13

14.4K 705 8
                                    

Happy Reading 🍂

Orang-orang memusatkan tatapannya pada Zafia, Alfa, dan Bima. Dinda dan Syifa yang mendengar suara teriakan Alfa juga menoleh ke arah mereka. Dan detik berikutnya, mereka beringsut dari kolam bola menuju tempat Zafia.

"Ayo, pulang!"

Alfa mencengkeram erat tangan Zafia. Menatap Zafia dengan tatapan elang. Entah kenapa nyali Zafia seketika ciut melihat tatapan Alfa itu. Hilang sudah cengiran kuda khasnya. Padahal tatapan Wisnu lebih mengerikan dari Alfa. Tapi kenapa Zafia merasa nyalinya kabur begitu saja saat tatapan Alfa itu terasa membunuhnya?

Zafia menelan salivanya. Suaranya nampak mengambang di tenggorokan saat ini. Keringat mulai menampakkan wujudnya di pelipis Zafia. Entah kenapa, udara terasa panas di sana. Harusnya 'kan dingin karena udara AC.

"Ayo, pulang! Apa yang kau tunggu? Kau masih ingin melanjutkan bersenang-senang bersama pengawalmu ini, hah? Jawab, Zafia! Kenapa diam saja!" bentak Alfa mencengkeram pergelangan tangan Zafia lebih keras.

Zafia menggigit bibir bawahnya. Bulir kristal sudah menumpuk di ujung matanya. Ia tak boleh menangis. Tak boleh menangis hanya karena bentakan Alfa.

Sejak Mamanya meninggal --saat ia duduk di bangku kelas tujuh SMP-- ia tak pernah dibentak siapapun. Sebelumnya juga begitu. Zafia hanya diberi perkataan tegas, sejengkel-jengkelnya Wisnu padanya. Tapi ini? Alfa tega membentaknya.

"Kenapa masih diam, Zafia! Ayo, pulang!" bentak Alfa lagi menyeret Zafia. Tapi, Zafia masih bergeming, menatap Alfa dengan mata berkaca.

Dinda yang tahu kemarahan Alfa, segera membawa bocah kecil itu pergi. Berkata ingin membelikannya Es krim dan boneka yang dijanjikan. Syifa awalnya menolak --karena melihat Ayahnya memarahi Bundanya-- tapi, mendengar kalimat Es krim dan boneka ia menurut.

"Tuan, anda hanya salah faham," ucap Bima sambil menundukkan wajahnya. Ia tahu betul Nonanya ini tidak bisa dikasari. Nonanya hanya mau mengasari, tapi tidak untuk dikasari.

"Apa! Kau puas telah membangunkan singa yang tidur, hah?" ucap Alfa menatap tajam Bima.

"Pak?" lirih Zafia menahan perih di pergelangan tangannya. Selain tak pernah di bentak, Zafia juga tak pernah disakiti secara fisik oleh siapapun.

Wisnu sangat menyayangi Zafia. Tak akan ada yang berani menyentuh seujung kuku milik putri kesayangannya ini. Bila ada, orang itu tidak akan pernah hidup tenang karena mengganggu ketenangan Putrinya.

Lagi-lagi Alfa melakukan sesuatu itu. Sesuatu yang tak pernah Zafia rasakan. Dibentak dan dikasari.

"Tuan? Anda menyakiti Nona," ucap Bima melirik Zafia prihatin.

Alfa dengan deru nafas naik turun melirik ke arah Zafia. Wajahnya yang merah karena marah berubah seketika ketika melihat mata Zafia.

"Kau membentakku. Kau baru saja membentakku," lirih Zafia menggigit bibir bawahnya. Selain pergelangan tangan, bibir itu juga merasakan perih yang lumayan juga.

Alfa terdiam menatap mata Zafia.

"Kau, kau menyakiti tanganku," lirih Zafia lagi membuat Alfa tersadar.

Segera dilepaskan cekalan tangannya Zafia. Merah. Tangan putih mungil itu nampak memerah dan membekas membentuk jari Alfa.

"Zaf, aku ..." Alfa termenung dengan tatapan ke tangan Zafia. "Zaf, maaf. Aku ..."

"Kau jahat!" Sentak Zafia mendorong lengan Alfa dan berlari meninggalkan mereka.

Meninggalkan Alfa yang menatap kosong tangannya yang telah melukai Zafia. Meninggalkan Bima yang terdiam sambil memandang Alfa. Juga meninggalkan orang-orang yang memusatkan mereka jadi pusat perhatian.

Gadis Kedua Guru Olahraga [ END ]Where stories live. Discover now