i n k a . 28

542 95 40
                                    

•••🦋•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••🦋•••

H a p p y  R e a d i n g

Sehari ini Alan uring-uringan sendiri, dari Inka yang tak dapat ia hubungi, mau menemui juga Inka bilang nggak usah ketemu dua hari. Sekarang ini Alan tengah berada diantara Tante Niken dan Naya yang menahannya agar tak pulang.
"Alan, tante minta tolong temenin Naya dulu. Tante mau pulang ambil keperluan Ayah Naya."

Dengan sigap Alan menganggukkan kepala. Mau menolak juga segan. Bunda Naya tersenyum tipis lalu mengelus rambut suaminya pelan. Meninggalkan kecupan singkat di dahi pria paruh baya yang baru saja tertidur akibat meminum obatnya. Meraih tas di sofa, Niken menepuk pundak Alan. "Terima kasih ya Alan udah mau bantu tante!" Alan tersenyum tipis, "Nay, tadi Bunda beli nasi bungkus kamu makan gih sama pacarmu, pasti Alan lapar habis pulang sekolah kamu ajak ke sini,"

Jedyar..

Bagai gunung meletus mimik muka Alan dan Naya berubah kikuk. "I-iya, Bun. Nanti Naya siapin kok, Bunda tenang aja."

Niken menatap keduanya dengan senyum yang masih terukir di wajahnya. "Yaudah, nanti jangan lupa makan. Alan juga makan jangan sungkan!"

Menggaruk tengkuknya, Alan jadi canggung sendiri, "Eh-- iya tan."

Niken yang tak tau hubungan keduanya sudah kandas, dan mengira mereka masih pacaran. Begitu juga Naya yang belum bilang jika keduanya sudah bukan sepasang kekasih. Naya tak siap mengecewakan Bundanya. Niken sudah terlalu sayang sama Alan, dua tahun bersama membuat Alan sedekat itu dengan keluarganya. Hingga badai datang dan perasaan sang adam lenyap meninggalkan kenangan dan secercah harapan bagi sang gadis. Ini juga sepenuhnya bukan salah Alan, Naya juga turut andil dalam hubungan ini. Mereka adalah pelakon utama kisah yang sudah usai.

Naya menatap tak enak kepada Alan, ia merasa bersalah. "Sorry, Al. Gue ngerepotin lo sekali lagi. Dan maaf juga buat perkataan Bunda tadi!

"It's okay! Buat sekali dua kali ngga masalah buat gue, tapi bukannya nanti terlalu mengecewakan jika orang tua lo tau kalau kita udahan sejak lama?!"

Naya menunduk memainkan kedua tangannya, dirinya bingung. Ia ingin mengatakan kepada orang tuanya jika mereka sudah putus, tetapi kenapa relung hatinya sedikit nggak rela?

Alan yang melihat reaksi Naya, hanya mampu menghela nafas panjang. Telapak tangannya terangkat mengusap surai hitam legam milik seseorang yang dulu pernah bertahta di hatinya, tetapi sekarang tidak lagi."Udah nggak papa, nggak usah terlalu dipikirin!"

Naya mendongak, menatap mata hitam yang selalu ia kagumi. Alan itu baik, sangat baik, tetapi ia terlambat menyadari. Dan rasa sesak yang kini menghuni di hatinya, karena menyia-nyiakan cowok sebaik itu di hidupnya. "Maaf!"

Tatapan sendu Naya membuat Alan tak tega. Cowok itu menarik tangan Naya, membawa cewek itu keluar. Ia takut ayah gadis itu terganggu dengan pembicaraan mereka. Alan menghentikan langkahnya di lorong tangga, menatap Naya yang kini sudah berlinang air mata. "Al, maaf buat semuanya. Nggak bisa ya kita balik kayak dua tahun lalu?"

Alan memejamkan matanya, menyandarkan kepalanya di dinding seputih susu, ia lalu menegakkan badannya, berdiri menjulang di depan Naya. "Nggak! Dan nggak akan bisa."

Naya menyeka air matanya, menghalau cairan itu yang akan turun lagi, tetapi sia-sia. Hujan dari matanya itu kian deras."Kenapa? Bukannya setiap manusia dapat kesempatan kedua?!"

Memegang bahu Naya yang bergetar hebat akibat tangisannya, Alan menatap mata yang sudah merah akibat cairan bening yang keluar dari persembunyiannya. "Nay, dengerin gue baik-baik. Kita udah nggak bisa sama-sama. Jalan kita udah beda, tasbih yang digenggaman lo nggak akan pernah bisa menjadi salib yang terkalung di leher gue."

Tangisan Naya semakin berubah kencang, beberapa orang memandang mereka dengan tatapan bingung dan bertanya-tanya. Tembok kokoh mengatasnamakan keyakinan yang berbeda membuat mereka harus rela mengalami perpisahan. Naya menyentuh tangan besar Alan yang bertengger di pundaknya, menatap serius mata segelap langit malam yang dulu pernah menatapnya penuh cinta. "Kalau gitu biarin gue pindah ke agama lo!"

Alan melepaskan tangan itu, menggeleng cepat. Ia tak setuju, pemikiran Naya terlalu sempit dan pendek. "Nay, kalau lo rela ninggalin Tuhan lo buat manusia ciptaannya ini, apa kabar nanti gue? Lo aja rela ninggalin Tuhan yang nyiptain kita dengan semudah itu! Pindah agama nggak semudah itu! Apalagi cuma buat manusia penuh dosa kaya gue. Dengan lo milih gue daripada Tuhan lo sendiri, itu semakin buat gue yakin kalau ini jalan terbaik. Tinggalin gue dan minta maaf sama Tuhan lo! Gue pergi, titip salam dan maaf gue buat orang tua lo."

Naya memandang punggung Alan yang semakin menjauh. Gadis itu terduduk di lantai, menangis tersedu-sedu dengan wajah tenggelam dalam lipatan lutut. Apa iya dirinya harus merelakan Alan? Cinta pertamanya. Sekarang Naya yakin cinta pertama memang nggak pernah berhasil bagi dirinya. Kenapa takdir mereka tak bersatu, dan apa arti dua tahun mereka bersama yang dihancurkan tembok yang menjulang tinggi itu dengan kejamnya.

💅💅💅

Cinta beda agama memang sulit
🤧🤧

Melawan Tuhan bukan kemampuan kita.

°°°°¶¶¶°°°°

Ada nggak sih di sini yang cinta pertama berjalan mulus?

# I N K A #
See you ♡

☘LUKA YANG BERAKHIR DUKA☘

INKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang