50. Pulang

232 29 9
                                    

Melalui pelukannya yang hangat, sekaligus pundaknya yang cukup kuat.
Dia berhasil menemukan "rumah" yang bisa menghilangkan rasa "lelah".

***

Rayden memasuki ruangan dimana Pelangi di rawat dengan jantung yang berdegup lebih cepat dari biasanya. Setiap langkah kakinya, ada doa yang ia panjatkan agar gadis itu baik-baik saja.

Namun harapannya seolah pupus begitu saja saat melihat Pelangi yang tengah terbaring di hospital bed dengan mata terpejam. Bibirnya kelihatan pucat, lehernya terdapat banyak tanda kemerahan dan setelah itu pikirannya tidak bisa lagi dikendalikan.

Berkeliaran kemana-mana. Memikirkan yang tidak-tidak.

Matanya mendadak memerah, berkaca-kaca.

Sebagai seorang pria, dia merasa gagal karena tidak bisa melindungi gadisnya.

Rayden mengusap wajahnya kasar, lanjut mengacak-acak rambutnya dan mengerang tertahan sebelum memutuskan berjalan mendekat.

Ia menyentuh sisi wajah Pelangi pelan-pelan, tangannya bergetar— yang langsung mengingatkannya pada tangan gadis ini tiap kali mendengar suara guntur.

Seolah baru tersadar, Rayden segera menjauhkan tangannya. Dia meraih tissue yang ada di atas nakas, mengelap pipi Pelangi yang terkena bercak darah. Lantas beralih mengelap tangannya sendiri sampai bersih.

“La…” Cowok itu mendekatkan wajahnya, tangannya kembali bertengger di sisi wajah Pelangi, mengelusnya penuh kelembutan.

“Kenapa bisa gini?” tanyanya dengan suara amat lirih, seperti bisikan.

“Sakit banget rasanya liat Lo kayak gini.”

“Gue emang nggak pernah bilang, tapi Lo tau kan kalo gue sayang sama Lo?”

“Banget malah...”

Setelahnya, Rayden mengecup dahi Pelangi cukup lama. Berlanjut ke puncak kepala, lalu di kedua pipinya bersamaan dengan mata gadis itu yang tiba-tiba saja terbuka.

Tatapan mereka sempat bertemu selama beberapa saat, sebelum secara tiba-tiba pula Pelangi menjerit histeris.

Rayden tentu saja kaget, bahkan sampai terjatuh di lantai dengan wajah shock yang ketara.

Tak lama setelah itu, Alan muncul dengan tergesa dari kamar mandi. Beliau beru-buru mendekati anak gadisnya dan berusaha menenangkannya.

“Itu Rayden, La. Nggak pa-pa.”

Pelangi masih saja histeris. Dan Rayden juga masih kebingungan.

“Waktu Ayah datang yang kamu cariin Rayden, kan? Ini Rayden-nya udah di sini.”

Cowok itu beranjak berdiri. “Om, kenapa?”

“Udah, nggak pa-pa. Jangan teriak gitu, ya. Kasian yang di kamar sebelah nanti kebangun, La.” Alan beralih menatap Rayden. “Kamu keluar dulu, ya.”

“Om—,”

“Sebentar aja,” mohon beliau yang mau tak mau membuatnya menurut.

Dengan berat hati sekaligus menyimpan banyak tanya, dia melangkah keluar. Sempat berpapasan dengan seorang Dokter yang kelihatan terburu-buru masuk ke dalam. 

Perlahan, jeritan Pelangi berangsur hilang.

Sepertinya sudah berhasil ditenangkan.

Rayden menghela nafas kasar. Masalah keluarganya sudah selesai, harusnya ia merasa lega, bukan malah semakin kacau seperti sekarang.

CERAUNOPHILE [Completed]Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz