After : Dua Puluh Dua

728 68 4
                                    

Abila sedang duduk di ruang TV seorang diri. Bundanya tidak ada di rumah pergi bersama dengan Widya dan juga Dodi.

Gadis itu memilih menonton drama korea melalui televisi agar lebih enak dan terasa nyata. Di depannya ada sekotak kaleng biskuit kesukaannya dengan es teh dingin yang ia jadikan teman makan.

Drama yang ia tonton adalah drama yang beberapa minggu lalu sudah selesai. Dirinya telat menonton karena terlalu sibuk dengan tugas sekolah dan kantor.

Drama bertema mafia yang berusaha melindungi emas batangan yang tersimpan di lantai kuil itu adalah drama favoritnya kali ini. Dengan adanya tokoh sang wanita yang menjadi seorang pengacara membuat drama ini semakin nyaman untuk di tonton.

Dari banyaknya drama, ini adalah drama kedua yang Abila suka dan bahkan Abila bisa prediksi ia akan susah move-on setelah drama ini selesai di tonton.

Drama pertama yang menjadi awal mula Abila menyukai korea adalah drama dengan enam belas episode. Tokoh utama prianya seorang kapten dan tokoh wanitanya seorang dokter yang mempunyai pemikiran matrealistis.

Mata Abila berkaca-kaca melihat adegan di televisi besar di hadapannya. Ia terhenyut dalam drama sampai tidak sadar air matanya sudah jatuh.

"Kasian..." ucap Abila tanpa sadar. Ia mengusap pipinya yang basah lalu tertawa sendiri.

"Dih, Bila nangis."

Episode terakhir benar-benar membuqt perasaan Abila campur aduk. Sedih, senang, puas dan tertawa secara bersamaan.

"Dih, cewek! Nonton film aja nangis! Cengeng lo!" ledek Lintang yang baru saja datang.

Abila terkekeh. Ia mematikan televisinya karena jika menonton dalam keadaan ramai tidak akan fokus.

Lintang duduk di samping Abila, menyambar es milik sepupunya.

"Nonton apaan, lo? Ampe nangis gitu?" tanya Lintang penasaran.

Abila ikut duduk setelah menyimpan remot televisinya di tempat semula.

"Bila kasih tau juga ga berguna. Lintang cuma basa-basi!"

Lintang tertawa. Ia memang hanya basa-basi. Lintang anti dengan drama berbau korea dan segala yang berbau korea. Tapi Lintang tidak rasis. Lintang tidak menyukainya dan Lintang diam. Lintang tidak menjelekkan atau melakukan hal negatif lainnya.

"Ngapain?" Abila bertanya dengan Lintang. Apa maksud dan tujuan sepupunya itu datang ke rumahnya.

"Bosen di rumah. Ririn pergi sama Kakaknya. Mami lagi keluar ga tau kemana. Yaudah gue ke sini aja, sekalian numpang makan.

Abila terkekeh saja. Lintang memang seperti itu, bukan?

"Kaya orang susah aja. Papinya kaya raya juga." cibir Abila berjalan ke arah dapur meninggalkan Lintang.

Lintang berdecih. Sepupunya semakin lama semakin menyebalkan. Abila tidak lagi seperti Abila yang dulu. Abila sekarang lebih pintar, cerdik dan jika masalah uang Abila akan sangat royal dan perhitungan di waktu yang bersamaan.

Semua ini terjadi sejak Abila kembali menginjakkan kakinya di Indonesia.

Lintang menoleh ke dapur, Abila terlihat sibuk di depan kulkas entah apa yang gadis itu lakukan. Mungkin membuatkan minuman untuknya.

Mata Lintang tidak sengaja melihat ponsel Abila yang menyala. Ada sebuah pesan masuk dari nomor yang tidak di beri nama.

Lintang mengambilnya lalu membuka ponsel tanpa sandi itu. Di buka aplikasi berwarna hijau dengan lambang bulat.

After that [Selesai]Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ