51

8.9K 386 2
                                    


Happy Reading!

"Siska!"

Alfa langsung berteriak dengan gigi bergemelutuk dan rahang mengeras. Tangannya sudah mengepal sejak menginjakkan kaki di anak tangga teratas.

"Siska! Di mana kamu!" teriak Alfa lagi sambil mengedarkan pandangannya kesekeliling ruang tamu. Dilihatnya hanya ada Bik Ida yang tengah membersihkan guci yang pecah di sana.

"Maaf, Tuan. Tamu Tuan tadi sudah pergi. Baru saja melangkah keluar saat Tuan keluar dari kamar Non Syifa. Dia terlihat terburu-buru sekali, Tuan. Terlihat saat dia berlari dengan wajah pucat," jelas Bik Ida sambil menundukkan kepalanya.

"Arggh ...!" Alfa meninju dinding di sebelahnya. Diacak-acaknya rambut yang terlihat rapi itu sehingga kembali berantakan.

"M-maaf sekali lagi, Tuan," lirih Bik Ida kembali bersuara.

"Kenapa, Bik?" tanya Alfa dengan tatapan nanar.

"Den Denzi tadi menelfon saya, Tuan. Katanya, Tuan Wisnu sejak tadi mencoba menghubungi orang rumah, tapi tidak ada yang menjawab. Ingin menelfon Nyonya Tari, tapi hendphone beliau dibawa Tuan Wisnu," jelas Bik Ida masih menunduk.

Seketika itu amarah Alfa pada Siska hilang. Alfa langsung mengingat kondisi Zafia yang masih di Rumah Sakit. Dengan tergesa ia mengambil kunci mobil di nakas dekatnya dan keluar dengan berlari.

"M-maaf, Tuan." Bik Ida berlari menyusul Alfa yang baru sampai di teras depan rumah.

"Ada apa lagi, Bik?" tanya Alfa tergesa-gesa.

"Maaf, Tuan. Sebentar," ucap Bik Ida sambil berlari ke dalam. Alfa dengan tidak sabar menunggu Bik Ida keluar rumah.

Tak lama kemudian Bik Ida keluar dengan sesuatu di tangannya. "Ini, Tuan," ucap Bik Ida sambil menyodorkan kotak makanan pada Alfa.

"Bibik mencegah saya hanya ingin memberi ini?" tanya Alfa sedikit tersulut emosi. "Saya nggak lapar, Bik. Bawa masuk aja."

"Maaf, Tuan. I-ini masakan terakhir Nyonya Zafia. Kemarin sore beliau memasak ini khusus buat Tuan. Tangannya sampai terluka saat membuatnya, Tuan. Saya mohon, Tuan terima, ya?" ucap Bik Ida sedikit memelas saat mengatakannya.

Alfa menatap nanar kotak makanan di depannya itu. Tangannya segera terulur dan mengambil kotak itu dengan senyum kecut.

"Terima kasih, Bik," ucap Alfa sekilas kemudian berlari ke arah mobilnya.

"Semoga Nyonya baik-baik saja, Tuan," lirih Bik Ida sambil menyeka ekor matanya.

***

Alfa mengendarai mobil dengan kecepatan di atas rata-rata. Sesekali pandangannya tertuju pada kotak makanan itu. Senyum kecut kembali terpampang di wajah tampan yang terlihat lelah itu.

Perut Alfa memang lapar. Sangat lapar. Dia belum menyentuh makanan dari kemarin siang. Tapi, kondisi Zafia saat ini membuat selera makannya turun. Sangat turun.

'Kakak pasti makan, Sayang. Kakak pasti memakannya,' gumam Alfa dalam hati.

Tak lama kemudian mobil Alfa sampai di Rumah Sakit. Segera dia keluar dengan tergesa --tak melupakan kotak makanannya-- dan berlari menyusuri koridor Rumah Sakit.

"Gimana kondisi Zafia, Pa?" tanya Alfa saat sampai di depan ruang rawat milik Zafia.

Semua yang ada di sana melongo sesaat. Bagaimana tidak? Alfa diminta pulang untuk membersihkan dirinya agar bisa dilihat lebih nyaman. Namun apa yang didapat? Kondisi Alfa masih saja berantakan, ya walaupun lebih bersih dari sebelumnya.

Gadis Kedua Guru Olahraga [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang