24. Perpisahan

579 67 8
                                    

Saat ini Naura, ditemani kedua orang tuanya menunggu keberangkatan Azam ke Belanda. Dan tentu saja, kedua orang tua Azam juga ikut. Namun saat ini, Naura duduk menjauh dari kelima orang itu. Membiarkan mereka berbincang-bincang dengan Naura yang hanya menatap dari kejauhan.

Dari kejauhan Naura melihat Azam mengangguk-angguk. Tampaknya orang tuanya serta orang tua Naura tengah memberikan pengarahan. Dan sebagai anak yang baik, Azam tentu harus akan mendengarkan apa yang mereka katakan. Kalau untuk dilaksanakan atau tidak, hanya pria dan Tuhanlah yang tau.

Sejenak tubuh Naura mematung, alisnya terangkat saat kelima orang itu menatap ke arahnya. Dan tidak lama kemudian, Azam berjalan mendekat. Sepertinya kedatangan Azam mendekati Naura juga atas perintah mereka. Menyebalkan! Mengapa Azam harus bersikap polos saat di depan orang tua mereka.

Iya, Azam memang pria yang lembut dan polos. Tapi itu dulu, sebelum Naura tau bagaimana sifat Azam sesungguhnya. Yang Naura tau sekarang Azam memang lembut. Namun dibalik kelembutannya, ia juga pria hangat yang pengertian. Mungkin itu sebabnya Naura tergila-gila pada Azam saat ini, atau mungkin cinta Azam pada Naura tidak sebanding dengan perasaan Naura saat ini.

"Hei," sapa Azam menyadarkan Naura dari lamunannya. "Kok melamun? Kenapa?" tanyanya.

Naura diam saja, hanya menatap wajah Azam tanpa berkedip. Hingga beberapa saat kemudian, Naura menghambur kepelukan Azam. Menahan isak tangis di dada pria itu.

Azam pun membalas pelukan Naura. Mengusap lembut punggung kekasihnya itu.

"Kamu kenapa, Ra?" tanya Azam dengan suaranya lembut. Namun menutupi rasa khawatir, serta rasa rindu yang tiba-tiba saja datang menghampiri.

"Hiks..." isak Naura. "I Miss you, Mas ... belum apa-apa aku sudah merasa sakit."

Azam menghela nafas. Mengusap matanya yang mulai digenangi oleh air mata.

"Aku juga belum apa-apa udah rindu kamu, Ra," sahut Azam. Ia lantas mendorong tubuh Naura menjauh dengan lembut, menatap wajah kekasihnya itu lalu mengusap air mata yang kini sudah membasahi wajahnya.

"Jangan nangis ... kamu buat aku nggak bisa pergi kalau begini," lanjut Azam lagi.

"Kalau begitu aku nangis terus aja biar Mas Azam nggak jadi pergi," balas Naura.

Azam tersenyum saja. Memeluk Naura sebentar lalu menatap wajah kekasihnya itu lagi.

"Dua tahun ... kamu sanggup menunggu kan?" tanya Azam pada Naura.

"Bukannya seharusnya aku yang nanya begitu sama kamu ya, Mas?" tanya Naura mulai bersungut. "Secara, disana tentu kamu bakalan lihat gadis yang lebih cantik dan lebih seksi dari pada aku."

Azam tersenyum, mencubit hidung Naura gemas.

"Aku udah nunggu kamu bertahun-tahun, Ra ... yang begitu masih kamu ragukan?" tanya Azam geleng-geleng kepala.

"Kali aja, kamu itu tipe-tipe cowok yang pergi setelah mendapatkan apa yang dia inginkan," ucap Naura. "Apa sih itu namanya." Naura bersikap seolah-olah berpikir. "Ah ... habis manis sepah dibuang." Ia lalu menatap tajam pada Azam.

Mendengar penuturan Naura, Azam menggeleng-geleng diikuti suara tawa yang keluar lepas dari mulutnya. Azam merasa tak percaya dengan apa yang Naura pikirkan. Dan tentunya, Azam pun bahagia. Mendengar Naura yang bersikap demikian, meyakinkan Azam jika perasaan gadis itu sungguh-sungguh. Demikian pun Azam.

Tawa Azam akhirnya mereda setelah tatapan kesal dan tajam itu Naura perlihatkan padanya. Mengangkat tangan kanannya di samping wajah, memperlihatkan sebuah cincin berwarna putih yang melingkari jari manisnya.

PENDAMPING PILIHAN (SELESAI)Where stories live. Discover now