•35

1.5K 120 10
                                    

"Tugas ku sesungguhnya adalah menunggumu."
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
~o0o~

2 hari Jeno tetap setia menemani Yoora yang masih terbaring lemah di kasur rumah sakit. Jeno juga sudah melaporkan kejadian ini kepada polisi, agar pelakunya cepat di tangkap. Jeno benar-benar ingin mengetahui apa motif pelaku hingga mencelakai istrinya. Jeno kembali menatap lirih istri nya yang tak kunjung sadar. Hatinya tentu merasa sakit yang mendalam. Jeno mempunyai tanggung jawab besar terhadap istrinya. Apalagi mengetahui calon buah hatinya meninggal membuat Jeno merasa bersalah.

"Yoora...apa tidak bosan bermimpi terus hm?" Jeno memegang lengan Yoora.

"Pasti sangat sakit bukan? Jika saja rasa sakit itu bisa di pindahkan aku akan pindahkan ke orang yang mencelakai mu. Kalau di pindahkan ke aku, aku tidak bisa kerja nanti," lirih Jeno. Air matanya kembali turun ke pipi. Kantung mata Jeno jelas terlihat. Bahkan orang yang hanya melihat sekilas akan tahu itu adalah kantung mata.

"Kau, jangan menangis seperti akan kehilangan Yoora. Dia akan sadar aku yakin, jadi hapus air mata mu," omel Jeonghan yang sedari tadi kesal melihat Jeno terus menangis. Jeonghan tahu Jeno khawatir dan sedih namun ketika melihat Jeno seperti akan di tinggal akan Yoora selama-lamanya Jeonghan kesal. Jika terus menangis tanpa berdoa percuma saja bukan.

"Sejak kapan kau disini dan kenapa?" tanya Jeno bingung. Dia tidak hanya melihat Jeonghan, dia juga melihat Soora teman Yoora yang sedari kemarin mereka terus bersama.

"Aku bekerja disini jadi bebas." Ucapan Jeonghan barusan sangat membuat Jeno kesal.

"Jangan sekarang ya berdebat nya kalian tidak lihat sedari tadi Yoora sudah sadar?" tengah Soora di tengah perdebatan tak faedah Jeno dan Jeonghan.

Jeno yang tadinya melihat Jeonghan beralih melihat Yoora. Dia memeluk erat tubuh Yoora hingga Yoora memukul dada Jeno untuk di lepaskan. Jeno terlalu rindu dengan senyuman di bibir Yoora, Jeno juga rindu suara Yoora ketika mengomel.

"Hai Jeno..." sapa Yoora ramah pada Jeno. Entah mengapa Jeno malah meneteskan air mata. Ia teringat anak yang di kandungnya telah tiada. Ia tidak siap melihat reaksi Yoora. Ia tidak mau Yoora kembali drop karena ini.

"Kenapa menangis?" tanya Yoora bingung. Apakah Jeno sedih Yoora siuman atau terharu. Yoora jelas tidak tahu.

"Ah tidak aku hanya terharu. Kenapa kamu baru sadar sekarang, sebegitu nya nyenyak nya kamu tidur," ujar Jeno. Bukan, bukan itu alasan Jeno sebenarnya. Memang benar Jeno terharu namum bukan itu yang sebenarnya terjadi.

"Soora, Om Jeonghan apa kabar. Kalian terlihat seperti couple sekarang, kalian pasti rindu aku kan. Hahaha aku tahu," canda Yoora. Dirinya terlalu senang karena sudah sadar.

"Pasti sangat sakit ya?" tanya Soora. Soora berjalan mendekati Yoora. Soora menatap lirih Yoora.

"Sakit? Tentu saja," ungkap Yoora. Dia memegang perutnya yang rata. Ia seperti merasakan sesuatu.

"Jen, perut ku seperti kosong apa aku lapar ya?"

Pertanyaan Yoora sukses membuat Jeonghan, Jeno, Soora terdiam membisu. Mereka selayaknya patung. Tidak tahu ingin menjawab apa. Jeonghan sendiri yang Dokter seharusnya berkata jujur tetapi ketika melihat Yoora seperti itu Jeonghan mendadak bisu. Soora pun yang biasanya banyak bicara tiba-tiba seperti patung sama haknya dengan Jeno.

Married With Lee Jeno [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang