Seusai Dokter tadi keluar, cowok itu berniat masuk ke dalam. Tapi urung saat pergelangan tangannya dicekal seseorang dari belakang.

“Kenapa, Om?” tanyanya dengan kening berkerut.

Lembayung yang masih mengenakan sarung menyuruh Senja masuk ke dalam lebih dulu. Dia baru saja balik dari musala rumah sakit setelah sholat tahajud sambil menunggu waktu subuh bersama istri tercinta.

“Eh, sekalian ambilin sarung satu lagi.”

Senja yang masih menenteng mukena dan sajadah menoleh ke belakang. “Emang kamu bawa berapa?”

Lembayung menjawab santai. “Tiga.”

“Banyak banget buat apaan?!”

“Ya buat jaga-jaga, dong.”

“Nggak sekalian aja satu lemari gotong ke sini,” celetuk Senja sambil berlalu masuk ke dalam.

Rayden nyaris mengekori Senja kalau saja Lembayung tidak menahannya lagi. Membuatnya hampir emosi.

“Kenapa sih, Om?!”

“Mending sholat dulu deh, ya. Biar lebih adem kan— itu tangannya kenapa?!” Lembayung refleks memekik.

Seperti yang sudah ia lakukan sebelumnya, Rayden hanya mengelapkannya asal pada jaketnya, lantas bertanya dengan suara lirih sekaligus serak. “Pelangi kenapa?”

“Tangannya obatin dulu, itu darahnya masih ngucur—,”

“Pelangi kenapa?” Tatapan cowok itu jelas berkaca-kaca.

“Obatin dul—,”

“PELANGI KENAPA??!”

Lembayung sempat tercengang selama beberapa saat. “Nggak ada orang yang bisa diajak ngobrol kalau emosinya kayak gini. Obatin dulu, terus sholat.” Ia menepuk-nepuk bahu Rayden. “Habis itu baru ngobrol.”

Senja yang baru muncul melongo heran. Ia menyodorkan sarungnya ke hadapan Rayden, lanjut memekik heboh. “Ya ampun itu darahnya banyak banget! Kenapa masih didiemin aja?!”

Lembayung mengambil sarung dari tangan Senja, beralih menyampirkannya ke pundak Rayden. “Udah sana. Apa mau dianter aja?”

“Nggak.”

Detik berikutnya, Rayden segera beranjak. Mungkin benar, dia terlalu lelah, pikirannya terlalu kacau. Dan jelas dia tidak akan bisa diajak bicara dengan keadaan seperti sekarang.

***

“Udah?”

Rayden yang sudah duduk di sebelah Lembayung mengangguk seperlunya.

Sementara Senja yang mulanya duduk di samping suaminya kini berpindah di sebelah Rayden. Membuat cowok itu diapit Senja dan Lembayung. “Nih, minum dulu.”

Dia menurut, menenggak air mineral yang diberikan Senja lebih dulu.

“Kenapa tangannya nggak diperban?” Wanita itu bertanya lagi.

“Ribet.”

“Lagian gimana bisa berdarah-darah itu tangannya?” Gantian Lembayung yang bertanya.

“Kena pisau,” jawabnya. “Dia bawa pistol.”

“Tapi udah kelar kan itu urusannya?”

“Udah.”

“Gimana? Lega?”

Cowok itu tertawa remeh. “Harusnya lega.”

Senja beralih mengelus bahu Rayden.

CERAUNOPHILE [Completed]Kde žijí příběhy. Začni objevovat