2. Bimbang

912 91 12
                                    

Bagai makan buah simalakama. Apakah pepatah itu bisa disemaikan untuk Naura? Perasaannya terluka karena telah menyakiti perasaan Azam. Namun disisi lain, Naura tidak ingin Azam merasa bahagia hanya karena kepura-puraan. Naura tidak menyukai Azam, apalagi sampai mencintainya. Pria itu hanya ia anggap sebagai saudara meski tidak ada ikatan darah diantara keduanya.

Naura menghela nafas berat. Meski sudah sampai di rumah, Azam tak juga buka suara membuat perasaan Naura semakin bimbang saja.

"Mas Azam, nggak masuk ke rumah dulu? Papa sama Mama ada di rumah, kok."

Naura memberanikan diri menatap Azam. Sejak dalam perjalanan ia hanya bisa mencuri pandang, mencari tau bagaimana reaksi pria itu saat mendapat penolakan darinya. Namun melihat Azam yang terlihat tenang, Naura merasa kecewa. Seharusnya Azam mengatakan sesuatu padanya. Merayu, membujuk, atau ... Astaga! Apa yang sudah Naura pikirkan. Seharusnya ia merasa tenang karena Azam tidak membahas masalah pernikahan.

Naura menghela nafas pelan. Apa yang terjadi pada dirinya. Disaat Azam berkata jujur padanya, ia malah menolak. Tapi melihat Azam tidak bereaksi apa-apa, Naura merasa kesal dan kecewa. Apa yang sebenarnya hatinya inginkan?

"Lain kali aja, ya, Ra," tolak Azam lembut. Menyadarkan Naura dari segala pemikirannya. "Aku masih ada kerjaan soalnya."

Naura terdiam. Jawaban Azam terasa mencubit hatinya, menyakiti perasaannya. Aku, sejak kapan pria itu menuturkan dirinya seperti itu? Apakah setelah penolakan Naura? Apa Azam tidak bisa menerima kenyataan kalau perasaan Naura bukanlah miliknya?

Naura mengangguk. Memaksakan senyumnya lalu turun dari mobil. Menatap Azam yang kini berlalu tanpa pamit atau bahkan meliriknya sedikit pun.

Dengan langkah yang seakan tak menapak, Naura memasuki rumah. Merebahkan tubuhnya di atas kasur dengan posisi telentang. Setelah hari ini, akankah hubungannya dengan Azam akan berbeda?

___________

"Naura, nanti kalau besar nikahnya sama Mas Azam, ya?" tanya Azam kecil kala itu.

"Nggak mau." Naura menggeleng cepat dan tegas. "Mas Azam gendut. Naura nggak suka sama laki-laki gendut." Naura menjawab dengan polosnya.

Azam menyeringai, merasa prihatin pada dirinya sendiri saat kenangan masalalu menghampirinya bahkan tanpa sebuah undangan.

Dari dulu Azam terus saja meminta Naura menjadi istrinya dan gadis itu terus saja menolak dengan berbagai macam alasan. Dan alasan terakhir yang Naura gunakan adalah dengan mengatakan kalau ia tidak menyukai pria gendut.

Sejak saat itu tak terdengar lagi permintaan Azam untuk menjadikan Naura pendamping hidupnya. Azam menyadari kalau ia tetap gendut, Naura tetap tidak akan mau menikah dengannya.

Sejak saat itu Azam mulai bertekad untuk berubah. Ia mencoba diet, bahkan dengan cara tidak makan dan juga memaksakan dirinya untuk berolahraga. Hingga tak jarang Azam bolak-balik masuk rumah sakit karena aksi diet yang terlalu ketat ia lakukan. Tapi setidaknya Azam mendapatkan hasil yang ia inginkan. Tubuhnya tidak lagi gemuk. Otot-otot perutnya bahkan mulai tampak dan semakin mempesona seiring bertambahnya usia. Azam bahkan mampu menarik perhatian setiap gadis yang menatapnya. Hanya Naura yang sampai saat ini tidak dapat ia taklukan. Mungkin karena sampai saat ini Naura tidak pernah memandangnya sebagai lawan jenis yang bisa dijadikan kekasih.

Tok... tok...

Azam menoleh bersamaan dengan pintu kamarnya yang diketuk. Beranjak dari tempat tidur, menghampiri pintu lalu membukanya.

"Hai, Jagoan," sapa Danu melambaikan tangan. Azam memutar bola mata melihat tingkah sang Ayah.

"Azam bukan anak kecil lagi, Yah. Udah 25 tahun. Jadi, please, jangan panggil seperti itu lagi, " kesal Azam serta berbalik, merangkak naik kembali ke atas tempat tidur. Memainkan ponselnya, menolak untuk menatap Danu.

PENDAMPING PILIHAN (SELESAI)Место, где живут истории. Откройте их для себя