27. Desa Sarongge.

199K 26.7K 2.6K
                                    

" kata mamah, masa putih abu-abu adalah masa keseriusan juga keseruan pada hampir semua manusia." 
- Gionatan -

                          ⚔️⚔️⚔️

Hujan sudah mulai reda dan hanya dihiasi oleh gerimis saja, langit sudah mulai gelap sebab sekarang sudah pukul enam sore. Ya, perjalanan pemuda-pemudi tersebut terhambat sebab hujan deras tadi ditambah Rai yang muntah dua kali.

Mobil Fortuner hitam tersebut mulai memasuki desa Sarongge, Cibubur. Desa yang dikenal sebagai tempat wisata tersebut memang sangat indah terutama kebun teh yang akan memanjakan mata.

Mobil berhenti tepat di depan sebuah rumah bercorak kayu yang lumayan besar, Ada tangga kayu menuju masuk kedalam rumah. Franklin mengklakson dua kali membuat seorang gadis cantik keluar dari rumah.

Awalnya gadis tersebut bingung, tetapi ketika melihat Pipit keluar membuat ia terkejut lalu berlari masuk kedalam rumah.

" Ini beneran rumah nenek Lo pit?" Tanya Delon sambil keluar dari mobil diikuti yang lain.

" Iya, semester lalu gue sama keluarga gue baru berkunjung ke sini kok." Jawab Pipit tersenyum menatap rumah neneknya.

" Masih pusing?" Tanya Gio ketika melihat wajah pucat istrinya.

Rai menggeleng, ia sedikit lega karena akhirnya sampai juga ke tempat tujuan. Asrinya desa itu membuat pusingnya hilang.
Beberapa para tetangga ada yang keluar atau mengintip dari rumah melihat kedatangan mereka semua.

" BUAHAHHAHA, MY LOPE LOPE BEST...."

Semuanya mengalihkan pandangan pada seorang cowok tengil yang menjadi alasan mereka untuk datang, yup si galangkung.

Galang berdiri di ambang pintu seraya merentangkan kedua tangan mengharapkan pelukan teman-temannya, tapi tidak ada sama sekali yang bergerak untuk membalas pelukan dia.

" Lo siapa?"

" Gak kenal tuh."

" Cih, soken tuh cowok."

Seketika Galang menurunkan tangan seraya mendegus kesal.
" Lo semua siapa? Datang ke rumah gue?"

" Idih, bangga banget Lo bilangnya. Kita pengen nemenin Pipit liburan kali." Celutuk Revion.

" Udah ah, masuk yuk." Ajak Pipit dan diangguki mereka semua.

" Astaga, pacar gue makin cantik." Galang nyaris memeluk Rai jika saja perempuan itu tidak menghindar ke belakang suaminya.

" Eh, Lo buatin teh sana. Kita ini tamu lho." Perintah Anton yang langsung di toyor Galang.

Mereka semua duduk di kursi kayu di ruang tamu. Baru mereka duduk, seorang wanita rentan yang berjalan sedikit membungkuk disertai kacamata minus serta tongkat kayu mengalihkan perhatian mereka.

" Pipit mana?" Tanya nenek tersebut dengan serak. Bisa diperkirakan umurnya sudah sangat tua.

" Ini Pipit nek." Pipit segera memeluk neneknya cukup lama untuk melepas rindu, setelah itu ia melepaskan pelukan.

" Astaga, anakku.."

" Eh eh, itu bukan ayah nek. Itu. Temannya. Galang." Cegah Galang sebelum nenek memeluk Revion. Memang nenek tersebut sudah mulai pikun apalagi penglihatannya telah kabur.

Nenek terdiam sejenak lalu manggut-manggut mengerti, ia segera duduk di kursi tunggal.
" Ayah sama mamah kamu mana?"

" Gak ikut nek. Mereka tuh teman-teman Galang yang kemarin kata mamah pengen berkunjung itu."jelas Galang dengan sabar.

Gionatan ( SUDAH TERBIT )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang