Chapter 15 : Scent

Começar do início
                                    

Lucrezia pun menurut. Namun, begitu heelsnya menapaki keramik tepat di samping Gabrielle, ia langsung terhipnotis akan aroma maskulin Gabrielle membelit indera penciumannya. Jantung Lucrezia berdetak lebih cepat di saat jarak mereka cukup dekat karena ia menunduk untuk melihat layar komputer, terlebih Gabrielle menoleh padanya hingga napas hangat pria itu menerpa lehernya. "I-ini desain cabang baru—"

"Di mana tata kramamu?" potong Gabrielle yang langsung membuat Lucrezia meneguk saliva takut.

Lucrezia sengaja tidak menatap oniks biru Gabrielle karena takut tidak mampu menetap pada kewarasannya. Gabrielle mampu membuat siapa saja kehilangan akalnya, sehingga nekat melakukan hal-hal bodoh yang akan mereka sesali atau senangi setelahnya. Lucrezia hampir gila, namun jika ia melawan sama saja cari mati. Ia bisa dipecat detik itu juga dan tidak ada perusahaan lain membayarnya lebih besar dari Gabrielle membayar Lucrezia. Ia pun menoleh, menatap lurus onkis biru bagaikan lautan dengan ombak menenangkan yang menghanyutkan akal sehat Lucrezia.

Intens. Tatapan Gabrielle begitu intens dan memukau, membuat Lucrezia gila karena ditatap seintens itu, tatapan tersebut turun ke bibir Lucrezia yang terbuka, membuat ia semakin panas dan tersengat magnet tak kasat mata untuk mendekat pada Gabrielle. Tanpa pikir panjang, Lucrezia memanggut bibir tipis Gabrielle. Pikirannya kosong, pria itu menghisapnya ke atmosfer yang dibangunnya, melempar Lucrezia ke fantasi liar nan ia bayangkan sendiri.

Lucrezia hanyut akan kecupan manis tersebut, lidah Gabrielle bermain lihai menyesapi lidahnya. Bahkan, dengan berani Lucrezia duduk di pangkuan pria itu, mengalungi leher atasan seksinya dengan tangannya. Tangan besar Gabrielle bergerak liar menjelajahi tubuh indah Lucrezia dengan rasa nikmat dan menyenangkan. Hingga ia tersadar bahwa pria itu mengikat tangan Lucrezia dengan dasinya. Lalu, membalik tubuhnya dan bergerak liar, memuaskan hasrat panas keduanya.

Lucrezia menjerit tertahan kala pria itu menarik rambutnya dan bergerak kasar, namun menyenangkan. Lucrezia ingin sekali menyentuh leher Gabrielle karena pria itu mencumbu lehernya di saat gerakannya terus mendesak, namun kedua tangan Lucrezia terikat ke depan hingga tidak mampu melakukan apa pun, selain menikmati pergerakan Gabrielle yang menyenangkan. Lucrezia mendesah di saat ia hampir sampai, tapi Gabrielle langsung membekap mulutnya dan semakin mempercepat tempo, tanpa memberinya istirahat walau sejenak.

Aktivitas itu berlangsung setengah jam lamanya hingga Gabrielle baru sampai di pelepasan sekali, sementara Lucrezia berkali–kali. Gabrielle merapikan celananya tenang. Tidak seperti Lucrezia, ia telah dilucuti hingga harus memakai pakaiannya satu per satu.

"Kembali bekerja," usir Gabrielle dingin, kembali mengetik pada komputernya.

"Tapi aku lelah, L," keluhnya mengancing jasnya dan duduk di sofa. Namun, ia langsung dihadiahi tatapan tajam Gabrielle lantaran dengan lancangnya memanggil nama panggilan Gabrielle tanpa kata Tuan pula.

"Pergi sekarang atau kau pergi selamanya," usir Gabrielle sekali lagi.

Lucrezia tercengang. Ia rasa baru saja mereka menghabiskan waktu bersama saling memuaskan, tapi Gabrielle sudah bersikap dingin seperti biasa. "Tapi—" ucapnya tertahan lantaran Gabrielle menajamkan pandangan, seolah tidak mengizinkan ia buka mulut. Lucrezia yang tidak pernah diperlakukan seperti itu pun menahan emosinya dan segera pergi dari sana. "Sig. Stone," pamitnya dengan rasa dongkol.

Gabrielle melirik jam tangannya, lalu keluar dari ruangan, di mana Ace dalam perjalanan hendak menemuinya. "Nona Gabriels terjatuh di tangga, Tuan, maafkan saya—" lapor Ace menunduk malu atas kelengahannya menjaga benda terpenting Gabrielle.

Gabrielle sontak berhenti melangkah, menatap tajam Ace kesal. Gabrielle menarik jas Ace agar pria itu menatap wajahnya, tapi Ace mafioso patuh sehingga masih menundukan pandangan. "What I said?" desis Gabrielle tajam di rahang tegasnya yang mengeras, menimbulkan suara mengerikan. Mengancam, mencekam, dan penuh intimidasi. "Even she bites her own lip, I'll blame you for it," tekannya mendorong tubuh Ace seiring melepaskan cengkramannya.

"Maafkan saya—" Ace berhenti berucap karena Gabrielle langsung pergi ke rooftop yang seharusnya mereka ada meeting lagi dengan anak perusahaan mereka nan lain. Ace pun berjalan tergesa-gesa mengikuti langkah Gabrielle menuju helikopter. Masih menunduk malu karena tidak mampu memenuhi tanggung jawabnya, sebab ia tidak bisa menekan pelayan Letizia agar memperhatikannya dengan ekstra.

***

Gabrielle's Mansion | Turin, Italy
05.01 PM

"Apa Daddy akan percaya?" tanya Letizia, berbisik ragu pada Maria.

"Percaya? Kau memang benar–benar terjatuh, Nona," peringat Maria heran.

"Tapi hanya tersandung sedikit, lalu aku mendramatisirnya agar Daddy datang," jujurnya mengedarkan pandangan, takut ada yang mendengar.

"Tenang saja, kau tidak berbohong, Nona."

Letizia mengangguk mengerti. Ia pun melirik pintu di mana Gabrielle membuka akses dan langsung mendekat, sementara Maria berdiri takut, tidak sopan duduk di kasur sang Nona. Gabrielle melempar tatapan tajam pada Maria yang lancang hingga wanita itu keluar, ia mendekati Letizia.

"Stai bene?" tanyanya menyingkirkan surai Letizia ke belakang telinga. Melihat Letizia hanya mengangguk, Gabrielle buka suara lagi, "Di mana yang sakit?" Lagi–lagi Letizia menggeleng, membuat Gabrielle melempar tatapan tajam tidak suka. "Lily," tekannya.

"Tidak ada yang serius, aku hanya tersandung di dekat tangga," jujurnya tersenyum canggung.

Gabrielle mengangkat sebelah alis mendengarkan.

"Aku hampir terjatuh di dekat tangga, tapi untungnya—"

Gabrielle mengendurkan alisnya, menatap dingin Letizia. "Tersandung?" ulangnya seolah tertarik.

"Ah, tidak, maksudku terpeleset. Aku terpeleset air karena bertepatan saat itu seorang pelayan sedang mengepel."

Gabrielle menoleh pada Ace yang sejak tadi ikut mendengarkan. Ia pun menunduk hormat kala Gabrielle menatapnya, seolah mengerti bahasa mata atasannya itu. Ia pun pamit dan pergi.

"Daddy," panggil Letizia yang hanya dibalas tatapan oleh Gabrielle. "Boleh aku memelukmu sekarang?" Gabrielle diam saja seolah menunggu kalimat lebih jujur Letizia untuk membujuknya. Dan benar saja, Letzia langsung berbicara lagi, "Aku merindukan masa kecilku, di mana tidak ada ruang dan waktu untuk memisahkan kita."

Gabrielle memerhatikan ekspresi Letizia memelas, lalu berucap, "Go ahead."

Letizia pun memeluk erat Gabrielle dengan penuh rasa senang. Namun, ia terkejut lantaran aroma maskulin Gabrielle tercampur aroma manis wanita. Hatinya berdenyut sakit. Ia mengerutkan dahi. Tidak. Ia tidak bisa memeluk Gabrielle jika seperti ini, ia menderita. Ini bukan aroma khas Gabrielle sepenuhnya.

"Daddy," panggilnya ragu, melepas pelukan. "Apa kau habis bertemu seorang wanita?"

"I've fuck her."







#To be Continue...




290921 -Stylly Rybell-
Instagram maulida_cy

Gabrielle's [COMPLETED]Onde histórias criam vida. Descubra agora