27. Pulang

444 58 4
                                    

Happy Reading....

_______________

"Azam yang minta aku buat bawa kamu jalan keluar."

Wajah Naura berubah masam mendengar penuturan Fathan. Tertawa, tersenyum, katanya. Naura sama sekali tidak merasakannya. Saat ini ia hanya merasa kesal, marah, namun tidak bisa meluapkan kekesalan itu pada Fathan.

Setelah apa yang terjadi bisa-bisanya Azam meminta Fathan untuk menemaninya. Naura tersenyum sinis, merasa dirinya disodorkan secara tidak langsung.

"Jangan salah paham dulu, Ra," ucap Fathan.

Perubahan suasana serta raut wajah Naura membuat ia menyadari. Tampaknya apa yang ia katakan sebelumnya sama sekali tidak membuat Naura lebih senang melainkan merasa dipermainkan. Dan hal itu membuatnya tersinggung.

"Sebenarnya..." Fathan bingung bagaimana cara menjelaskan hal itu pada Naura, "sebentar," ucapnya lalu mengeluarkan handphone dari saku celananya. Membuka pesan yang Azam kirimkan padanya. "Ini." Fathan menyodorkan handphone-nya pada Naura. Naura menerimanya dengan diam.

Naura membaca pesan yang Azam kirimkan pada Fathan. Perasaan kesal itu seketika berubah haru. Meski hanya hal kecil. Namun hal itu mampu membuat Naura tersenyum. Terlebih lagi saat membaca percakapan terakhir keduanya.

Yakin kamu minta aku bawa keluar Naura jalan? Nggak takut dia lengket sama aku dan nggak lagi mau sama kamu?

Membaca balasan Azam membuat Naura tertawa geli.

Brengsek lo. Nggak bisa dikasi kelonggaran dikit langsung nyelip.
Gue tarik kata-kata gue barusan. Jangan bawa tunangan gue kemana-mana, atau gue patahin kaki lo.

Senyum Naura pun semakin lebar saat Fathan membalas kekesalan Azam.

Lo? Gue? Sejak kapan pakek bahasa begitu? Udah, tenang aja. Tunangan kamu pasti aman jalan denganku. Ups... maksudku, nyaman.

Naura semakin lucu saja melihat pesan ancaman dari Azam. Sepertinya ancaman itu sama sekali tidak mempengaruhi Fathan.

Jangan coba-coba. Atau, patah kaki lo.

Fathan tak lagi membalas pesan Azam. Hingga tiba di malam hari Azam mengirimkan gambar Naura pada Azam. Dengan caption.

Bidadari memang secantik itu.

Hingga dalam detik berikutnya setelah gambar itu diterima. Terdapat beberapa panggilan dari Azam yang sengaja diabaikan oleh Fathan. Hingga menit berikutnya pesan Azam masuk. Membaca pesan itu kening Naura berkerut.

Gua terbang sekarang. Awas lo!!

Naura menatap Fathan. Meski gadis itu tidak bertanya. Tapi sepertinya Fathan tau jika Naura butuh penjelasan.

"Cinta itu bodoh," ucap Fathan membuat kening Naura semakin berkerut. "Hal kecil mampu membuatnya tertawa, dan hal kecil itu mampu membuat kecewa. Bahkan mampu membuat masalah ... dan contohnya Azam," lanjutnya lagi.

"Mas Azam beneran berangkat balik ke sini?" tanya Naura dengan kening berkerut tak percaya.

Fathan mengedikkan bahu. "Mungkin," ucapnya lalu menunjukkan sebuah gambar tiket Belanda - Indonesia yang Azam kirimkan pada Naura, "dan itu kebodohan dia," lanjut Fathan tersenyum puas setelah berhasil mengerjai Azam hingga membuat pria itu langsung terbang kembali ke negara asalnya.

Naura terdiam cemas. Benar-benar di luar dugaan Azam kembali hanya karena masalah sepele. Sungguh pria yang tidak berpikir panjang.

Lain pula dengan Fathan. Dibalik senyum kepuasan itu, ia menyimpan rasa luka. Sebesar itu cinta Azam pada Naura hingga godaan kecil saja sudah membuatnya bergerak cepat untuk kembali. Dan mungkin setelah kejadian ini, pria itu akan menikahi Naura agar Fathan dan siapa pun itu tidak lagi mengganggu kekasihnya dan ia pun lepas dari segala macam godaan.

_________

Azam menatap geram handphone ditangannya. Fathan sengaja mengabaikan panggilannya setelah mengirimkan gambar Naura.

Azam tau jika yang Fathan katakan dalam pesannya itu hanyalah main-main, meski sebenarnya ia membawa jalan Naura sungguh-sungguh. Tapi tetap saja perasaan Azam tidak tenang. Ia merasa tidak nyaman hingga membuatnya memutuskan sesuatu tanpa berpikir.

Azam berniat menghubungi salah satu temannya untuk menyampaikan izin jika ia tidak masuk kuliah nantinya. Tapi sepertinya itu bukanlah hal bagus. Sebaiknya ia mengatakan sendiri nanti dengan cara menghubungi dosennya melalui handphone atau pun email. Meski pun sebenarnya dua hari kedepan tidak ada jadwal kuliah. Mungkin saja nanti ia akan terlambat kembali. Dan Azam harus mempersiapkan segalanya sebelum berangkat.

Lima menit lamanya Azam mengantre saat memesan tiket pesawat. Setelah ia mendapat tiket itu. Azam lantas mengambil gambar, lalu mengirimkan gambar itu pada Fathan, dan tidak lupa juga kata ancaman di bawahnya.

12 jam lebih penerbangan, kini Azam telah tiba di Bandara. Tak ada satu orang pun yang datang menjemputnya. Iya, tentu saja. Secara ia kembali ke Indonesia dengan tiba-tiba tanpa memberi kabar. Hanya si brengsek Fathan saja yang tau, dan tentu saja ia tidak akan repot-repot datang menjemput.

Azam melambaikan tangan memanggil taksi begitu keluar dari Bandara. Memberitahukan alamat rumahnya pada supir taksi itu.

Azam turun dari taksi setibanya di rumah. Ia merasa aneh. Rumah tempatnya tinggal selama ini terlihat sunyi seolah tak berpenghuni.

Mungkinkah orang tuanya sudah pindah?

Tentu saja tidak. Jika mereka pindah dari tempat itu, tentu Azam akan mengetahui kabarnya. Lalu, kemana semua orang?

Meski Azam merasa penasaran akan jawaban atas segala pertanyaannya. Ia tetap melanjutkan langkah. Tiba di depan pintu, Azam menghela nafas. Keningnya berkerut setelah tangannya menekan handle pintu. Pintu itu sama sekali tidak dikunci, seolah penghuni rumah tau jika dirinya akan pulang hari ini.

Melewati rasa tak nyamannya. Azam berjalan memasuki rumah. Keadaan masih sama seperti sebelum ia tiba di dalam. Sunyi, sepi. Seperti itulah suasana rumah itu sekarang.

Kemana semua orang?

Jawaban atas pertanyaan itu belum lagi terjawab, Azam sudah diam terpaku berdiri di tempatnya menatap satu arah di ruang tamu. Keterkejutan akan sesuatu membuatnya tak mampu bergerak. Hanya mampu terdiam dengan perasaan was-was yang membuat jantungnya berdetak lebih cepat dari sebelumnya.

Sesaat setelahnya Azam nyengir salah tingkah. Bagaimana tidak, saat ini ia tengah ditatap secara tajam oleh kedua orang tuanya, orang tua Naura, dan tentu saja tatapan kesal sang tunangan. Namun di sudut lain ada seringai kemenangan dari seseorang. Siapa lagi kalau bukan si brengsek Fathan. Pasti pria itu telah menceritakan kepulangan Azam yang tiba-tiba, dan tentu saja karena masalah sepele, yaitu kecemburuan.

Dengan salah tingkah Azam melambaikan tangan pada semua orang -- menyapa. Namun bukannya mendapat balasan. Suara tegas sang Mama membuat Azam gugup.

"Duduk!" perintah Safna tegas.

Azam terdiam. Sesaat kemudian ia melangkah pelan lalu duduk secara perlahan. Mengapit kedua tangannya di tengah-tengah pahanya untuk menutupi kegugupan. Bahkan kepalanya sedikit menunduk sebab tak sanggup membalas tatapan semua orang.

Ia salah. Azam tau itu. Tapi bukankah apa yang mereka lakukan saat ini terlalu berlebihan? Keyakinan besar saat ia melangkah meninggalkan Belanda untuk kembali ke Indonesia seketika menciut. Jika tau seperti ini jadinya. Mungkin ia akan bertahan di sana saja. Masa bodoh si brengsek Fathan mau bicara apa. Toh, ia percaya pada Naura. Tapi sayangnya saat melihat gambar yang Fathan kirimkan membuat Azam tidak mampu menahan rasa cemburunya dan membuatnya ingin segera kembali ke tanah air. Dan seperti inilah ia sekarang. Jadi tatapan interogasi keluarganya.

___________

Hai... ketemu lagi dengan aku, Upin.
Eh, author gajelas maksudnya, haha (tawa garing) #plakk














PENDAMPING PILIHAN (SELESAI)حيث تعيش القصص. اكتشف الآن