Operasi Darurat?! - Bagian 1

6 2 0
                                    

Pria berseragam terlihat duduk berselonjor di atas sofa panjang yang sudah dialasi plastik dan kain, sedangkan pria berbaju bola sibuk menyiapkan berbagai peralatan medis ke atas meja sofa panjang di sampingnya. Terdengar suara dua orang wanita sedang berdebat di dalam kamar, wajah pria berseragam itu terlihat sangat cemas.

Tidak lama kemudian, wanita berkemeja hitam keluar dari kamar dengan wajah suram sambil menutup pintu kamar. Pria berseragam, "Adek.." Wanita berkemeja hitam menengok ke arah pria berseragam. Wanita berkemeja hitam, "Ada apa Mas?" Pria berseragam dengan ramah, "Sebaiknya kita semua saling berkenalan dulu." Wanita berbaju hitam menggaruk alisnya karena kebingungan. Wanita berkemeja hitam, "Okeii."

Kemudian wanita berkemeja hitam melangkah menuju sofa. Pria berkaos bola yang sedang berjongkok di depan meja melirik ke arah wanita berkemeja hitam sambil terus menyusun alat medis. Pria berkaos bola, "Lu belum memperkenalkan diri?" Wanita berbaju hitam, "Emang Lu udah?" Pria berkaos bola menggelengkan kepalanya.

Tiba-tiba wanita berdaster keluar dari kamar menuju mereka bertiga, dia berjalan sambil menjelaskan sesuatu. Wanita berdaster, "Mbak Vivi bilang, dia mau nyusuin anaknya dulu. Yang penting semua yang dia sebutin tadi udah ada. Tunggu gue cek.." Wanita berdaster itu mencocokkan semua peralatan yang ada di atas meja dengan catatan yang ada di hapenya.

Pria berseragam, "Salah satu dari kalian ada yang dokter?" Ketiga orang itu melihat ke arah pria berseragam dengan bingung dan cemas, lalu menggeleng. Pria berseragam, "Lalu.. Ini semua untuk apa?" Wanita berkemeja hitam, "Mbak Vivi yang dokter, Mas. Dia bilang kalau orang militer biasanya udah dilatih untuk menangani lukanya sendiri. Jadi..." Pria berseragam, "Saya sendiri yang ambil pelurunya?" Wanita berkemeja hitam mengangguk dengan ragu.

Pria berbaju bola mendorong meja untuk mendekat ke sofa. Pria berseragam melihat ke arah peralatan yang di susun di meja, lalu menarik nafas panjang. Saat pria berseragam akan mengambil salah satu alat medis, terdengar suara handphone berdering. Wanita berdaster, "Ehh.. Tunggu.. Ini mbak Vivi telpon." Pria berseragam menarik kembali tangannya dan mengamati ketiga orang yang sedang berdiri di depannya.

Wanita berdaster, "Halo.. Mbak.." Terdengar suara seorang perempuan dari speaker HP, "Mana Adek.. Aku mau maki-maki dia dulu.. hahahahaa.." Wanita berdaster, "Nih si Pembuat onar, mukanya udah kayak hantu." Wanita berdaster memberikan HP-nya ke wanita berkemeja hitam. Wanita berkemeja hitam, "Apa mbak? Buseet! Video call!! Kamu mau kemana rapih banget malem-malem begini? Lagi dinas?" Mbak Vivi, "Ini semua karena kamu anak nakal.. Aku jadi harus bangun tengah malam terus dandan. Hahahaa.. Beneran kamu bawa Pak Risman?" Wanita berkemeja hitam mengangguk-angguk, lalu mengubah kamera ke arah pria berseragam. Mbak Vivi, "Oh iya, bener. Aku mau bicara sama Pak Risman dulu." Wanita berkemeja, "Tadi katanya mau maki-maki aku?! Sekarang mau bicara sama Mas Risman. Gimana sih?" Mbak Vivi, "Hahaha..."

Kemudian wanita berkemeja hitam menyerahkan hape dengan sopan. Wanita berkemeja hitam, "Ini Mas.." Risman memegang hape itu dan mengubah kamera ke arahnya. Mbak Vivi, "Malam Pak Risman." Risman, "Malam Bu Vivi." Mbak Vivi, "Masih ingat saya Pak? Saya yang waktu itu membantu operasi bedah di RS Militer kota Barat saat salah anggota tertembak." Risman terdiam sambil mencoba mengingat sesuatu, lalu tersenyum.

Risman, "Sepertinya saya ingat, Bu." Mbak Vivi, "Alhamdulillah. Saya kebetulan sedang cuti karena melahirkan, Pak. Ini saya sedang di rumah orang tua saya di Kota Selatan, dekat rumah Adek. Jadi saya tidak bisa ke sana, Pak." Risman dengan ramah, "Iya Bu, tidak apa-apa. Ini dadakan dan darurat juga." Mbak Vivi, "Baik, Pak. Tiga orang yang berada di rumah itu adik-adik saya, Pak. Kelakuannya memang seperti itu, tapi Insya Allah mereka tulus kalau membantu." Risman, "Iya. Saya juga bisa melihat ketulusan mereka, Bu." Mbak Vivi, "Alhamdulillah. Yang berdaster itu adek ipar saya, namanya Angela. Yang berkaos bola, namanya Ardo, suaminya Angela. Nah.. Yang berkemeja hitam ini si pembuat onar, namanya Adek. Harap bapak jangan tersinggung ya.. Mulutnya memang terkadang perlu dikuncir. Hahahahaha.." Risman tertawa kecil mendengarkan penjelasan dari Mbak Vivi. Mbak Vivi, "Boleh saya lihat luka tembaknya, Pak? Mungkin saya bisa bantu?" Risman, "Boleh, Bu."

Risman melihat ke arah 3orang di depannya, tapi tidak ada yang berani maju. Risman, "Dek.."Adek melangkah ke arah Risman dengan cemas. Risman memberikan hape kepada Adek,lalu menyobek celana panjangnya agar luka di paha kanannya terlihat lebihjelas. Adek mengubah kamera ke arah luka Risman. Mbak Vivi, "Ini lukanya cukupserius, Pak. Kalau tidak segera ditangani, infeksinya akan semakin parah.Mungkin hal itu juga yang membuat Pak Risman pingsan." Risman hanya terdiamkebingungan lalu melihat ke arah Adek yang berwajah cemas.

Mbak Vivi,"Bagaimana Pak? Sanggup dilanjutkan sendiri atau mau ke rumah sakit saja?" Adekmerengek, "Mbak.. Gag berani aku ke rumah sakit lagi. Mas Risman orangterkenal, sulit nanti..." Mbak Vivi segera menyahut, "Diam kamu, Dek! Jaditongsis ajah." Adek terdiam lalu menghela nafas, wajahnya terlihat sangatkhawatir. Risman, "Insya Allah, saya sanggup, Bu." Mbak Vivi, "Baik, Pak. Sayabantu arahkan dari sini. Semoga pelurunya tidak sampai kena tulang." Rismanmulai mengambil peralatan medis satu per satu dari meja untuk merawat lukanyasesuai dengan arahan dari Mbak Vivi. Sedangkan Adek hanya bisa diam dan dudukbersimpuh di hadapannya, sambil memegang hape dan mengamati setiap hal yangRisman lakukan.

Dari Buronan Sampai Pelaminan ??Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang