Sugar D 14

5.1K 423 31
                                    

Sandi berkumpul bersama teman-teman pada sore hari, di Bukit Delight—yang berlokasi di Jl. Joyo Agung. Di sini ada Bagus, Fachrizal, Farhan, Ezhar, Gama, dan Jodi. Beruntung si tua itu sedang ada urusan di kantor, sehingga Sandi bisa bebas tanpa harus diinterogasi ini dan itu. Semua orang membahas tujuan masing-masing saat lulus nanti. Satu tahun lagi, mereka akan segera meninggalkan kehidupan sebagai murid SMA. Itulah mengapa; penting merencanakan masa depan mulai dari sekarang.

Semua orang terlihat sangat serius ingin masuk ke perguruan ini dan itu, dan mengambil jurusan ini dan itu. Sandi? Jangan ditanya, bahkan dia tidak tau harus kuliah di mana dan jurusan apa. Huh, pernah berpikir seperti itu saja tidak—yang dia tau cuma menjadi selebgram dan selebtiktok saja. “San, lu ada rencana mo masuk mana?“ tanya Gama. “Hm,“ gumam Sandi seolah sedang berpikir keras. “Gue ngikut lu lu pada aja,“ sahut Sandi. “Gini nih, orang nggak punya masa depan, taunya cuman main tiktok trus manfaatin omnya sendiri demi popularitas,“ ucap Jodi sarkasme.

Sandi jadi sebal. Seorang sahabat itu sejatinya membela dan mendukung. Tapi, ini malah menghina? “Gue ragu lu sahabat gue ato bukan,“ ucap Sandi. Jodi masa bodoh saja. Dia tidak perduli. “Lu bareng gue aja lah, gue rencana di UM (Universitas Negeri Malang), gue mo ambil jurusan Sastra Inggris,“ ucap Farhan. Terbesit ide brilian di kepala Sandi. “Gimana kalo kita bertujuh kuliah di perguruan tinggi yang sama? Biar bisa berangkat bareng, pulang bareng, apa-apa bareng?“ ucap Sandi memberi usul. “Gas aja lah asik banget pasti,“ sahut Gama.

Sebagian besar orang berpikir; mungkin ini adalah hal terkonyol; tujuh orang sahabat kuliah di perguruan tinggi yang sama. Toh, dipikir-pikir lagi di UM pun prodi nya terhitung sangat lengkap. Dan diskusi sore hari ini bisa disimpulkan: Bagus di Sastra Indonesia, Fachrizal di Psikologi, Farhan di Sastra Inggris, Ezhar di Geografi, Gama di Ilmu Ekonomi, dan Jodi di Sastra Inggris. Lalu, bagaimana dengan Sandi? Dia masih belum memutuskan; mau memilih jurusan apa. Hm, keknya aku perlu diskusi sama Om Erick, deh?, batin Sandi.

Saat ia ingin pulang. Ia tidak sengaja melihat Frederick bergandengan tangan dengan seorang perempuan nan cantik jelita. Padahal ini dari kejauhan, tapi Sandi seolah mampu melihat ekspresi bahagia dari wajah Frederick, saat bersama perempuan itu. Huft, aku lupa, kalo Om Erick emang suka jajan, batin Sandi. Tapi, entah mengapa, hati Sandi terasa perih; melihat pemandangan itu. Sandi dibonceng oleh Gama. Dalam perjalanan menuju rumah; Sandi tidak mengatakan apapun; dia cuma melihat akun tiktok miliknya saja. Dia melihat kumpulan video dirinya dan Frederick. “Cie mesra banget,“ batin Sandi. Saat membaca salah satu komentar di dalam hati.

Tiba di rumah pun; rasanya jadi serba malas untuk melakukan apapun. Frederick belum pulang. Padahal ini sudah hampir jam enam sore. Pasti sekarang Om Erick lagi seneng-seneng di hotel bareng itu cewek?, batin Sandi. Huft, makin gue pikirin rasanya makin bikin gue badmood aja, batin Sandi lagi gusar. Setelah sekian menit berlalu; Sandi pun terlelap. Bahkan dia belum mengganti pakaian, dan langsung terlelap begitu saja. Sreet. Seseorang masuk ke dalam kamar, dan dia adalah Frederick. Pantas saja dipanggil-panggil tidak menyahut, ternyata Sandi tertidur di sini, batin Frederick.

Frederick ambil hp Sandi dari tangannya dengan hati-hati, lalu ia taruh di atas nakas. Sandi terlihat sangat menenangkan saat sedang terlelap, batin Frederick. Frederick pun berganti pakaian terlebih dahulu, dengan pakaian rumahan. Ia tidak lantas langsung mandi, melainkan rebahan di sebelah Sandi, dan memeluk Sandi dari samping. Entah mengapa, rasa letih setelah seharian bekerja, seakan sirna sesaat setelah melihat Sandi di rumah. Dia lebih bisa nenangin aku daripada obat penenang, batin Frederick—pun memberi k e c u p a n manis di pucuk kepala Sandi.

Sandi terbangun pada malam hari. Ia pun melihat jam di hp. Baru jam sembilan? Uh, laper, batin Sandi. Tiba-tiba dia merasa lapar. Hm, aku coba masak sesuatu aja, deh?, batin Sandi. Saat ia ingin beranjak dari ranjang. Terdapat sebuah tangan nan kokoh dan berurat melingkar di perut. Itu adalah tangan Frederick. Sandi pun memutar badan, hingga ia pun mampu menatap wajah Frederick dengan jelas. “Om, tau nggak? Tadi aku nggak sengaja liat om gandengan tangan sama cewe di jalan? Jujur aku nggak ngerti, kenapa tiba-tiba aku kesel, sedih ngeliat om jalan sama cewek itu,“ gumam Sandi.

Sugar D [BL]Where stories live. Discover now