Sudah banyak sekali cemooh'an yang didapat Putri sejak ia menginjakkan kaki di halaman sekolah beberapa menit lalu. Gadis dengan perban yang melingkar dikepalanya dan dengan kaki pincang tetap berjalan santai tanpa mempedulikan perkataan teman-teman satu sekolahnya. Toh, ia melakukannya karena ingin memperjuangkan Bisma, jadi tidak salah bukan? Pikirnya.

Eh ada penghianat, kasihan langsung kena karma ya?”

“Katanya dia juga dalang dibalik Icha kecelakaan, gila gak punya hati banget ya.”

“Kayanya dia sakit deh, sakit mental maksudnya.”

“Gue mah ogah punya sahabat kaya dia, munafik.”

“Cantik sih tapi hatinya busuk kaya bangkai kelinci!” 

Putri sama sekali tidak berniat membalas semua perkataan itu, biar saja ia menjadi topik pembicaraan orang lain, biar saja ia dihina banyak orang, ia sama sekali tidak peduli. Putri dengan percaya diri kembali melanjutkan langkahnya hingga ia sampai didepan kelasnya.

“Berani banget lo nunjukin muka didepan  gue?!”

Suara yang sangat familier ditelinga Putri kembali terdengar, bedanya nada suara itu berubah menjadi ketus dan tidak bersahabat.  Ia mendongak dan…. Ya benar, itu suara Sisi yang sekarang sudah berdiri dihadapannya.

“Cha, gue—“

“Tutup mulut lo, penghianat!” gertak Sisi menunjuk wajah Putri.

“Si udah, Si….” Icha menahan Sisi agar tidak melakukan hal yang tidak diinginkan.

“Lepasin! Lo mau belain dia hah?!” Sisi menghempaskan tangan Icha kasar.

“Si, belum tentu dia salah,” ujar Naya masih tidak percaya jika Putri sudah melakukan hal seperti itu padanyan dan juga pada Icha.

“Nay, stop belain dia!”

Sisi mengalihkan pandangannya pada Putri, ia menatap gadis itu nyalang. “Gue muak sama lo! Jangan pernah muncul didepan gue lagi, gue gak sudi berteman sama penghianat!” caci Sisi kemudian pergi begitu saja.

“Put sabar ya, gue susulin Sisi dulu.” Icha menepuk pundak Putri lalu menyusul Sisi.

“Nay, suatu saat lo akan tau kalau gue gak —“

“Gue percaya lo gak salah dan gue harap bukan lo yang ngelakuin semua itu,” potong Naya sambil mengusap pungggung tangan Putri. “Cepet sembuh, kalau butuh sesuatu bilang sama gue.”

***

Bisma berdiri diambang pintu kelas dengan wajah bengis, ia mengepalkan tangannya kuat ketika melihat Naya sedang berbicara dengan murid baru dikelasnya. Mereka berdua terlihat begitu akrab padahal mereka baru saja saling mengenal. Sial! Seperti itu saja mampu membuat Bisma cemburu.

“Cemburu? Bilang sayang,” ejek Adit sambil memperhatikan wajah Bisma yang merah dan urat leher lelaki itu tercetak jelas.

Bisma mengalihkan pandangannya pada Adit yang berada persis disampingnya. “Bacot lo!”

“Udah samperin aja sono,” saran Tio mendorong bahu Bisma pelan,

“Seriusan gue sampirin aja?” tanya Bisma bingung.

“Lo mau dia diambil orang?” Bimo melirik Bisma.

Bisma menggeleng cepat. “Gak lah!”

“Cepetan anjir. Jangan banyak mikir, keburu di embat tuh sama murid baru.” Cecep menimpali.

Bisma segera melangkah mendekati Naya dan Dion yang terlihat semakin asik, bahkan keduanya sudah tertawa lepas entah karena apa.

“Minggir, gue mau ngomong sama Naya.” Bisma menggeser tubuh Dion kasar hingga badan cowok itu terhuyung ke belakang.

Hallo Mantan! [END]// TAHAP REVISIWhere stories live. Discover now