Sugar D 13

5.5K 399 24
                                    

Beno menekan bibirnya lebih dalam lagi. Suara kecepak basah saat lidah itu saling beradu; memenuhi seisi ruang kamar Jodi. “Ngh ahh,“ gumam Jodi. Setelah dirasa cukup lama. Beno pun menarik wajahnya kembali—pun menatap Jodi lamat-lamat. Uh, betapa indahnya wajah dengan semburat merah di kedua pipi itu. Kalau saja Beno tidak tau tempat, mungkin ia sudah melahap habis Jodi. Tapi, sekali lagi, Beno tidak ingin terlalu terburu-buru. Biar semuanya berjalan sesuai dengan jalurnya masing-masing.

“Lu egois,“ ucap Jodi kesal dan marah. Ia pun mendorong tubuh Beno menjauh, dan langsung keluar dari kamar ini. Tanpa babibu. Jodi tancap gas, dan pergi entah ke mana. “Jodi? Kamu mau ke mana? Udah sore ini,“ seru Gita. Jodi sama sekali tidak menggubris kata-kata sang ibu. Beberapa saat kemudian; Beno pun muncul ke ruang depan. “Maaf, tante. Gara-gara aku, Jodi ngambek,“ ucap Beno tersenyum. Gita pun menghela nafas. “Kamu tau Jodi suka ngambekan, masih aja diisengin,“ ucap Gita. Beno pun pamit pulang ke rumah kepada Gita.

Sebelum berangkat sekolah. Igo membuat sarapan terlebih dahulu untuk dinikmati satu keluarga. Hm, menu sarapan yang sederhana saja, seperti: nasi goreng dan tempe mendol. Tempe mendol buatan Igo sangat gurih, karna sebelum digoreng, ia merendam tempe tersebut ke dalam air campuran ketumbar dan kunyit terlebih dahulu. Thoriq terus memandangi Igo. Dia itu seorang laki-laki. Tapi, dia lebih pandai memasak daripada seorang perempuan. “Tho? Gimana, nih? Kan kamu besok mau lamaran?“ seru Hilmi.

“Uhm, gimana apanya, pa?“ tanya Thoriq polos. “Dasar kamu. Papa nanya perasaan kamu gimana~“ sahut Hilmi. Thoriq pun tersipu malu. Hah, lamaran, ya? Tentu saja Thoriq sangat gugup. Terlebih satu minggu setelah lamaran; akad sekaligus resepsi pernikahan pun akan digelar dengan meriah. “Duh, calon pengantin malu-malu haha,“ goda Linda. Igo berpura-pura tuli saja, lalu menghidangkan lima porsi nasi goreng di atas meja. “Jelas aku seneng pake banget. Gugup juga ini haha,“ sahut Thoriq. Thoriq bersikap seolah-olah tidak terjadi apapun antara dirinya dan Igo kemarin malam.

Igo pun duduk di meja makan. Ia mulai menyantap sarapan paginya tanpa bicara sepatah kata pun; menoleh saja tidak. Ia cuma fokus menyelesaikan sarapannya, lalu berangkat sekolah. Igo selesai sarapan lebih dulu dari yang lain. Setelah selesai pasang sepatu, ia pun mencium tangan Hilmi, Linda, dan Thoriq. “Igo? Ini uang jajan, ambil,“ ucap Hilmi. “Makasih, pa. Tapi, uang jajan yang dikasih sama mama kemaren masih ada,“ sahut Igo menolak secara halus. Hilmi pun menarik uang itu kembali. Ia tau; mau dipaksa bagaimana pun; Igo pasti akan menolak pemberiannya.

“Igo, terima aja uang dari papa. Kalo nggak kepake, ya tinggal kamu tabung aja,“ ucap Thoriq. “Maaf, aku mau berangkat sekarang ma, pa, assalamu'alaikum,“ ucap Igo mengabaikan Thoriq. Linda merasa tidak enak hati dengan sikap Igo ke Hilmi barusan. Bagaimana pandangan Hilmi kepada dirinya nanti? Linda juga tidak ingin dicap sebagai ibu—yang gagal mendidik anaknya, dan mengajarkan tata krama yang baik. Huft, Igo, kamu kenapa, sih? Apa susahnya nerima Mas Hilmi sebagai papa tiri kamu?, batin Linda diiringi helaan nafas. “Ma? Mama kenapa?“ tanya Hilmi. “Maafin mama, pa. Maafin mama, karna mama belum bisa ngajarin Igo dengan baik. Semua ini salah mama udah manjain dia,“ sahut Linda.

Hilmi pun menggenggam tangan Linda. “Ma, Igo itu anak kita, dan tugas kita manjain dia. Biar apa? Biar dia nggak ngerasa sendirian. Igo pasti kangen banget sama papanya, dan dia juga butuh waktu buat nerima aku, dan Thoriq. Jadi, tolong mama jangan pernah nyalahin diri sendiri ato Igo lagi, ya?“ ucap Hilmi dengan sabar. Ia tau isi hati Linda, sang istri. Pasti saat ini dia sedang menyalahkan diri sendiri. “Makasih ya, pa?“ ucap Linda tersenyum. Thoriq pun permisi menghampiri Igo di teras. Dia sedang mengeluarkan motornya hingga keluar dari pagar.

“Dek?“ seru Thoriq. Igo cuma menoleh sedikit. “Ntar sore mau jalan-jalan sama abang nggak?“ tanya Thoriq. “Mending abang ajakin calon istri abang aja, daripada ngajakin aku, aku juga sibuk karna ada kelas tambahan ntar sore,“ sahut Igo. Benar. Igo memutuskan untuk mengikuti ajang cerdas cermat itu. Lebih baik ia menyibukkan diri dengan kegiatan sekolah, daripada bersama-sama di rumah, dan malah membuat hati panas. “Ya udah, kamu hati-hati, ya?“ ucap Thoriq berpesan. Lalu, Igo pun tancap gas ke sekolah.

Sugar D [BL]Where stories live. Discover now