Tiap kali melihat Rayden rebahan, Lentera terlihat begitu antusias duduk di atas perutnya, lalu mengencot-encot sambil tertawa bahagia.

Seolah sudah hafal, Rayden dengan cepat membuka matanya dan buru-buru beranjak dari posisi semula. “Hayo mau apa Lo, hah?”

Lentera ndusel-ndusel di paha Rayden sambil mengerucutkan bibirnya. “Papa, mau main.”

“Main tuh yang wajar, lah. Lo kata nggak sakit apa perutnya kalo diencot-encot gitu.”

“Papa…”

“Aku dudu bapakmu!”

“Papa…” Anak itu mengulurkan kedua tangannya, meminta gendong.

Rayden mendengus, meski begitu ia tetap beranjak berdiri dari duduknya dan mengendong Lentera seperti yang bocah itu minta.

“Papa, ini apa?” Lentera memainkan salah satu tahi lalat di wajah Rayden dengan tangan kecilnya.

“Tahi lalat,” jawabnya ogah-ogahan. “Banyak tanya deh nih bocah satu.”

“Tai lalanya lucu kayak boneka aku.”

“Ya kali tainya Lala nemplok di muka gue.” Dia melirik Pelangi.

“Apaan deh!”  Yang dilirik berseru sembari beranjak berdiri. Rayden kira ia akan kena gebuk, namun perkiraannya salah kala Pelangi justru melewatinya begitu saja.

“Mau kemana?”

“Bikinin susu biar anaknya mau tidur.” Pelangi menyahut tanpa menoleh ke belakang.

Saat ia kembali dari dapur, Lentera sudah menyandarkan kepalanya di sebelah bahu Rayden dengan mata terpejam.  “Beneran udah tidur, Den?” tanyanya memastikan dengan suara lirih.

“Iya.” Rayden ikutan bisik-bisik.

Pelangi bergumam sambil memandang Lentera yang sudah memejamkan matanya, “Cepet banget.”

“Kecapekan nih pasti dianya.”

“Iya kali, main mulu nggak bisa diem. Pindahin ke kamar aja deh mendingan,” saran Pelangi.

“Bentar, biar pules dulu.”

“Duduk aja biar nggak pegel.”

Rayden menurut, mendudukkan diri di sofa sepelan mungkin dengan sebelah tangan terus mengusap punggung mungil Lentera.

Pelangi menaruh botol susu di atas meja, lantas ikut duduk di sebelah cowok itu. Dia menaruh dagunya di atas bahu Rayden yang kosong sambil berbisik pelan, “Capek banget…”

“Ya sama.” Rayden menoleh ke samping. “Awas dulu.”

Ia sempat mengerutkan kening meskipun tetap menuruti ucapan cowok itu. Ternyata, Rayden hanya mengubah posisi duduknya agar punggungnya bisa bersandar di sofa.

“Udah sini senderan lagi.”

Dia mendekat sebelum beralih menyandarkan kepalanya di bahu Rayden seperti sebelumnya. Lega karena akhirnya bisa duduk-duduk santai sambil senderan. Namun hanya beberapa saat karena setelahnya,

“Papa kenapa rambutnya nggak dikucir juga kayak aku?”

Keduanya yang semula sama-sama memejamkan mata sontak melotot lebar.

“Lah?”

“Bocah kurang ngajar malah ngibul!”

Lentera— atau yang lebih sering dipanggil Rara malah nyengir lebar dengan wajah polosnya.

“Nggak usah meringis!” sentak Rayden kelewatan sebal. “Sawan nih gue lama-lama.” Cowok itu beralih mendudukkan Lentera di sofa kosong sebelahnya, lantas menarik Pelangi ke dalam dekapannya.

CERAUNOPHILE [Completed]Where stories live. Discover now