13. Kita ini apa?

168 49 4
                                    

Pelangi yang tengah membereskan buku-bukunya terdiam sejenak. Karena merasa aneh, dia menoleh ke belakang. Tepat ke arah Rayden yang tiduran dengan posisi miring ke arahnya. Mata cowok itu terpejam rapat, padahal tadi dia masih sempat memainkan rambut Pelangi.

Secepat itu dia tertidur?

Gadis itu menyentuh lengan Rayden. Memanggil namanya, “Den.” Tidak ada reaksi apapun.

Pelangi beralih mengguncang lengannya. “Rayden, beneran tidur, Lo?”

Masih tidak ada jawaban.

“Jangan tidur di rumah gue, ntar sawan lho.” Dia menakut-nakuti. “Pulang aja sana.”

“Rayden!” Pelangi memekik. Namun cowok itu terlihat seolah begitu damai.

Tanpa aba-aba, Pelangi mendekatkan wajahnya di depan wajah cowok itu. Mengamati matanya yang terpejam seolah meneliti. Tidak tahu mendapat bisikan dari mana, sebelah tangannya terangkat, mengelus sisi wajah Rayden sekilas.

Lalu kembali melanjutkan kegiatan awalnya, bertepatan dengan suara pintu terbuka yang terdengar jelas. Tak lama setelah itu, Alan muncul dengan setelan jas kerja. Wajahnya terlihat lelah setelah bekerja seharian.

Palangi terperangah melihat Rayden yang tiba-tiba saja sudah berjalan mendekat ke arah beliau. Menyalami tangannya dengan begitu sopan sembari menyapa.

Cowok itu ngelindur atau hanya pura-pura tidur sebenarnya?

“Udah lama?”

“Udah, Om. Baru aja beres.”

Pelangi ikut mendekat, mencium tangan Ayahnya. Meski dalam benak masih bertanya-tanya. “Ayah mau makan sekarang? Biar Lala panasin dulu.”

“Tadi udah makan di kantor.” Beliau tersenyum hangat. “Kalian makan berdua aja, ya?” Alan beralih ke arah Rayden. “Rayden belum makan, kan?”

“Belum, Om.” Rayden tersenyum lebar. “Pelangi nggak ngasih makan. Katanya takut dia nggak kebagian nasinya.”

Pelangi menoleh cepat, melotot tak terima. “Apaan!” Gadis itu ngegas. Jelas-jelas nasi banyak, dan porsi makan Pelangi tidaklah banyak. Lagian cowok itu kenapa demen ngibul, sih?!

Alan terkekeh pelan. “Ya udah sana makan.”

“Ayo, Tung.” Rayden yang mesam-mesem segera menarik lengan Pelangi. Beranjak dari sana.

“Dapurnya bukan di sana!” pekik Pelangi saat Rayden justru berjalan ke arah sebaliknya. Rayden hanya memasang senyuman menyebalkan. “Makanya jangan sok tahu jadi orang!”

JIka tadi Rayden yang menarik Pelangi, kini sebaliknya. Pelangi yang menarik Rayden ke arah dapur.

Gadis itu menyalakan kompor. Memanasi sup daging sapi yang masih utuh lantaran belum ada yang menyentuhnya. “Makan ini aja, ya?” Dia menatap Rayden yang berdiri di sebelahnya. “Sayang kalo nggak kemakan, kesian juga udah dimasakin repot-repot.”

“Enak nggak?” tanya Rayden melirik ke arah panci yang nangkring di atas kompor.

Pelangi beranjak ke arah meja makan. Bahkan ada lauk pauk lengkap juga di sana. Setelahnya, dia kembali berdiri di sebelah Rayden. “Enak, lah. Nih cobain, deh.”

Saat Pelangi menyodorkan sesuap sendok makan di depan mulutnya, Rayden dengan senang hati membuka mulutnya dan melahap penuh semangat. Namun detik berikutnya, dia sudah misuh-misuh, “Panas, Bego!”

Pelangi tertawa pelan. “Tapi enak, kan?”

“Ya tapi panas!”

Gadis itu tersenyum simpul.
Setelahnya, Rayden tiba-tiba saja menyeletuk. “Nggak enak banget belom mandi.”

CERAUNOPHILE [Completed]Where stories live. Discover now