PENGAKUAN TIPIS-TIPIS

67 12 5
                                    

Elang menyelesaikan perkuliahannya pada pukul 09.00 pagi, sedangkan Una pukul 08.30 pagi. Demi nebeng bersama sang abang, Una rela menunggu Elang setengah jam lagi. Una berangkat ke kampus tadi pagi dengan bermodalkan jogging, karena jarak antara rumah dan kampus hanya 500 meter saja.

Selain duduk santai di parkiran sambil menunggu Elang menyelesaikan perkuliahan takraw, Una juga punya pekerjaan sampingan yakni memperhatikan Cakra secara diam-diam. Batin Una, "Kok ada orang semanis itu sih? Ya Allah, aku kalo tiap ngampus ketemu Mas Cakra bakal semangat terus, disuruh lari lima kilo sama Buk Wija aku nggak bakal nolak kok, suwer deh."

Setelah kelas kepel 3A dibubarkan ...

"Abang!" sapa Una dari kejauhan.

"Mau ngapain sih tu anak?"

Elang menghela napas panjang, ia tak tahu taktik apa yang sedang dimainkan oleh adiknya ini. Elang takut jika adiknya bertingkah tidak normal di hadapan Cakra.

"Sama adek sendiri kok ketus sih, Lang?" ucap Dhana.

"Lu nggak tau aja gimana usilnya dia sama gue, tu anak ngeselin banget."

"Kalo dia nggak ngeselin, hidup lu bakal datar-datar aja, Lang." Cakra menimpali.

"Eh, ngomong-ngomong, si Una atlet apa, Lang?" tanya Dhana penasaran.

"Taekwondo."

"Wohoooo, keren. Berarti kalo di rumah, lu sering diajak gelud dong." Cakra girang bukan main, kalau soal Elang kena nasib sial, Dhana dan Cakra adalah tim sorak nomor satu.

"Abis badan gue yang berharga ni abis, udah nggak usah bahas dia deh, pusing gue."

Merasa pergerakan langkah abangnya terlalu lambat, Una memberanikan diri untuk berlari menghampiri Elang.

"Bang, nebeng ya," pinta Una.

Meskipun pembicaraan Una ditujukan untuk Elang, tapi matanya sedikit melirik ke arah kanan di mana tempat Cakra berdiri. Una sekuat tenaga menahan diri untuk tidak terlalu over karena berhadapan dengan Cakra. Sebenarnya Una masih malu karena sewaktu Cakra berkunjung ke rumah, ia tak mampu mengendalikan diri dengan baik. Tapi, kali ini, Una susah payah mengumpulkan keberanian. Bayangkan saja bisa berhadapan langsung dengan Cakra yang tingkat kemiripannya dengan Lee Haechan hampir mendekati seratus persen. Apa Una bisa bersikap biasa saja? Jelas tidak, Una butuh latihan, dan inilah permulaannya. Kata Una, "Kalo nggak ada action, gimana bisa ada kemajuan?"

"Tumben nebeng?" Elang curiga dengan sikap adiknya ini, tak dapat dipungkiri Elang pun sebenarnya paham apa keinginan Una, cuma pura-pura tolol saja agar terlihat lebih alami.

"Capek, Bang. Nggak sanggup mau jogging lagi. Sesekali nebeng kenapa sih? Pelit amat."

"Nggak, nggak, nggak, gue mau ke tempat sarapan dulu. Lu balik sendiri aja sonoh." Elang mengibas-ngibaskan tangannya agar Una pergi.

Seketika Una memasang raut wajah memelas, "Ya udah kalo nggak mau, nggak pa-pa kok."

Wajah Una terlihat lesu sekali, seperti ada kesedihan mendalam yang dirasakan ketika Elang tidak mau ditumpangi. Andai Una tinggal di Negeri Ginseng, sudah pasti Una direkrut untuk jadi pemain K-Drama, aktingnya sungguh luar biasa.

"Lu tega amat sama adek sendiri, Lang, Lang." Cakra tak habis pikir dengan sikap Elang yang cuek dengan adiknya.

"Kalo abangmu ini nggak mau ngasi tebengan, sama Mas aja gimana?" Cakra menawarkan diri.

"Ciee ciee, uhuy. Mas Cakra ini jomblo loh, Dek." Dhana mengoda Cakra dengan sepenuh hati.

Elang tersenyum tipis, padahal di dalam hati, Elang juga bahagia, karena misi dadakan dan tak terencana ini berhasil semudah membalikkan telapak tangan. Sementara Una, sebisa mungkin agar mulutnya tidak tersenyum lebar, berjuta kali Una mengingatkan diri agar segalanya terlihat biasa saja, dan Una sungguh kesulitan mengontrol diri. Andai kampus tidak ramai orang, mungkin saat ini Una sudah salto-salto saking bahagianya.

Elang ||  Lucas NCT - SUDAH TERBIT✅Where stories live. Discover now