25. Khawatir

425 55 5
                                    

Naura duduk termenung dengan tangan menopang pipi. Mengaduk-aduk minuman di depannya dengan sedotan.

Tubuh Naura memang berada ditempat, tapi kepalanya hanya memikirkan Azam. Satu bulan pria itu berada di negeri orang. Dan hanya beberapa kali pria itu menghubunginya. Dan yang terakhir kali, satu Minggu yang lalu. Sebegitu sibuknya Azam hingga tidak sempat memberi kabar setiap harinya.

Begitu pun Naura. Ia juga mengikuti apa yang Azam lakukan. Keras kepala memang. Tapi ia tidak ingin seolah tampak berharap.

"Hei!" tegur Ratna sembari menyentuh pundak Naura membuat pemilik badan menoleh kearahnya.

"Kapan datangnya kalian?" tanya Naura pada Ratna dan juga gadis disebelahnya, Fani.

"Dari tadi, Neng ... kita udah sempat pesan minuman malah ... kamu nya aja yang dari tadi kelihatan melamun," jawab Fani. "Mikirin apaan, sih?" tanyanya.

"Pakai nanya lagi kamu ... tentu saja memikirkan Mas Azam sang kekasih pujaan hati," ejek Ratna. Ia dan Fani pun lantas tertawa.

Naura memutar bola mata melihat tingkah kedua temannya itu.

"Dari pada mikirin Mas Azam yang nggak jelas kabarnya itu ... lebih baik kamu sama Mas Fathan aja dulu," usul Fani yang mendapat anggukan dari Ratna.

"Ajaran macam apa itu?" tanya Naura dengan kening berkerut. Tak habis pikir dengan jalan pikiran kedua temannya.

"Bener, Ra. Lagi pula Mas Azam kan jauh. Dia nggak bakalan taulah kalau kamu dekat sama Mas Fathan ... yaa, kali-kali membalas perasaan cowok yang sudah menyimpan perasaannya cukup lama sama kamu," ucap Ratna panjang lebar.

Naura tersenyum saja mendengar usulan kedua temannya. Ya, anggap saja mereka sedang melawak. Dan saat mereka bicara, Naura cukup tertawa atau tersenyum saja seperti saat ini.

Naura menoleh ke arah meja dimana ia meletakan handphone nya. Menatap layar, melihat siapa yang sedang menelponnya.

"Tuh, kan! Baru juga diomongin, udah nelpon aja," kata Fani menegakkan duduknya setelah ikut melihat handphone Naura.

"Itu namanya cinta sejati!" sambut Ratna mendongakkan kepala ke atas dengan kedua tangan mengembang dikedua sisi tubuhnya.

Naura menghela nafas sembari geleng-geleng kepala melihat tingkah konyol teman-temannya. Meraih handphone nya lalu menjawab panggilan.

"Ya, halo, Mas," ucap Naura.

"Kamu dimana, Ra?"

"Lagi nongkrong di cafe sama temen."

"Uhm," Fathan diam sejenak. "Nanti malam kamu sibuk?"

Naura terdiam sejenak. "Enggak kok. Kenapa?"

"Aku mau ajak kamu nonton."

Naura diam sejenak. Tak perlu memikirkan apa jawaban yang harus ia berikan.

"Maaf, Mas, aku nggak bisa ... lagi banyak tugas kuliah soalnya."

"Bohong, Mas. Naura nggak sibuk sama sekali."

Naura melotot menatap Fani. Sungguh teman yang tidak bisa diajak kompromi. Seharusnya mereka tau jika saat ini Naura memang sengaja menghindari Fathan. Dan bukannya merasa bersalah. Fani dan Ratna malah cekikikan.

"Tuh, temen kamu bilang nggak sibuk. Berarti memang nggak ada tugas, kan?"

Naura menghela nafas kalah.

"Aku lagi malas keluar, Mas," alasannya.

"Bentar aja, Ra," Fathan memohon, "kalau nggak mau nonton, ya udah kita makan aja," tambahnya.

PENDAMPING PILIHAN (SELESAI)Where stories live. Discover now