Inginku

6.9K 532 1
                                    

Ali's POV

Aku termenung di balkon rumah Prilly saat yang lain tengah asik menonton acara komedi di salah satu stasiun televisi swasta malam ini. Hati ku teramat sakit melihat Prilly menangis tersedu seperti sore tadi, tapi aku bisa apa? Rasa ini begitu kuat tapi nyali ku amatlah lemah! Sebuah tangan menepuk pundak ku membuat aku menoleh ke arah seseorang di sampingku yang ternyata kak Qila atau biasa aku panggil Kaia.

"Ngapain lo disini sendiri Li? Kayak nya ada yang lo pikirin.. Cerita dong belakangan lo diem-diem mulu dari gue.."

"Yaelah Kai, sotoy ah.. Mikirin apa coba gue? Jomblo kan bebas Kai gak perlu ada yang di pikirin.." jawab ku sekena nya lalu melangkah ke depan kamar Prilly dan duduk di kursi tepat di depan kamar Prilly dan menjadikan tangan sebagai sandaran kepala.

"Gue kakak lo Li, gue tau apa yang lo rasain.. Cerita aja deh gak usah sok-sokan gak apa-apa.." sepertinya kakak ku ini emang beneran peka sama perasaan ku saat ini lagi pula dia juga udah tau tentang perasaanku ke Prilly kayak gimana.

"Biasalah Kai.. Gue bingung.."

"Prilly??" aku menganggukan kepalaku. "Jadi selama ini lo belom nyatain juga? Astaga Ali... Pantesan aja si Prilly masih sempet-sempet nya ngobrol sama Rafael sampe nangis kayak tadi.."

"Kai, kalo lo cuma mau nyeramahin gue ya udah sih gak perlu lagi kan lo denger alesan gue kenapa gak nyatain sekarang-sekarang?"

"Sorry bro.. Ayo-ayo ceritaa.." ujar Kaia yang kini duduk dengan posisi menyamping menghadapku. Sebenarnya gampang saja melancarkam inginku menyatakan semua perasaan ku pada Prilly, tapi memikirkan akibat yang bisa saja terjadi membuatku selalu mengurung niat ku.

"Pengen banget sih gue nyatain semuanya sama Prilly meskipun sebenernya Prilly pun udah tau kalo gue sayang dia, gue pengen dia tau kalo gue sayang dia lebih dari seorang sahabat.. Tapi gue takut Prilly malah jadi menjauh dari gue kalo misalnya gue nyatain perasaan gue ke dia.."

"Kalo gak di coba gimana lo bisa tau respon dia Li? Ayolah.. Gue kasian sama lo, udah dari bocah lo ngarepin Prilly sampe sekarang lo malah harus menahan perasaan, apalagi Prilly malah justru sama cowok lain, gue tau hati lo pasti sakit Li.."

Kaia tau pasti sejak SMP aku memang menjaga hati ku untuk Prilly, emang terlalu kecil untuk umuran anak SMP tapi itulah kenyataan nya sejak terakhir bertemu Prilly empat tahun yang lalu dengan mudahnya nama Prilly bersarang di otak ku, hingga saat masuk SMA pun beberapa cewek yang mendekati ku, aku abaikan gitu aja karna yang ku ingat hanya nama Prilly..

"Gue gak apa-apa kok Kai, bukan maksud Prilly nyakitin hati gue kan Prilly gak tau perasaan gue sama dia kayak gimana.. Jadi ya sudahlah.." aku menarik nafas panjang dan membuang nya.

"Hmm ya udah kalo gitu lo yang sabar aja ya.."

"Aliiii.... Kaiaaaa..." suara yang amat ku kenali menyebut nama ku dan Kaia.

"Disini Prill...." jawab Kaia, Prilly menghampiri kami di balkon.

"Makanan nya udah dateng tuh.. Ayo turun.." ujar Prilly, Kaia yang memang sudah menunggu makanan nya dateng segera turun meninggalkan aku juga Prilly di balkon. Ini kesempatan buat aku ngungkapin semua yang aku rasain..

"Lo gak apa-apa Li?" tanya Prilly dengan wajah heran melihatku duduk menatapnya.

"Gue mau ngomong sama lo Prill, tentang semua perasaan gue.. Gue sayang sama lo lebih dari sahabat, lebih dari sodara.. Gue pengen jagain lo sampe kapan pun.. Gue pengen lo ada di deket gue.. Gue pengen lo jadi pendamping hidup gue.." batin ku berkata seperti itu. "Hah? E...engga Prill.. Gak apa-apa.." namun hanya itu yang dapat terlontar dari mulutku.

"Hmm ya udah ayo turun.. Gak laper apa lo?" Prilly menarik tangan ku agar segera mengikutinya ke ruang makan. Di tengah aktivitas makan kami malam ini, hanya suara kak Jessie dan Kaia yang terdengar. Gak tau deh kenapa aku jadi sekaku ini sama Prilly.. Hmm apa mungkin Prilly mendengar obrolan ku sama Kaia tadi ya? Tapi kenapa dia gak langsung manggil kita aja?

Prilly's POV

Malam ini kita habiskan waktu bersama dengan menonton dvd horor terbaru yang kak Jessie punya, kakak ku yang satu ini emang penyuka film horor makanya dia kayak kuntilanak *ehh. Aku, kak Jessie, Kaia dan Ali tidur bersama di ruang tv dengan beralaskan kasur lipat yang memang biasa kita pakai bersama ayah juga bunda.

Tiba-tiba saja badan ku menggigil, aku begitu kedinginan padahal ada kak Jessie dan Ali di sampingku sedangkan Kaia di sebelah Ali. Sejak sore tadi aku emang merasa ada yang gak beres sama badan ku ini awalnya ku fikir karna efek nangis ku yang selalu berlebihan alias susah berhenti tapi kenapa sampe sekarang aku merasa gak enak badan ya?

Aku membuka mataku dan menatap jam di dinding, baru jam setengah tiga pagi. Aku menarik selimut sampai menutupi leherku lalu meringkuk memeluk kak Jessie tapi tetap saja tubuhku merasa dingin, sedangkan keringat bercucuran dengan deras. Ini sih namanya meriang. Ku rasakan kak Jessie bergerak mungkin terganggu oleh ku.

"Prill??" suara khas orang yang baru bangun tidur terdengar dan itu suara kak Jessie. Dia bangun dan duduk di sebelahku, meletakan punggung tangan nya di dahi ku.

"Lo sakit de?" pekik nya kemudian membuat Kaia ikut terbangun. Aku menjawab dengan anggukan.

"Dingin kaakk..." suara ku bergetar aku kedinginan!

"Aduuhhh tadi kan lo gak apa-apa Prill.. Gimana ini Qil?" kak Jessie nampak panik. Tapi kemana Ali? Aku menengok ke arah kiri dan nampaklah Ali masih terpejam dengan wajah lugu nya. Kebo juga dia!

"Pindah ke kamar ayah aja yuk Prill.." ajak kak Jessie, aku menggeleng. Aku paling anti tidur di kamar ayah bunda kalo mereka gak ada. Jangan kan tidur masuk ke sana pun ogah.

"Lo kuat gak jalan ke atas? Ayo gue bantu Prill.." tawaran Kaia membuatku ragu, tenaga Kaia tak mungkin kuat menopang badan ku kalo nanti di tengah tangga aku jatuh pingsan.

"Li.. Ali... Bangun woii.." Kaia mengguncangkan tubuh Ali terlihat Ali mulai menggeliat dan tanpa sengaja tangan nya mendarat di atas kepalaku.

"Aliii... Aduh ini bocah.. LI, PRILLY DEMAM TUH.. BELAHAN JIWA LO BUTUH HERO NYA!!" teriakan Kaia berhasil membuat Ali terperanjat dari tidur nya. Tapi tunggu... Apa Kaia bilang? Belahan jiwa? Aku jadi teringat obrolan Ali juga Kaia yang tak sengaja ku dengat semalam...

"Kenapa Prill?? Lo sakit? Mana yang sakit? Kalian kenapa diem aja sih ini Prilly sakit.. Panggil dokter kek, ambulance atau apa gitu bukan malah melongo gitu.." Ali teramat panik. Sedangkan Kaia dan kak Jessie menatap nya dengan tatapan bingung sekaligus menahan tawa. Baru kali ini aku liat Ali begitu lebay!

"Liat jam bro.. Jam berapa ini hah?" Kaia menarik dagu Ali untuk menatap jam di dinding.

"Bantuin Prilly ke kamar nya Li.." ujar kak Jessie.

"Lo kuat berdiri gak?" tanya Ali, aku tak menjawab karna kepalaku terasa sangat berat sekarang. Ali melilitkan selimut ke badan ku, perlahan aku merasa tengah melayang, Ali menggendongku?! Emangnya dia kuat?

Ali menaiki satu persatu anak tangga, nafas nya tertahan sepertinya aku memang berat. Detak jantungnya berdegup kencang, entahlah apa arti debaran yang saat ini juga aku rasakan. Sampai di kamar Ali menurunkan ku tepat di atas kasur di susul dengan kak Jessie yang membawa baskom berisi air dan handuk kecil untuk mengompresku tak ketinggalan Kaia dengan obat dan segelas air di tangan nya.

"Maaf ya, gue bikin kalian bangun dan repot malem-malem gini.." mata ku berkabut kembali. Aku terharu dengan apa yang mereka lakukan untuk ku.

"Nangis mulu lo ah.. Udah dong de.. Tuh di makan dulu obatnya!" kak Jessie mulai mengompres kening ku. Dan Kaia memberikan obat juga segelas air hangat kepadaku. Selang beberapa menit mata ku mulai terasa berat, dan entahlah apa yang terjadi setelah nya, aku tertidur kembali..

He Heals Me...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang