32. Singkat

135 28 8
                                    

Selain dikenal pintar, Rayden juga aktif mengikuti organisasi di sekolah. Dia bahkan pernah menjabat sebagai ketua osis— wajar kalau Elen mengenal cowok itu.

Bisa dibilang, saat itu Rayden bukan orang yang suka neko-neko. Dia cukup ramah dan punya kepribadian yang menyenangkan— meski dalam satu waktu kadang terkesan menyebalkan, Mama yang mewarisi sifat itu. Rayden juga sering nongkrong bareng dengan siswa kelas lain.

Satu hari sebelum hari perayaan kelulusan angkatannya, ia dan anggota osis lain yang sebenarnya sudah angkat tangan karena masa jabatannya habis, ikut membantu mempersiapkan semuanya. Membuatnya pulang agak sore.

Jarak sekolah dan rumahnya cukup dekat, itu salah satu alasan kenapa dia lebih sering jalan kaki. Walaupun kadang ia melakukan tindakan kriminal dengan mengambil paksa sepeda seucrit milik Alip— anak tetangga berusia lima tahun yang baru akan keluar rumah kalau wajahnya sudah cemongan bedak, rambut klimis dan baju yang dimasukkan ke dalam macam siswa patuh aturan.

Kalau dia ingin nongkrong atau kelayapan layaknya remaja lain, barulah Mama akan meminjamkan motor meticnya dengan baik hati.

Sore itu, dahinya berkerut heran melihat mobil asing yang berada di halaman rumah. Itu bukan mobil Papa. Dan kalaupun Papa membelikannya sebagi hadiah atas nilainya, itu juga terdengar tidak mungkin.

Rayden sempat mendengar pembicaraan kedua orang tuanya secara diam-diam, katanya perusahaan Papa sedang tidak baik-baik saja. Ada banyak hal yang secara diam-diam pula Rayden kagumi dari sosok Papa, salah satunya seperti bagaimana beliau memasang senyum hangat meski Rayden yakin jika Papa punya banyak beban yang menggelayuti pikiran.

Karena merasa aneh, Rayden tidak berani langsung masuk begitu saja ke dalam. Dia melipir ke samping rumahnya, mengintip dari balik jendela kaca yang terhubung langsung dengan ruang tamu.

Mama memang sering ngomel, sering menyiksa Papa dengan tingkahnya yang terkesan menyebalkan. Tapi di balik semua itu, Rayden tahu Mama begitu menyayangi Papa.

Rayden memang bukan Papa, tapi melihat apa yang terjadi di dalam sana, dia bisa merasakan bagaimana hancurnya Papa.

Cowok itu bisa saja berpikir jika laki-laki yang ada di dalam sebatas teman Mama. Namun melihat bagaimana posisi keduanya yang terkesan tidak wajar, dia baru tahu jika Mama tidak sebaik yang ia bayangkan.

Dengan mata memerah yang ketara sekali menahan amarah, ia bersiap masuk ke dalam rumah. Tapi gagal begitu Papa sudah masuk ke dalam, terlalu tiba-tiba. Seperti yang Rayden minta tanpa sepengetahuan Mama, Papa pulang lebih awal. Dan dia menyesal telah memintanya.

Ada senyum hangat yang menghias wajah lelah Papa, dua box pizza ukuran besar menggantung di tangannya. Sebelum tatapan Papa dihiasi kekecewaan dengan senyum yang perlahan pudar.

Mama memang tidak melihat kehadiran Papa, tapi laki-laki itu melihatnya.

Cowok itu enggan menyaksikan pertengkaran seperti apa yang akan terjadi setelah itu. Ia terduduk lemas di bawah jendela.

Papa sedang banyak pikiran, beliau sedang berusaha terlihat baik-baik saja, lalu mengapa Mama bisa-bisanya bermesraan dengan laki-laki lain?

“Lonte,” gumamnya, bersamaan dengan kristal bening yang perlahan meleleh melewati pipi.

Rayden buru-buru menghapusnya. Melihat lagi ke arah jendela, dan Papa sudah tidak ada lagi di sana. Papa lebih memilih meninggalkan rumah secara diam-diam daripada membuat keributan.

CERAUNOPHILE [Completed]Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin