44. Demam yang Meresahkan

Start from the beginning
                                    

♫~♥~♫

Setibanya di rumah, Zilva langsung membersihkan diri dan menjatuhkan diri di ranjang. Matanya terasa berat. Napasnya terasa panas. Tubuhnya terasa seperti dibakar dari dalam.

Matanya mengerjap lemah seraya bergumam, "Paling gak suka kalau demam."

Laila yang baru saja dari toko kelontong, terkejut melihat anak gadisnya terkepar dan bernapas berat. "Vania, kamu kenapa?"

Tangan hangat Laila menyentuh kening Zilva dan spontan matanya melebar karena terkejut. "Makan dulu terus minum obat, Vania."

"Kak Levi mana, Ma?" tanya Zilva dengan lirih.

"Dia masih kerja. Tadi pagi sebelum berangkat dia bilang katanya gak pulang malam ini."

Zilva menghela napas berat. Ia meraba-raba kasur untuk mencari ponsel yang entah tergeletak di mana. Ketemu, di bawah guling. Menyentuh layar dengan mata sedikit terpejam kemudian menempelkannya di telinga.

"Kenapa, Zilva?"

"Kapan pulang?" tanyanya lemah. "Aku mau ngobrolin ... sesuatu."

Laila yang melihat keadaan anaknya yang tragis dengan segera pergi ke dapur untuk mengambil seember berisi air dan handuk kecil yang akan ia gunakan untuk mengompres.

"Astaga, ini ear pod-ku yang rusak atau memang suaramu yang pelan, Zilva?"

"KAPAN PULA―uhuk uhuk." Ia terbatuk karena memaksa tenaganya.

"Kamu sakit?"

"Hmm," jawabnya dengan dehaman berat.

"Kupanggil ambulans sekarang ke rumahmu!"

"Oi apaan sih Kak Levi, aku cuma demam bukan korban kecelakaan. Jadi gak perlu kirim mobil yang bunyinya kenceng banget itu."

"Yakin cuma demam? Gak ada infeksi apa pun?"

"Kak Levi banyak tanya deh. Kepalaku pusing jadi tambah pusing. Jadi, kapan pulang? Tapi jangan maksa kesini kalau kerjaan Kak Levi belum selesai, apalagi pakai alasan aku sakit. Dengar, aku cuma demam dan ada Mama sama Kak Christ juga yang jaga."

Levi hening sesaat. "Kuusahakan besok siang pulang."

"Aku tunggu tapi jangan lama-lama, oke?"

"Ya."

Zilva mematikan panggilannya dan menggeser kepalanya karena merasa sedikit tak nyaman dengan posisi bantal.

Laila kembali dengan seember air hangat dan juga handuk kecil. Ibu dua anak itu dengan sabar merawat anak gadisnya.

♫~♥~♫

Christ yang baru saja tiba dari tempat kerja terheran melihat adik perempuannya sedang menangis dengan menatap ponsel. Ia mendekat dan mengintip apa yang dilihat oleh adiknya itu.

"Alay banget, gitu aja nangis!" seru Christ seraya berjalan keluar dari kamar Zilva.

"Kasihan tau'! Mas Ganteng-nya mati bunuh diri karena dipengaruhi sama si kampret ini! Kasihan banget, udah figuran, mainnya bentar doang, mati tragis pula. Mulai hari ini aku jadi fans-mu, Mas Ganteng!" teriaknya semangat.

"Perasaan tadi mama bilang kalau kamu sakit sampai gak berdaya, tapi aku lihat kamu gak kenapa-kenapa tuh?" tanya Christ heran. "Wah, tega banget kamu bohongin mama, Vania!"

Zilva menoleh tak percaya. "Aku beneran sakit. Sekarang udah sembuh. Demam doang mah kecil."

Laki-laki itu masuk ke kamar dan mendekati Zilva lagi. Menaruh sekantong plastik di atas kasur tanpa sepatah kata kemudian pergi ke kamar mandi.

Boyfriend In My DreamWhere stories live. Discover now