21. PACARNYA BOO

Mulai dari awal
                                    

Bunyi derit pintu yang terbuka membuat Saffiyah lekas berdiri dan melangkah mendekat pada perawat yang keluar.

"Gimana keadaan Bapak itu?" tanya Saffiyah.

"Silahkan masuk, dokter akan menjelaskan di dalam."

Saffiyah mengangguk. Ia masuk setelah dipersilahkan oleh perawat. Langkahnya pelan menuju brankar. Pria tua yang terbaring lemah di brankar menatapnya dengan lekat berbeda dengan dokter yang menatapnya dengan senyuman.

"Untung saja anak ini cepat bawa Om ke rumah sakit, kalau nggak pasti semuanya udah berbeda." Dokter dengan tag nama Eza Hardiansyah itu tersenyum, menatap bergantian pada Saffiyah dan pria yang dipanggil Om olehnya.

Saffiyah menanggapinya dengan senyuman kecil.

"Terimakasih, kamu sudah mau bawa saya ke rumah sakit," ucap pria itu, ada senyum kecil dibibirnya yang tertuju pada Saffiyah.

Saffiyah mengangguk. "Sama-sama, Om."

"Oh, ya, Om mau saya hubungin Tante Keira atau anak Om?" tanya Eza yang kini tatapannya berpindah pada pria itu.

"Tidak perlu," jawabnya singkat.

Dari yang Saffiyah lihat dokter bernama Eza itu seperti akrab dan saling mengenal dengan pria tua itu.

Eza mengangguk. Dan saat tatapannya berpindah pada Saffiyah saat itulah ia langsung mengambil tisu di atas nakas sebelah brankar dan langsung mendekati Saffiyah.

"Hidung kamu berdarah, lap ini tahan dan dongakkan kepala kamu ke atas supaya darahnya nggak keluar," kata Eza menuntun dan Saffiyah menurut meskipun ia sempat kaget karena gerakan tiba-tiba dari Eza.

Darah? Lagi?

"Muka kamu pucat, kamu sakit atau punya penyakit?" tanya Eza. Dia bisa melihat jelas wajah pucat Saffiyah yang tiba-tiba mneyergap.

Saffiyah hanya diam. Rasanya seluruh tubuh Saffiyah lemas dan bergetar. Kakinya sudah tidak kuat menahan beban tubuhnya.

"Kamu lemas. Suster tolong ambil kursi roda." Eza berteriak memanggil suster dan tak lama itu seorang suster datang dengan membawa kursi roda.

"Duduk. Sepertinya ada penyakit serius yang hinggap di tubuh kamu. Saya akan periksa terlebih dahulu untuk memastikannya."

Lagi, Saffiyah hanya diam dan mencerna ucapan dokter Eza. Penyakit serius? Apa? Apa mungkin demam berdarah itu?

"Tolong bawa dia ke ruangan saya," kata Eza pada suster. Kemudian suster tersebut mendorong kursi roda yang dinaiki Saffiyah keluar dari ruangan.

Lalu tatapan Eza berpindah pada pria tua di sana. "Om, saya tinggal dulu."

Baru saja Eza hendak berbalik badan. Suara pria itu mengintruksi hingga langkahnya terhenti dan kembali menatap pada Om-nya.

"Eza, kalau anak itu sakit serius tolong rawat dia sampai sembuh, berapapun biayanya akan om bayar."

Eza mengangguk. Mengerti dengan ucapan dari Om-nya yang kini berhutang nyawa pada Saffiyah.

***

Tatapan Lio, Odi dan Mike serta yang lainnya hanya tertuju pada kapten basket mereka yang berjalan mundur di pinggir lapangan dengan mata yang terus terarah pada gerbang sekolah. Cowok itu gelisah sambil sesekali melihat jam di layar ponselnya. Ini sudah hampir satu jam Saffiyah belum datang.

"Nungguin siapa sih, Bos?" tanya Mike. Cowok itu duduk di rerumputan. Baru saja selesai latihan dan berhenti karena kapten basket mereka kurang fokus.

"Saffiyah," jawabnya.

"Sapi mau ke sini?" tanya Lio dan Boo mengangguk.

"Udah satu jam, kenapa dia belum sampai sih?" gerutu Boo, mendadak hatinya cemas. Ia sudah berulang kali menelepon gadis itu. Namun, tidak satupun panggilan atau pesan yang dibalas oleh Saffiyah.

"Macet kali di jalan," cetus Odi. Kemudian diangguki oleh Mike dan Lio.

"Al, kenapa berhenti latihannya?" Pak Andre – selaku coach tim basket Pelita berjalan ke arah lapangan dan mendekati anak didiknya.

Melihat Pak Andre yang datang, semuanya lekas berdiri. Ada yang berjalan ke lapangan mengambil bola dan ada yang berdiri diam menunggu Pak Andre tiba.

"Ayo latihan lagi, senin besok kalian sudah mau tanding." Pak Andre memberi arahan, kemudian tatapannya berpindah pada Boo. "Kamu sebagai kapten basket harus bisa arahin anggota kamu, Al."

Boo mengangguk. Meski ia mendengar arahan yang diberikan Pak Andre tapi tidak menutup kemungkinan jika ia juga sedang mengkhawatirkan Saffiyah.

"AYO SEMANGAT LATIHANNYA, KAK!" jeritan keras itu membuat seluruh anggota basket SMA Pelita dan Pak Andre menoleh pada seorang gadis yang berlari bersama teman-temannya sambil membawa berbagai kresek kantong hitam, kemungkinan isinya adalah cemilan dan minuman.

"MINGGIR!" Hara tiba-tiba menyelusup masuk diantara barisan teman-teman Sila dan dengan sengaja menyenggol tubuh Sila, membuat gadis itu hampir kehilangan keseimbangan tubuhnya.

"Ini orang ada dimana-mana!" geram Sila, melihat punggung Hara yang sudah berlari menuju Boo.

"Satu penganggu aja belum bisa gue musnahin dan sekarang muncul peganggu lain? Emang, ya, orang cantik kayak gue selalu punya saingan. Mana saingannya kayak nenek lampir lagi!" celoteh Sila.

Peganggu yang ia maksud jelas adalah Saffiyah dan Hara.

***

Dokter Eza kembali ke tempat duduknya bersamaan dengan Saffiyah yang juga ikut duduk di hadapannya dengan meja sebagai penghalang diantara mereka. Eza mulai menatap serius pada Saffiyah.

"Sebelumnya kamu tahu ada penyakit dalam tubuh kamu?" tanya Eza. Di tangannya ada hasil pemeriksaan Saffiyah.

Saffiyah mengangguk. Seperti yang dikatakan oleh dokter Vanya dan Jeff. "Saya terkena demam berdarah, dok."

"Demam berdarah?"

Saffiyah mengangguk.

"Sepertinya kamu salah mengartikannya," ucap dokter Eza, ada sejenak sebelum akhirnya tatapannya kembali pada Saffiyah. Kemudian memberikan surat hasil pemeriksaan kepada Saffiyah.

"Itu hasil pemeriksaan tentang kondisi kamu."
...

Terimakasih sudah membaca :)

Jangan lupa share cerita ini ya ke sosial media kalian biar banyak yang baca :) Terimakasih

Jangan lupa vote dan komen ya!

Follow akun ig @pacarnyaboo @abellstr25 ya

See u!

PACARNYA BOOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang