Part 59 "Pertandingan"

Start from the beginning
                                    

Tangan Arlan pindah bertengger di samping kompor, ia menatap pemandangan di depannya lekat-lekat. “Lo niat banget sampai udah latihan buat masa depan, gue aja belum ada gladi bersih buat jadi suami lo.”

"Uhukk...uhuk..."

Tunggu, kalian jangan salah paham Syila batuk karena aroma makanan sedikit menyengat. Meski komponen utamanya ayam dan kecap, tapi tetap ada sedikit cabenya kan.

Balik pada topik awal, Syila sama sekali tidak menyangka menyisihkan waktu untuk menyiapkan makanan akan membuat hati Arlan begitu tergerak. Dan sialnya lagi ia bahkan tak bisa fokus dengan masakannya. Perutnya terasa seperti digelitiki oleh setiap kata yang keluar dari bibir laki-laki itu. Sekarang jadi ia yang bertanya di dalam benak, bisakan Arlan bertanggung jawab dengan rasa yang meradang saat ini.

Arlan menurunkan badannya jauh ke bawah lantas menopang dagu dengan telapak tangan. “Lo masak aja cantik, sebenarnya gue ngapain sih di kehidupan sebelumnya sampai bisa dapetin lo?” 

Syila terkekeh kecil dengan pipi yang memanas. “Emang udah didapetin?”

“Soon.”

“And I’m hoping to get yes.”

Deg

“Yess…” Arlan melompat tinggi ke udara merayakan kelolosan mereka ke babak final. Sama senangnya dengan Arlan, Rakil dan Argan bertos ria dengan senyuman yang lebar. Di samping lapangan, pelatih mereka terlihat begitu bangga dengan anak didiknya.

Pendukung-pendukung yang hadir ikut menyoraki termasuk cheerleader sekolah. Suasana pertandingan benar-benar seru hingga setiap orang yang hadir terbawa tegang selama permainan berlangsung tadi.

Lima pemain tersebut lantas berjabat tangan sesaat dengan tim yang kalah.

Sang pelatih datang mendekat, memberi pelukan bangga. “Bagus, lanjutkan kerja keras kalian sampai final.” Tukasnya dengan tulus.

Arlan membuka handphonenya melihat jam. Seharusnya gadis itu datang dua jam lagi, sesuai perkiraan.  Kedua sudut bibirnya terangkat ke atas. Semoga yang direncanakannya berhasil.

Sedangkan di lain tempat, seseorang baru saja datang dari sekolah. Ia mendudukkan diri menikmati makan siang dengan perasaan senang. Bagaimana tidak, ia baru saja mendapat kabar bahwa tim basket sekolah mereka masuk ke babak final. Sungguh, Syila sangat bangga dengan Arlan.

 Sungguh, Syila sangat bangga dengan Arlan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

“Arlan lolos ke final bi.” Seru Syila membagikan momen senangnya bersama Bi Indah yang sibuk dengan kegiatan bersih-bersihnya.

“Wih hebat nak Arlan.”

Meski tengah mengunyah makanan sekalipun, tak barang sedetik senyumannya memudar. Bersamaan dengan suapan terakhir, handphone Syila yang tergeletak di samping kiri piring bergetar. Nama Kak Indi tertera di layar handphone memanggilnya.

Kenapa ya?” 

Hari ini ia memang izin untuk tak membantu proses persiapan acara pameran besok. Tentu saja kalian tahu alasannya.

Syila menjatuhkan sendoknya dan menempelkan handphone ke telinga kanan “Halo kak?” 

“Syila lo lagi dimana sekarang?”

Tanya Kak Indi dengan suara yang terdengar buru-buru.

Firasatnya jadi sedikit buruk seketika. “Di rumah sih kak, kenapa emang?”

“Bisa ke tempat pameran bentar nggak? Urgent banget dan gue perlu lo buat beri penjelasan ke pihak panitia.”

Mau tak mau Syila menjauhkan teleponnya dan melihat berapa lama waktu yang tersisa. Satu setengah jam lagi sebelum waktunya.

Bisa, Syila pasti bisa sampai disana tanpa mengacaukannya. “Oke kak, sekarang gue kesana.” Jawabnya seraya meintas penjelasan lebih jauh dari pihak seberang.

… 

“Semangat.”

“Bisalah bro.”

“Pasti menang.”

Banyak teman-temannya menghampiri menyalami Arlan dengan sama semangatnya untuk laki-laki itu. Mereka semua memberi kepercayaan pada tim basket untuk mengharumkan nama sekolah. Penonton yang tadinya hanya mengisi setengah dari keseluruhan kursi berubah menjadi penuh. Baik perempuan maupun laki-laki datang menyoraki, memeriahkan pertandingan.

Lima menit lagi sebelum final dimulai antara SMA Cendrawasih, sekolah Arlan dengan SMA Bina Raharja mulai, namun matanya tak menangkap kedatangan orang yang ditunggu. Padahal di sisi timur lapangan, terlihat ketiga sahabat gadis itu telah duduk dengan rapi menyisakan satu kursi kosong di antaranya.

“Masih belum datang?” Tanya Argan menepuk bahu Arlan seraya mengedarkan pandangan ke segala penjuru.

“Belum.”

“It’s okay, harusnya sebentar lagi.”

Begitu pluit bunyi dan bola terlempar, euphoria berubah tegang dengan semua mata yang fokus ke depan. Seperempat pertandingan terlewati dan skor yang tercetak seri. Seluruh SMA Cendrawasih dibuat agak bingung dengan kondisi satu pemain mereka yang terlihat gelisah. Setiap laki-laki itu berusaha menembakkan shootnya, bola selalu menyentuh sisi pinggir ring. 

“Lan, lo serius dong.” Seru Rakil menepuk bahu Arlan dari belakang.

“Ayo Arlan.” Teriak pelatih memberi tepuk tangan untuk membangkitkan ambisi anak didiknya. Tak seperti tadi yang ganas dan gesit, kali ini Arlan terlihat sedikit gusar.

“Huh.” Ia menghela nafas kasar seraya menyisir rambut ke belakang dengan tangan. Semaksimal mungkin Arlan menghilangkan segala pikiran lain dari otaknya. Ingat bahwa ini pertandingan yang akan diingat untuk waktu lama. Masih banyak pasang mata dan hati yang menaruh harapan padanya.

Kapan lo datang Syila?”

Updatee 🎉🎉
Gimana part ini?
Jangan lupa tinggalkan vote kalian 💛
Dan aku mau berterimakasih banyak untuk beberapa hari ini, kalian the best 🥰
Pokoknya mood banget baca komen kalian, semoga aku bisa bales satu² ya :)
See u in the next part

Mau diupdate kapan nih???

Kita doain Arlan dan timnya menang
Bye... 👋

Romansa Remaja Satu Atap (END)Where stories live. Discover now