tidak pernah memarahi Una, karena Mama tahu Una hanya ingin mencari perhatian Elang saja. Apalagi Elang jarang di rumah, terkadang ia harus menjalani TC (Training Center) dan menginap di asrama atlet untuk persiapan kejuaraan daerah maupun nasional.

Selisih umur Elang dan Una hanya terpaut satu tahun, karena dulu Mama lupa mengikuti program KB, sehingga setiap bulan puasa, Mama melahirkan bayi. Tapi, setelah melahirkan Una, mama stop, tak mau punya momongan lagi, karena kata Mama, "Dua anak lebih baik."

Bayangkan saja jika anak-anak Mama lebih dari dua, bisa-bisa rumah Mama seperti kapal pecah.

Bayangkan saja jika anak-anak Mama lebih dari dua, bisa-bisa rumah Mama seperti kapal pecah

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Kenalin, dua bersaudara anaknya Mama😄
Tom and Jerry versi manusia di dunia nyata...

Elang ||  Lucas NCT - SUDAH TERBIT✅Where stories live. Discover now