After : Empat Puluh Lima

762 71 15
                                    

Di sebuah kamar dengan keadaan pintu balkon yang terbuka ada seorang gadis yang sedang menangis dengan piluhnya. Hujan turun seakan tau jika hatinya sedang terluka.

Keira terduduk lemas di sudut kamarnya. Dengan wajah yang di sembunyikan di antara lututnya membuat dirinya telihat lebih mengenaskan.

Hiks...

Sejak pulang sekolah Keira mengurung dirinya di kamar dan hanya membuka pintu balkonnya saja untuk menjadi satu-satunya sumber cahaya.

Hingga malam tiba dan hujan datang seakan menjadi sebuah iringan tangisnya.

Hatinya sakit. Cinta selama lima tahun yang berusaha ia sembunyikan akhirnya terbongkar. Rasa ketertarikan pada sahabat membuatnya hancur saat mengetahui jika Raka telah memilih Abila sebagai pendamping hidupnya, bukan dirinya.

Mengapa harus Abila yang Raka pilih? Mengapa bukan dirinya? Mengapa?

Hiks... Hiks..

Rintihannya terus mengudara. Matanya tidak henti mengeluarkan air mata dan bibirnya pun tidak berhenti bergetar. Rasanya dunianya telah hancur hanya karena satu pernyataan jika Raka tidak sendiri lagi.

Ketukan pintu kamarnya tidak kunjung membuat tangisnya berhenti. Ia masih saja menangisi kebodohannya karena cinta.

"Seharusnya gue yang jadi pacar, Raka..." ucapnya di sela-sela tangis.

"Kenapa Abila? Kenapa bukan gue? Kenapa harus Abila! Hiks!"

Dunia jahat padanya, mengapa tidak membiarkan dirinya yang bersama Raka! Mengapa?!

"Kei... Buka, Kei!"

Suara berat itu. Keira tau suata siapa itu, itu, suara Raka.

Keira beranjak dari duduknya, langsung berlari membuka pintu dan tangisnya kembali pecah saat itu juga. Di depan kamarnya, ada Raka, Dava dan juga Abila.

Abila inisiatif mendekat pada Keira, ingin memeluk tapi Keira malah menampar pipinya dengan keras. Abila tertegun merasakan nyeri di pipi kirinya.

"Kei!" teriak Dava kaget.

Sedangkan Raka mengajak Abila mundur, membawanya berlindung pada pungung kekarnya.

Dava dan Raka maju. Masing-masing dari mereka memegang pundak Keira yang bergetar. Raka membawa Keira dalam pelukannya. Mengusap rambut hitam Keira dan Dava hanya mengelus punggung temannya.

"Kei... Lo ga boleh gini. Keira yang gue kenal ga begini, lho..." ucapnya di sela-sela pelukan.

Keira tidak menjawab, ia malah semakin menguatkan pelukannya pada tubuh Raka masih dengan sesekan napas. Raka melepas pelukan mereka, ia tidak enak pada Abila yang menyaksikan ini.

Rak menangkup kedua pipi Keira, menyuruhnya menatap matanya tanpa berucap apapun.

"Kei. Gue tau apa yang lo rasa, gue paham. Tapi cinta ga bisa di paksa Kei. Gue ga suka sama lo sebagai lawan jenis, tapi gue sayang lo sebagai teman gue. Udah, ya, jangan nangis lagi,"

"Raka benar, Kei. Kita jangan melibatkan perasaan dalam pertemanan. Ikhlas, gue yakin lo bisa lakuin itu. Ingat, Abila teman kita, lo ga boleh jahat sama dia." sambung Dava yang ada di sebelah Keira.

Keira diam. Pandangnya kosong menatap lantai. Sentuhan di pundaknya membuat Keira menonggak menatap Raka.

"Minta maaf sama Bila, lo udah nampar dia tadi..."

"Hah?! Nampar?" tanyanya bingung.

Dengan senyum Raka mengangguk.

Dengan mata yang masih memerah dan bibir yang seakan sulit berucap. Keira menatap Abila yang terdiam di sisi pintu dengan senyum andalannya. Keira maju mendekat pada gadis berkaus cokelat itu. Menyentuh tangannya lalu membawanya dalam genggaman.

After that [Selesai]Where stories live. Discover now