"Gak usah ngomongin dia, bodoh banget aku dulu kenapa bisa jatuh cinta sama dia," ucap Aurel dengan bersungut-sungut.

Terlihat jelas di matanya ada kilatan benci yang dapat Gevan lihat.

Gevan bangun dari tidurnya tanpa melepaskan rengkuhannya pada Aurel, dia bersandar pada kepala ranjang dengan Aurel berada di pangkuannya.

Aurel semakin malu kini ia berada di pangkuan Gevan dan kini dia lebih tinggi dari Gevan hingga bisa melihat wajah tampan Gevan. Jari lentiknya tanpa sadar mengelus wajah Gevan mulai dari alisnya yang lebat lalu berpindah ke hidung mancungnya.

"Maafin aku ya Ka!" Ucap Aurel meminta maaf lagi.

Gevan yang melihat perkataan tulus Aurel mengangguk, tentu saja dia dengan mudah memaafkan semua kesalahan Aurel.

"Kamu gak salah kalaupun kamu salah, aku bakal maafin kamu. Kita mulai dari awal ya," ucap Gevan dengan kedua tangannya terangkat menangkup pipi Aurel.

Aurel mengangguk menjawab perkataan Gevan, dia akan menggunakan kesempatan kedua yang Tuhan kasih dan tak membiarkan Gevan pergi dari sisinya.

Seakan ingat apa niatnya untuk datang ke kamar Gevan, Aurel menepuk dahinya pelan membuat Gevan menggeleng lalu mengelus dahi Aurel.

"Jangan sakiti dirimu, Aurel."

Aurel tersenyum meringis, "Maaf, aku lupa. Aku ke sini mau bangunin kamu buat makan malam."

Gevan merengut mendengar perkataan Aurel, dirinya masih ingin bersama dengan Aurel tanpa ada gangguan.

Aurel terkekeh pelan melihat raut wajah Gevan yang tak cocok dengan image nya yang selalu dingin dan datar itu.

"Kita makan di sini aja," ucap Gevan langsung mengambil ponselnya di nakas.

Tangannya dengan lincah mengetik sesuatu lalu kembali menyimpan ponselnya ke nakas.

Gevan kembali memeluk Aurel, dirinya sangat nyaman bisa memeluk Aurel sebanyak ini. Apalagi dirinya bisa mencium aroma Aurel yang membuatnya rileks dan nyaman.

Malam itu mereka habiskan dengan canda gurau, hal yang ingin Gevan sejak dulu lakukan.

"Deka?" Panggil Aurel membuat Gevan mengangkat wajahnya karena sedari tadi dia berkutat dengan makan malamnya.

Kali ini mereka sudah berada di meja makan yang ada di kamar Gevan. Meja makan yang hanya terdiri dari dua bangku itu diduduki oleh Aurel.

"Aku ingin memotong rambut panjangku," ucap Aurel membuat Gevan melebarkan matanya namun segera dia tutupi dengan baik.

"Kenapa?" Tanya Gevan, sebenarnya dirinya tak mempermasalahkan rambut Aurel mau panjang atau pendek sekalipun.

"Aku ingin buang sial," ucap Aurel asal membuat Gevan terkekeh alasan macam apa itu. Yang pasti apapun yang diinginkan Aurel pasti akan dia kabulkan kecuali untuk meninggalkannya.

"Baiklah, nanti kita pergi."

***

Di pagi hari Aurel sudah siap dengan seragamnya yang ia lapisi dengan sweater berwarna hitam polos. Setelah berpamitan dirinya pergi ke luar rumah namun sebuah motor sport berwarna hitam putih sudah terparkir rapi di depan rumahnya dengan seorang remaja berdiri di samping motor.

"Deka? Kenapa gak bilang kalo mau jemput? Kenapa gak masuk ke dalam?" Tanya Aurel beruntun tak menyangka Gevan sudah berdiri di depannya.

"Kejutan?" ucap Gevan sambil merentangkan tangan.

Aurel terkekeh sebentar lalu beranjak mendekati Gevan lalu masuk ke dalam pelukan Gevan.

Siapapun yang melihatnya pasti akan mengira jika mereka adalah pasangan yang serasi, bagaimana tidak Aurel yang mengenakan sweater hitam begitu juga dengan hoodie milik Gevan yang berwarna hitam.

AURELLIA; Antagonist Girl [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang