TRIO BENING

Mulai dari awal
                                    

Mata kuliah ini serentak dijadwalkan pada hari kamis untuk seluruh mahasiswa aktif, cabang olahraga yang bisa dipilih ada bermacam-macam, ada permainan bola voli, takraw, permainan bola basket, dan tenis lapangan. Meskipun para mahasiswa pendor berlatar belakang dari atlet dengan cabang olahraga yang berbeda, boleh-boleh saja memilih cabor yang lain pada saat mengambil mata kuliah pembinaan prestasi.

Seperti sudah ditakdirkan, Elang, Dhana dan Cakra dihukum oleh Pak Andre atas keterlambatan mereka. Di saat mahasiswa lain sudah melakukan pemanasan dengan lari keliling lapangan dan sudah berada di barisan lapangan yang berbeda-beda sesuai dengan cabor yang dipilih, mereka bertiga malah baru menginjakkan kaki di area kampus dengan napas yang memburu.

"Itu yang baru datang tu, sini kalian!" panggil Pak Andre selaku dosen pengantar pendidikan.

Elang, Dhana, dan Cakra yang berniat ingin melarikan diri malah apes karena ketahuan putar arah. Dengan derap langkah yang cepat, mereka bertiga menghampiri Pak Andre yang saat itu sedang berdiri di pinggir lapangan basket sambil memegang kayu kopi.

"Kenapa terlambat?" tanya Pak Andre.

"Tadi di jalan ketemu lampu merah, Pak. Jadi macet," jawab Elang.

"Saya terlambat bangun, Pak." Dhana menimpali.

"Kalau saya salah liat jam, Pak. Saya pikir masuknya jam 08.30, rupanya 07.30. Maaf, Pak." Cakra menunduk tanpa berani memandang wajah Pak Andre yang menyeramkan, apalagi dengan kumis tebalnya, jadi terlihat makin ngeri saja.

Elang sudah menunduk sambil memejamkan mata sejenak, feelingnya mengatakan bahwa ia akan disabet dengan kayu kopi yang ada digenggaman Pak Andre, tapi ternyata di luar dugaan.

"Ya sudah, karena hari ini saya sedang berbaik hati, saya akan maafkan."

"Alhamdulillah." Dhana mengelus dada sembari mendongakkan kepalanya ke atas untuk mengucap syukur.

"Jangan seneng dulu, ambil jatah lari di luar kampus!"

"Maksudnya, Pak?" Cakra kebingungan dengan perintah yang diberikan oleh Pak Andre. Disusul dengan Dhana yang mengerutkan dahinya tanda tidak tahu harus berkata apa.

"Lari keliling di luar!" Pak Andre mengarahkan kayu kopinya ke samping kanan sejajar dengan bahu besarnya.

"Siap laksanakan, Pak," jawab Elang seraya memberi hormat pada Pak Andre. Jangan lupakan senyumannya Elang yang mempesona. Bisa-bisa Pak Andre juga terbius dan merasa insecure dengan manisnya senyuman seorang Elang Ganendra Ardani.

"Nah, untung ada yang paham. Kalian berdua nanti ikut si ... siapa nama kamu?"

"Elang, Pak."

"Iya, kamu dan kamu ikut Elang, dia tau rute larinya ke mana." Pak Andre mengarahkan kayu kopinya tepat di depan dada Dhana dan Cakra, memberikan sinyal untuk mengikuti jejak Elang, karena hanya Elang yang tahu ke mana lintasan lari yang dimaksud Pak Andre.

"Iya, Pak." Dhana dan Cakra manjawab serempak.

Sesampainya di gerbang kampus, Elang cuma celingak-celinguk melihat kanan kiri. Entah apa yang di lihat Elang, yang ada hanya pemandangan kendaraan yang berlalu lalang di jalan besar.

"Lu beneran tau rute larinya di mana?" tanya Cakra pada Elang.

"Tau. Udah kalian berdua tenang aja."

"Ini kita lari beneran nih?" Dhana menggaruk-garuk kepalanya yang terasa gatal akibat keringat yang sudah memenuhi kulit kepalanya.

"Kalian ikut gue aja. Insyaallah selamet." Elang menepuk dadanya dengan tingkat kepercayaan diri di atas rata-rata.

Tapi, di sisi lain, perasaan Dhana dan Cakra sungguh tidak enak, seperti ada yang tidak beres dengan Elang. Entah ia benar-benar tahu, atau sok tahu.

"Jangan bilang lu mau kabor." Cakra menyilangkan kedua tangannya sembari memberi tatapan tajam pada Elang. Sementara Elang cuma cengengesan karena ketahuan niat buruknya.

"Ini mah namanya bukan selamet, tapi sesat!" Dhana menghela napas panjang.

"Nggak sesat, jangan suudzon dulu sodara-sodara, percaya deh sama gue. Niat gue mau nyelametin perut kalian berdua, belom sarapan, kan? Gue tau wajah-wajah kelaparan kalian."

Benar saja, Dhana dan Cakra memang belum memakan sebutir nasi pun sejak subuh tadi karena terburu-buru berangkat ke kampus.

"Yodah, hajar lah hajar, kalo ketauan terus dapet hukuman tambahan, tanggung sama-sama," kata Dhana.

"Kuy lah." Cakra juga menyetujui ajakan Elang dan Dhana.

Sejak saat itu mereka jadi akrab. Kalau saja Pak Andre tahu bahwa ketiga mahasiswanya kabur tanpa menjalankan perintah, sudah dapat dipastikan trio bening ini tidak akan selamat dari kayu kopi. Bisa saja dapat tambahan jatah push up seratus kali.

Elang Ganendra Ardani

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Elang Ganendra Ardani


Dwi Angkasa Aradhana


Cakrajiya Garjita Hanenda

Elang ||  Lucas NCT - SUDAH TERBIT✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang