14 : Kisah Pembawa Hikmah

Start from the beginning
                                    

Mendengarnya, Ilana menjadi termenung. Bagaimana jika ancaman kepadanya itu benar-benar terjadi? Selama ini ia selalu menganggap enteng setiap masalah yang menimpa dirinya. "Lalu, gimana selanjutnya, Gus? Apa yang akan Gus lakukan mengenai teror itu?" tanyanya kemudian.

"Saya akan bicara ke Bang Fahmi dan Bunda, asatidz dan asatidzah, serta pengurus pesantren untuk mencari tahu siapa yang sudah neror kamu. Kemudian memberi hukuman untuknya."

Ilana tersenyum lagi, begitu tulus. Ada sedikit kelegaan di hatinya. Ternyata bercerita kepada orang lain tentang masalahnya, tidak begitu buruk.

"Terima kasih, Gus."

*
*
*

Satu-satunya tempat berharap ialah Allah. Hanya Allah lah yang mampu mengabulkan apa yang kita harapkan. Hanya Allah yang akan ada di sisi kita di situasi apa pun. Allah yang merengkuh kala tidak ada orang yang peduli. Allah yang selalu mencintai kita disaat tidak ada seorang pun yang mencintai kita.

Jangan berharap pada manusia, sebab hanya akan berakhir kecewa, menimbulkan luka, dan air mata.

Seperti yang Ilana lakukan sebelumnya, terlalu menggantungkan harapan kepada manusia. Ia haus akan kasih sayang semenjak mamanya meninggal. Ia berharap mendapat kebahagiaan dari keluarganya, namun yang didapat adalah penderitaan. Hingga penderitaan itu yang membuatnya tidak mudah untuk mempercayai manusia.

Ia memilih untuk memendam masalahnya sendiri.

"Kiya." Panggilan itu membuyarkan lamunan Ilana. Lantas perempuan itu menoleh ke sisi sampingnya. "Saya kira, kamu sudah tidur."

"Ila nggak bisa tidur, Gus."

"Mau saya ceritakan suatu kisah?" tawar Fillah.

"Kisah apa, Gus?"

"Tentang dua istri yang hampir diceraikan Rasulullah."

Ilana seperti deja vu mendengarnya. Ia seperti pernah membaca atau mendengar kisah itu. Namun, meskipun begitu, ia tetap mengangguk mengiyakannya. Sebab, baginya kisah-kisah pada zaman Rasulullah adalah most inspiring stories dan tidak akan pernah bosan jika diceritakan berulang-ulang.

"Di antara istri-istri Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, Aisyah binti Abu Bakar dan Hafshah binti Umar adalah dua teman yang sangat dekat. Mereka bersahabat erat. Mereka selalu kompak dalam memilih keputusan."

Fillah menghentikan ucapannya sejenak. Membenarkan posisi kepala Ilana untuk menyender di dadanya. Kemudian melanjutkan, "Suatu hari, Rasulullah menghampiri Aisyah dan Hafshah setelah shalat ashar. Saat itu Rasulullah datang terlambat dari rumah Zainab binti Jahsy, sebab beliau menikmati madu yang disuguhkan oleh Zainab. Diketahui bahwa Zainab adalah pengoleksi madu dari berbagai negara, dan kebetulan madu adalah kesukaan Rasulullah."

"... Aisyah dan Hafshah cemburu mengetahui hal tersebut. Mereka akhirnya memberitahukan kepada istri-istri Rasulullah yang lain agar saat Rasulullah menghampiri salah satu di antara mereka, untuk mengatakan bahwa ada bau tidak mengenakan dari mulut Rasulullah karena meminum madu.

... Rasulullah yang mendapat respon seperti itu dari istri-istrinya, lantas berjanji tidak akan meminum madu lagi  dan mengharamkan madu. Namun, Allah memperingatkan Rasulullah dan menurunkan firman-Nya atas kekeliruan Rasulullah. Allah memerintahkan untuk tidak mengharamkan apa yang halal hanya karena kecintaan kepada istri-istrinya.

... Kemudian Rasulullah menceritakan tentang firman Allah itu kepada Hafshah, bahwa ia telah salah karena mengharamkan madu. Rasulullah meminta Hafshah untuk tidak memberitahukannya kepada Aisyah. Namun karena kedekatan Hafshah dan Aisyah, akhirnya Hafshah menceritakan hal tersebut hingga menyebabkan Aisyah marah kepada Rasulullah.

Serambi MasjidWhere stories live. Discover now