27 || Kemarahan Alendra

Comincia dall'inizio
                                    

Leviana mengusap lengan tangan Alendra mencoba menenangkan Alendra, “Dev, jangan marah-marah.”

Alendra menghembuskan napas pelan, “Duduk, Na. gue lagi ngumpulin daya kesabaran dulu. Benar-benar menguras emosi.” Alendra menarik satu bangku plastik kemudian Leviana duduk disana.

“Mau pesan apa?’ tanya Alendra sembari melepas jaketnya, ia sampirkan dipunggung bangku.

“Gue sih nggak laper, palingan cuman pengen minum. Jus Mangga aja.”

“Bi, jus mangga satu. Jangan terlalu manis ya, soalnya nanti yang minum juga udah manis.” Seru Alendra.

“Najis sekali kawan, gombalan macam apa itu?!” cibir Raka.

“Bacot sekali anda!” sinis Alendra.

Leviana yang sedari tadi sedang mengamati lingkungan sekitar, tiba-tiba saja merasakan panggilan alam. Leviana meremas perutnya yang terasa melilit, cewek itu meringis mencob amenahan sesuatu yang mendesak ingin keluar dari dalam perutnya.

“Dev, kamar mandi dimana ya?” tanya Leviana.

“Ada dibelakang, lo kenapa? Kebelet? Mau gue antar?”

“Nggak perlu kok, gue bisa sendiri. Tadi tempatnya dimana?”

“Lo kebelakang warung ini aja, nggak jauh dari sini juga ada pintu bertuliskan Wc umum.” Terang Alendra. “Lo mau gue anter nggak?”

“Apa sih, nggak usah. Kan deket, gue titip tas ya.” Leviana buru-buru pergi dengan setengah berlari keluar dari dalam warung.

“Al, di Bantara masih ada yang kayak gitu nggak? Gue jadi pengen nih.” Cengir Raka menaik turunkan alisnya jenaka.

“Nggak! Cuman ada satu dan cuman milik gue!”

“Alah, nggak akan tahan lama kok. Dia ajak kek risih sama lo.” Kata Dino mengejek.

“Lo beneran mau gue pu_.”

Brak!!!

Suara berdebam dari arah pintu membuat semua orang terkejut. Terutama Alendra, ia segera beranjak dari duduknya berjalan cepat menghampiri Leviana yang terjatuh duduk lemah dengan luka lebam disudut bibirnya sembari menangis sesenggukan.

“Na, lo kenapa? Siapa yang bikin lo gini?” tanya Alendra khawatir.

Leviana terisak kencang, tanpa banyak kata Leviana memeluk Alendra erat. Menangis didalam dekapan Alendra seolah-olah sesuatu kejadian buruk baru saja menimpanya.

“Na, sayang. Lo kenapa? Jangan bikin gue khawatir.” Desak Alendra merangkum wajah Leviana, Alendra dapat melihat dua kancing kemeja bagian atas Leviana terbuka ia semakin khawatir.

“Dev, gu…gue.” Leviana menggelengkan kepala kuat merasa tidak kuat menceritakan kejadian beberapa menit yang lalu. Dimana berhasil membuat harga diri Leviana hancur.

“Na, lo kenapa? Cepet cerita.” Sambar Dino.
Leviana meremas bagian depan baju Alendra.

“Gue di lecehin. Gue udah berusaha ngelawan, ta… tapi hiks…hikss.”

Mata Alendra menggelap, napasnya memburu. Amarah mulai muncul menguasai dirinya, Alendra mengeratkan pelukannya pada Leviana.

“Anjing!” gumamnya lirih “Bilang sama gue, bilang Na. siapa yang berani lecehin lo?” tanya Alendra penuh mendesak.

“Gue nggak kenal, Ta… tapi dia pake seragam sekolah lo.” Terang Leviana tergagap.

“Ciri-cirinya lo inget?” tanya Raka yang sama geramnya dengan Alendra.

“Rambutnya cokelat, pake kalung rantai, dia dibelakang warung itu.”

“Arthur.” Desis Alendra “Lo bakalan mati hari ini!”

Alendra melepaskan pelukannya secara paksa, ia memberi isyarat melalui matanya kepada Dino dan Raka untuk menjaga Leviana. Dengan murka ia menghampiri Arthur. Berani sekali Arthur menyentuh Leviana, disaat Alendra berusaha menjaga Leviana kenapa ada saja tangan sialan yang berani menyentuh miliknya.

“ARTHUR!” teriak Alendra, jari telunjuknya mengacung pada Arthur yang tengah duduk di atas motor.

Melihat kedatangan si ketua yang tidak bersahabat, membuat Arthur dibuat bingung. Cowok berambt bersemir cokelat itu lantas turun dari motor menyambut kedatangan Alendra.

“Kenapa bos?”

“Bangsat!” umpat Alendra melayangkan pukulannya mendarat di wajah Arthur.

Arthur yang merasa tidak terima pun sontak membalsa pukulan Alendra. Kedua orang itu berguling di atas tanah saling memukuli satu sama lain.

Kerumunan pun terbentuk mengelilingi Alendra dan Arthur. Tidak ada yang berniat untuk memiskan. Ketika Alendra sudah mengamuk maka sulit untuk dihentikan.

“Lo apain cewek tadi!” teriak Alendra dihadapan wajah Arthur. Ia membuang ludahnya kasar yang sudah bercampur dengan darah.

“Jadi, lo seperti ini hanya karena cewek Bantara tadi?” Arthur tersenyum remeh.

“Jawab! Lo apain cewek tadi?!”

Arthur menyeringai “Cukup kenyal dan membuat puas, sayang dia pandai bela diri jadi terlepas begitu saja.” Jawab Arthur menjilat bibir bawahnya.

“Anjing!” Alendra semakin menggila, ia menendang perut Arthur berkali-kali. Kemudian menghantamkan kening Arthur ke tembok hingga darah mengucur dari sudut pelipis Arthur.

“Al, stop! Lo bisa bunuh Arthur!” teriak Aksa.

“Bangsat! Anjing! Mati lo!” maki Alendra kalap.
“Lo udah sentuh dia! Dan lo akan mati!”
Setelah merasa cukup puas melampiaskan emosinya, Alendra menghempaskan tubuh Arthur yang sudah lemah tak sadarkan diri. Punggung tangannya menyeka darah yang mengalir dari sudut bibirnya, sekali lagi kakinya menendang kepala Arthur hingga membuat semua orang menatap Alendra ngeri.

Alendra berjalan cepat membelah kerumunan, ia Kembali kedalam warung untuk menjemput Leviana kemudian mengantarkan Leviana pulang. Kesalahan terbesar Alendra hari ini adalah, ia yang tidak bisa menjaga Leviana.

Alendra marah pada dirinya sendiri.

AlendraDove le storie prendono vita. Scoprilo ora