Chapter 3 : Priority

Mulai dari awal
                                    

Pergerakan Gabrielle mencari pakaiannya berhenti sesaat. "Aku benci seseorang yang mengotori pikiranmu, Lily," ucap Gabrielle memakai celananya.

Letizia menghela napas kasar. Selalu seperti ini, Gabrielle menganggapnya sebagai putri kecil berumur balita. "Aku bukan anak kecil! Aku sudah dewasa!"

Terdengar helaan napas yang seperti tertawa singkat dari Gabrielle, mengejek. "Dewasa?" ulangnya mengangkat sebelah alis, meremehkan. Ia melirik Letizia dari atas sampai bawah. "Dada rata, bokong tidak punya, dan berciuman seperti anak TK."

Letizia mengembungkan pipi. "Aku tidak sekurus itu!" bantahnya kesal.

Lagi-lagi Gabrielle terkekeh pelan, mengejek. Pria itu merapikan kerahnya sebelum membalikkan tubuh, menatap Letizia. "Buka bajumu," tantang Gabrielle menaikkan sebelah alis meremehkan. Melihat Letizia terdiam dengan napas memburu, Gabrielle kembali berbalik ke arah cermin dengan tatapan tajamnya. "Cepat bersiap atau kau kutinggal."

***

La Elemento d'Edificio | Turin, Italy
11.30 AM.

"Luar biasa! Itu safety system terbaik yang pernah ada!" puji seorang pria tua pada Gabrielle disertai salaman selamat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Luar biasa! Itu safety system terbaik yang pernah ada!" puji seorang pria tua pada Gabrielle disertai salaman selamat.

Ya, malam ini adalah peluncuran safety system milik Gabrielle yang berinovasi dari safety system milik ayahnya, Luke Danzi Stone. Peluncuran itu menyebabkan sepupu-sepupunya diundang ke Italia dan mengajak Gabrielle balapan liar tadi malam sebagai perayaan.

Letizia ikut tersenyum bangga pada Gabrielle yang begitu sukses di dunia bisnis. Pria itu penggila kerja seperti ayahnya, hingga pencapaiannya terus meningkat. Entah sebagai pewaris tunggal perusahaan atau pewaris tunggal bisnis gelap. La Elemento -perusahaan terbesar di Italia- dan La Righello -kelompok mafia terbesar di dunia- memang telah jatuh sepenuhnya ke tangan Gabrielle, namun hal itu belum membuat pria itu puas. Gabrielle terus mengembangkan apa yang sudah besar dan begitu ambisius sehingga kekayaannya tidak terhitung jumlahnya. Meski Gabrielle tidak membangun istana seperti ayahnya, Gabrielle tengah membangun sebuah kompleks untuk menandingi Stone Residence City -kota independen milik sepupunya yang telah berdiri jauh sebelum mereka semua lahir- yang ada di New York.

Letizia mengedarkan pandangan, mendapati kekasih Gabrielle berlari kecil ke arah pria itu sebelum mereka berciuman. Letizia memutar mata kesal. Ya, Letizia tidak menyukainya, ia merasakan ada yang tidak beres dengan perempuan itu. Bagaimana tidak? Wanita itu selalu meminta uang pada Daddy-nya! Hanya Letizia yang boleh menghabiskan uang Daddy-nya, huh!

"Maaf, aku terlambat," pinta wanita itu dengan tatapan memohon. Gabrielle hanya mengangguk sebagai respons. Ia pun menoleh pada Letizia, membuat Letizia terpaksa senyum. "Hai! Lama tidak berjumpa!"

"Senang bertemu denganmu, Vanessa." Letizia terpaksa menerima pelukan wanita itu.

Vanessa terlihat berbincang lama dengan Gabrielle. Letizia berusaha sesekali menimpali, tapi sama sekali tidak dianggap oleh kedua insan itu. Ah, apa memang semua sepasang kekasih akan seperti itu? Mengabaikan semesta jika keduanya bertemu? Letizia mendengus sebal, sehingga ia memilih menjauh dari mereka. Kesal rasanya diabaikan. Namun beberapa detik selanjutnya, senyum Letizia mengembang begitu sepupu-sepupu Gabrielle menghampirinya.

Gabrielle's [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang