28. Kangen

494 68 4
                                    

Update lagi nih, hihi...

Sayang kalian aku mah, makanya begini. Hahaha... #plakk (langsung eror)

Happy Reading....

_____________

"Kenapa nggak ngasih kabar kalau mau pulang?"

Azam meringis mendengar pertanyaan tajam sang Mama. Bukannya menjawab. Azam hanya terdiam dengan kepala tertunduk.

"Kamu bukan anak kecil, Azam," keluh Safna kemudian.

"Lah, itu Mama tau kalau Azam bukan anak kecil lagi," balas Azam, kini bersikap santai membalas tatapan sang Mama seolah tidak terjadi apa-apa sebelumnya.

Azam berdeham meredakan tenggorokannya yang terasa tercekat. Seketika suasana terasa panas. Bukan karena perubahan cuaca, melainkan karena tatapan tajam tak suka Naura atas perkataan Azam sebelumnya.

"Ma-maaf, Mah," kepala Azam tertunduk dengan wajah kusut saat mengucapkannya. "Azam salah. Azam minta maaf."

Azam mencuri pandang melihat sang Mama dan Naura. Sang Mama tampak menghela nafas berat. Sedangkan Naura geleng-geleng kepala. Azam lantas mencuri pandang melihat Danu dan Fatih. Keduanya menyunggingkan senyum sembari mengacungkan jari jempolnya pada Azam. Azam balas tersenyum. Setidaknya di rumah itu masih ada yang mendukung apa yang ia lakukan.

Azam memasang wajah kusut saat melihat sang Mama kembali ingin mengomelinya. Sesaat menanti ceramah itu tak juga kunjung terdengar, yang terdengar hanya suara Bunda Hanum.

"Udah, Na ... biarkan Azam istirahat dulu."

Azam mengulum senyum. Ternyata alasan Mama Safna tak jadi mengomelinya karena Bunda Hanum menahan wanita itu.

Azam lantas mengangkat kepalanya, tersenyum lebar pada bunda Hanum sembari menyandarkan badannya ke badan kursi. Dengan santainya ia berkata.

"Bunda memang yang paling pengertian."

Hanum menatap tajam Azam. "Jangan ke-GR-an ... Bunda nggak lagi belain kamu," ucapnya, "atau kamu mau dengar Bunda yang berceramah?" tanyanya memberi saran.

Azam meringis sembari menarik badannya dari badan kursi. Sepertinya saran yang Bunda Hanum berikan bukanlah saran yang baik.

"Bagaimana?" tanya Bunda Hanum lagi.

Azam nyengir sembari menggeleng kepala. Pandangannya kemudian beralih menatap ketiga pria di depannya. Ketiga pria itu tengah cekikikan. Sepertinya mereka sangat senang dengan musibah yang Azam alami. Dan sepertinya terlalu berlebihan jika Azam mengatakan yang terjadi saat ini adalah musibah.

"Jadi kamu mau bertahan di sini atau istirahat di kamar?" tanya Bunda Hanum lagi.

"Istirahat, Bunda."

Azam dengan cepat bangkit dari duduknya. Memandang Naura sejenak, lalu tersenyum padanya. Memandang gadis itu lembut yang menyiratkan akan kerinduan. Memalingkan wajah, kemudian ia melangkah menjauh meninggalkan sekumpulan orang yang tengah duduk di ruang tamu itu.

Azam sudah selesai membersihkan diri saat mendengar pintu kamarnya diketuk. Tak beranjak dari tempatnya, Azam hanya berseru.

"Buka aja ... pintunya nggak dikunci."

Sesaat setelah izin itu, gagang pintu bergerak turun. Azam memperhatikan pintu yang terbuka. Berpikir jika yang akan menemuinya adalah sang Mama. Namun yang terlihat saat ini bukanlah yang Azam pikirkan. Melainkan kekasih yang sudah selalu ia rindukan. Memperhatikan Naura yang terus berjalan mendekatinya.

"Ra," Azam berbisik lirih saat Naura berdiri tepat di depannya.

"Kenapa nggak bilang kalau mau pulang?" Naura terlihat kesal saat menanyakannya. "Kenapa nggak pernah ngasih kabar saat di sana?" tanyanya lagi.

PENDAMPING PILIHAN (SELESAI)Where stories live. Discover now