20. Killer lightning

169 42 1
                                    

Kamu mungkin lupa,
Perihal kita yang pasti punya duka.
Tapi untuk kali ini saja,
Tolong ingat apa arti luka.
Yang sering kali menusuk tanpa kata.

***

"Heh, bangun. Mau pulang nggak, Lo?"

Pelangi merasa terusik kala merasakan tepukan pelan di pipinya. Dia menyahut malas dengan mata terpejam, "Nggak. Nanti aja."

"Buset, mau nemenin dedemit sekolah Lo, hah?" Rayden menyahut malas. "Melek buru."

"Nggak bisa, pusing."

Rayden mendengus. Cowok itu berpindah tempat, beralih memasangkan sepatu Pelangi yang tidak kunjung membuka mata. Setelah selesai, dia kembali ke samping gadis itu. Merunduk sebelum meniup telinga Pelangi.

Usahanya berhasil saat mata Pelangi langsung terbuka. Matanya memerah, namun tidak menutupi bagaimana cantiknya cewek itu. Untuk sesaat, mereka sama-sama membisu.

"Yuk, pulang." Rayden, lah, yang pertama kali buka suara.

Entah bagaimana bisa, Pelangi senang mendengar kalimat barusan. Apalagi kali ini Rayden yang mengucapakannya. Seolah dia akan membantunya menemukan jalan pulang. Seolah dia tidak akan membiarkannya hilang. Seolah datangnya bukan hanya sembarang.

Pelangi mengangkat sebelah tangannya, yang lalu mendarat di sisi wajah cowok itu.

Rayden mengerutkan dahi. "Apa?"

"Bantuin." Pelangi mengulurkan kedua tangannya. Dan Rayden menariknya dengan semena-mena. Palangi pasrah saja, karena sekarang dia sedang tidak bertenaga.

"Masih pusing?" tanya Rayden saat Pelangi sudah berdiri dengan kedua tangan bertumpu pada ranjang UKS.

Gadis itu mengangguk lemah.

"Ke rumah sakit aja, lah."

"Nggak." Tentu saja Pelangi menolak secara mentah-mentah.

"Gue temenin, gue anterin, gue bayarin." Rayden meraih salah satu lengan Pelangi. "Kenapa nggak mau coba."

Pelangi tidak menyahut. Dia menurut kala Rayden mulai melangkah yang mau tak mau juga membuatnya harus berjalan dengan satu tangan bertumpu pada tembok lantaran rasa pusing menguasai kepala.

Rayden terlihat santai saja dengan satu tangan yang lain menenteng ransel Pelangi. Membuat Pelangi mendengus, Rayden memang bukan tipe cowok pengertian yang akan menggendongnya menuju parkiran.

Baiklah.

Baru beberapa langkah menyusuri koridor yang terlihat sudah sepi, Rayden tiba-tiba membawa Pelangi berlari. Jelas membuat rasa pening di kepala gadis itu kian menjadi.

Jalan saja dia harus berpegangan pada tembok macam lansia, ini malah dibawa lari tanpa aba-aba.

"Sandalku copot...!" pekik Pelangi dengan langkah tertatih-tatih. "Sandalku...!!"

Sepertinya nyawanya belum terkumpul sempurna.

Rayden menoleh, masih sambil berlari. "Lo pake sepatu, Dodol!"

Refleks, Pelangi menunduk. "Lah, iya."

Rayden berdecak. "Goblok banget."

Detik selanjutnya, Pelangi sudah sudah terengah-engah. "Den." Dia memanggil sambil ngos-ngosan.

"Apaan?" Rayden enggan menoleh.

"Capek!"

"Tahan bentar, keburu ujan nih."

"Pusing!"

"Sabar."

"Gue mau mati aja, lah kalo gini!" Pelangi berucap asal.

CERAUNOPHILE [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang