"Kondisi Zafia sudah membaik. Walaupun dia belum sadar, tapi semua anggota tubuhnya sudah bisa bekerja dengan baik," ucap Wisnu mengabaikan tatapan melongo dari Bima dan Denzi.

Alfa menghembuskan nafasnya lega. "Apa Alfa bisa masuk, Pa?" tanya Alfa kemudian.

Wisnu mengangguk. "Kamu temani Zafia di dalam. Kami akan mencari makan siang dulu. Kamu mau dipesankan apa?"

Alfa menggeleng. Dia mengangkat tangannya yang memegang kotak makanan dari Bik Ida tadi. "Masakan terakhir Zafia sebelum koma. Alfa mau makan sama ini."

Denzi dan Bima saling pandang. Wisnu langsung menganggukkan kepalanya tanda mengerti. Kemudian ketiga orang itu segera meninggalkan Alfa dan pergi ke Kantin Rumah Sakit.

Alfa melangkahkan kakinya memasuki ruangan Zafia. Dilihatnya Zafia terbaring dengan alat pernafasan yang menempel di hidungnya. Juga ada beberapa alat lain yang jelas tidak Alfa ketahui.

"Assalamualaikum, Sayang?" sapa Alfa sambil tersenyum gentir. Dia duduk di sebelah Zafia setelah meletakan kotak makanan itu di nakas samping tiang infus Zafia.

Tangannya menggenggam tangan Zafia yang terbebas dari infus. Ditatapnya wajah polos Zafia yang nampak sedikit pucat.

"Kamu jangan tidur lama-lama, Yang. Janji kamu mau tidurnya di rumah Dinda. Kakak izinin kok. Tapi Denzi suruh pindah dan pergi ke mana gitu kalau kamu di rumah Dinda," ucap Alfa di sela mengamati wajah Zafia.

Pandangan Alfa tertuju pada nakas di seberangnya. Tempat di mana ia meletakkan kotak makanan itu di sebelah tiang infus Zafia. Tangannya terulur dan mengambil kotak makanan itu.

"Kamu yang masak ini buat Kakak, ya, Zaf?" tanya Alfa yang jelas  direspon apa pun oleh Zafia.

"Enak," ucap Alfa setelah memasukkan udang tumis itu ke dalam mulutnya.

"Enak, Yang. Ini masakan kamu yang paling enak yang entah ke berapa kalinya kamu masak untuk Kakak," ucap Alfa sambil menatap nanar udang tumis saos tiram di kotak bekal yang dipegangnya.

"Kalau kamu suap Kakak, pasti rasanya lebih enak, Sayang," lirih Alfa mengalihkan pandangannya ke wajah Zafia.

"Kamu bangunlah, Yang. Kakak rindu suapan kamu," gumam Alfa menjatuhkan kepalanya di sebelah lengan Zafia.

Alfa mendongak, dan meletakkan kembali kotak bekal itu di nakas sebelumnya. "Kakak menyesal, Zaf. Kakak janji nggak akan lakuin itu lagi. Cukup sekali. Dan ini yang terakhir. Kakak janji. Tapi, kamu bangun sekarang, ya?"

Alfa menjatuhkan kepalanya di lengan Zafia. Ingatannya tertuju saat dia, Dinda, dan Denzi merencanakan sesuatu untuk kejutan ulang tahun Zafia.

Flasback on~

"Jadi, apa rencanamu, Din?" tanya Alfa sambil menyeruput minumannya yang baru datang itu.

Dengan senyum mengembang, Dinda mulai berucap, "Kau, Bang Alfa. Kau harus pura-pura selingkuh dari Zafia."

Alfa langsung tersedak akibat ucapan Dinda. Sedangkan Denzi yang berada di antara Alfa dan Dinda langsung tertawa terbahak.

"Kenapa kau tertawa, hah?" tanya Dinda memandang tak suka pada Denzi. Matanya mendelik tajam.

"Hey, girl. Kau meminta dia selingkuh dari Zafia? Yang benar saja. Bisa dipecat jadi suami idaman sama si manja Zafia itu dia nanti," ucap Denzi sambil menoyor kepala Dinda.

Dengan mengerucutkan bibirnya, Dinda menyikut perut Denzi dengan sikunya. "Aku sudah memikirkan rencana ini semalaman. Aku fikir ini akan menyenangkan. Seperti di film-film atau cerita di novel-novel gitu."

"Kayaknya menarik," gumam Alfa yang dapat didengar Dinda.

Senyum Dinda langsung mengembang. "Sangat menarik, Bang. Nanti aku yang akan jadi selingkuhan pura-pura kau. Pasti Zafia tak pernah menyangka kalau sahabatnya ini akan jadi selingkuhan suaminya."

Denzi lagi-lagi tertawa mendengar ucapan Dinda. "Jangan dengarkan Dinda, Bang. Otak dia ini memang encer kalau di sekolah, tapi kalau di sini ... otak dia mendadak bobrok."

Pletak!

Jitakan dari Dinda tepat mengenai jidat Denzi. Denzi hanya meringis sambil mengusap keningnya.

"Ini pasti seru, Bang. Kau harus jadikan aku selingkuhan pura-pura kau. Tapi ..."

"Nah, kan. Kalau ada tapi-nya pasti tak aman, Bang. Udah, cari rencana baru aja," ucap Denzi yang lagi-lagi mendapat jitakan dari Dinda.

Alfa sedikit meringis melihat Dinda yang leluasa menjitak Denzi. Tak terbayangkan kalau di rumah, mereka pasti sudah seperti anjing dan kucing yang berantem terus. Ya, gimana lagi? Mereka punya pemikiran yang bertolak belakang.

"Tapi apa, Din?" tanya Alfa sambil memandang Dinda.

"Tapi, jangan libatkan Fikri dalam rencana ini. Soalnya ... dia bisa marah kalau tahu aku deket sama kau tiga hari ke depan," ucap Dinda mengecilkan suaranya di kalimat terakhir.

Alfa dan Denzi saling pandang. Kemudian menatap Dinda dengan tatapan tanya.

"Kamu pacaran sama Fikri?" tanya Alfa.

Dengan senyum malu, Dinda mengangguk. Denzi langsung tergelak kembali karenanya. Dan ya, jitakan dari Dinda mendarat kembali ke jidatnya.

Alfa yang mendengarnya entah kenapa tiba-tiba tersenyum. Ia merasa saingannya telah berkurang satu yaitu Fikri.

"Rencanamu bagus, Din. Aku setuju. Tapi--"

"What? Kau setuju, Bang?" sambar Denzi tiba-tiba. Dia tak menyangka kalau Alfa akan menyetujui rencana bodoh Dinda. Di otaknya sempat terfikir, apa mantan gurunya ini sama bobroknya dengan sepupunya?

Alfa mengangguk yakin. "Aku setuju, tapi seseorang itu bukan kamu, Din."

"Lalu?" tanya Denzi dan Dinda bersamaan.

"Siska."

Sempat terjadi perdebatan di sana selama berjam-jam. Dinda jelas tak setuju dengan usulan Alfa. Banyak alasan di otaknya. Salah satunya, bagaimana kalau orang itu jatuh cinta beneran sama Alfa?

Karena Alfa mengatakan tidak akan menyetujui usulan Dinda kalau bukan Siska seseorang itu, akhirnya Dinda menurut. Terlebih saat Alfa mengatakan akan sulit meyakinkan Zafia tentang perselingkuhannya dan Dinda. Sangat kecil kemungkinan bagi Alfa kalau Zafia akan percaya dalam waktu tiga hari itu.

Ya, akhirnya Dinda menyetujui dengan sangat terpaksa.

Flasback off~.

.

.

-tbc-
Next?
Jngn lupa vote&komen😗

Gadis Kedua Guru Olahraga [ END ]Where stories live. Discover now