Tokk! Tokk!

    "Jeogiyo," panggil pembunuh tersebut.

    Sang pemilik rumah yang berada di ruang tamu mulai mendengar seseorang memanggilnya dan mendekati pintu tempat pembunuh tersebut berada. "Siapa yang bertamu saat hujan seperti ini?"

    Cklekk!

    Gagang pintu mulai bergerak bersiap membuka dinding penghalang antara pembunuh dan korbannya.

    Si pembunuh mulai mengukirkan senyum dan tangan bersiap dengan pistol sudah siap menembak korban.

    Sedangkan korban yang tak mengetahui siapa yang sudah menunggunya di depan sana meneruskan membuka pintu tersebut. Pintu kian terbuka dan ....

    Sesuatu yang panas dirasakan Youngjae berada di pundaknya. Tak berani Youngjae memeriksa apa itu, ia hanya menelan ludah ketakutan.

    "KYAAAA!!" jeritan tinggi terdengar dari korban.

    "Kau mau?"

    "Heh!?" Youngjae tersentak kaget dengan nafas tak teratur.

    "Kau mau cokelat panas ini?" ulang Bu Kim menepuk pundak Youngjae.

    "Euhh? Ternyata Kim uisanim?" Youngjae menghela nafasnya.

    "Wae? Kenapa denganku?"

    "Bu, bukan apa-apa," kilah Youngjae kembali melanjutkan menatap series pembunuhan tadi.

    "Kau tidak mau cokelat panas ini?"

    "Hmm," Youngjae menatap singkat segelas cokelat di meja. "Mau, mau, kok. Gomawoyo Kim uisanim," tutur Youngjae lalu segera beralih menatap layar ponsel.

    "Youngjae-ya, apa yang kau tonton itu? Sepertinya kau sangat serius."

    "Hm, The Secr─"

    Belum sempat Youngjae menyebutkan judul series yang ditontonnya. Ucapannya harus terpotong gara-gara suara ketukan pintu.

    Tokk! Tokk!

    "Jeogiyo," panggil seseorang dari pintu depan. Tak lama guntur disertai angin ikut menyusul suara tersebut.

    Mata Youngjae kian melebar karena mendapati hal mirip dengan scene tadi terjadi di sini. Waktu yang tepat saat pembunuh itu memanggil korbanya.

    "Youngjae, kau mendengar seseorang memanggil?" tanya Bu Kim ragu dengan yang didengarnya.

    "A, Anieyo. Aku tidak mendengar apapun," bohong Youngjae.

    "Benarkah? Tapi, sepertinya tadi aku mendengar ada yang memanggil."

    Wajah Youngjae berubah pucat dengan keringat mulai keluar. Apa jangan-jangan itu pembunuh hujan seperti dalam series ini? Dengan mengumpulkan keberanian Youngjae mencoba menatap pintu masuk apotek ini.

    Tokk! Tokk!

    Kembali lagi orang di depan pintu tersebut mengetuk membuat Youngjae semakin berpikir pembunuh hujan sedang mengintainya.

    "Jeogiyo," ulangnya memanggil.

    "Tuh, kan sepertinya ada yang memanggil dari luar. Kau yakin tidak mendengarnya Youngjae-ya?"

    "Ani, Anieyo," bantah Youngjae sembari menggelengkan cepat kepalanya. "Kim uisanim pasti salah dengar karena hujan. Mungkin saja itu suara angin." Youngjae menelan ludah yang terus menggumpal di mulutnya karena kekhawatirannya.

    "Benar juga, sepertinya itu hanya suara angin," sahut Bu Kim sembari menatap lama pintu masuk apotek miliknya.

    Tokk! Tokk!

    "Tapi, Youngjae-ya aku sepertinya tidak salah dengar. Ada orang yang memanggil di depan pintu." Bu beranjak dari tempatnya duduk dan mendekati pintu tempat orang tadi mengetuk.

    "Tunggu Kim uisanim," cegah Youngjae. "Jangan dibuka."

    Bu Kim menghentikan langkahnya, lalu berpaling pada Youngjae. "Wae?"

    Bagaimana ini? Bagaimana kalau itu si pembunuh hujan? Kalau itu pembunuh hujan dan Kim uisanim yang membukanya maka ... Youngjae menggeleng cepat "Andwae, andwae ... tidak boleh seperti itu."

    "Kenapa aku tidak boleh membukanya?" tanya Bu Kim tak mengerti.

    Youngjae kembali terdiam. Apa aku saja yang membukanya, ya? Lagi-lagi kepala Youngjae menggeleng. Tidak boleh, aku, kan masih muda dan aku juga tampan. Bagaimana kalau ketampananku ini menghilang?

    "Memangnya ada apa Youngjae-ya?"

    "I, itu ..." Youngjae kembali terdiam.

    Ya! Lee Youngjae kau sebagai seorang laki-laki harusnya berani. Masa, kau harus mengorbankan Kim uisanim yang sudah banyak membantumu itu?

    Tapi, bagaimana dengan masa depanku?. Eottoke?

    Lee Youngjae, kau harus berani berkorban untuknya.

    Tapi ....

    "Youngjae-ya ... Wae?"

    "Itu, biar aku saja yang memeriksanya," usul Youngjae, lalu beranjak dari tempat duduknya.

    "Euhh? Baiklah. Kalau begitu aku akan ke ruanganku sebentar." Bu Kim memalingkan tubuhnya lalu menjauhi pintu untuk menuju ruangannya.

    "Ne," sahut Youngjae. Kaki Youngjae masih terpaku di tempatnya kini. Padahal hanya lima langkah untuk bisa membuka pintu tersebut.





.

.

.

Follow me: FeiZhan

Notes:

    Masih ingat lukisan yang aku bicarain kemarin itu? 

    Nah, jadi gini. Alhamdulillah lukisan yang aku bikin itu masuk list pemenang ^_^ Nggak nyangka banget bisa masuk situ. Ya, meskipun cuman di urutan ketiga. Tapi, bisa bahagia banget karena ngebanggain orang tua. 

    Kamu juga jangan sia-sia bakat yang ada di diri kamu. Bisa juga ada lho bakat kamu yang lainnya tapi masih kependam sama kamu karena nggak pede lah, malu lah. Jangan dulu mikir gitu, coba aja tunjukin kalau kamu itu bisa. Faighting!! ^_^

    Neomo-neomo gamsahaeyo untuk 500+ vote dari kamu. Bantu sampai 1 k vote juga, ya yeorabun!!

Part Time Cafe'Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon