After : Empat Puluh

718 73 10
                                    

Jam istirahat sudah berbunyi. Abila saat ini sendirian di dalam kelas. Tiga temannya sedang ada tugas masing-masing sehingga meninggalkan Abila sendirian.

Ia memilih memainkan ponselnya. Menonton drakor yang sedang tayang. Dengan tema dewa kehancuran.

Kadang Abila membayangkan. Bagaimana rasanya ada di posisi pemeran utama wanita yang sedang sakit dengan sisa waktu yang dibilang singkat?

Apa hidupnya tersiksa? Sudah jelas. Tapi, di sisi wanita itu ada seorang dewa kehancuran yang menyayanginya dengan tulus.

Jika dirinya bisa memilih, Abila ingin di dampingi oleh dewa kehancuran dan ia akan meminta dewa itu untuk menghancurkan dunia ini agar seluruh isinya hancur.

Dan beberapa tahun kemudian kehidupan baru akan muncul dengan rasa dan aroma yang berbeda.

Pasti itu sangat menyenangkan.

Bayangan tentang dunia hilang berganti dengan keterkejut karena ada seseorang yang melemparinya dengan botol air mineral kosong. Ia menonggak dan ternyata sudah banyak murid yang berkumpul.

Abila mematikan drakornya. Memasukan ponselnya kedalam saku seragam lalu memandang sekumpulan siswi di depannya tanpa ucap.

"Oh, jadi ini yang lagi viral! Cantik juga!" ucap seorang siswi dengan pakaian ketatnya.

"Ada apa, ya?" tanya Abila sopan.

"Ga usah pura-pura lugu, lo! Dasar jablay ya jablay aja!" seru yang lainnya menimbulkan tawa.

Abila mengaduh untuk yang kedua kali. Pundaknya di lempar kembali oleh sesuatu dan kali ini kaleng bekas minuman.

"Orang kaya lo itu ga pantes sekolah di Merpati! Sampah!" ucap siswi pertama dengan aura menantang. Ia melirik belakang gadis itu yang ramai dan tidak lama serangan sampah dan tepung serta sambal bekas gorengan mendarat mulus di seluruh tubuhnya.

Abila terduduk lemas. Ia melepaskan telapak tangannya yang ia gunakan untuk menutupi wajahnya. Suara tawa kebahagiaan terdengar.

Orang-orang di depan sana sedikit demi sedikit kelur kelas meninggalkan Abila yang terdiam kaku. Mereka telah puas menyiksanya.

Ia mengusap wajahnya pelan. Seluruh tubuhnya kotor bahkan seragamnya pun sudah tidak berbentuk lagi. Abila menarik napas, menyingkirkan plastik sampah, kertas dan tisu yang menempel pada tangan dan rambutnya.

Hatinya menangis. Baru kali ini ia merasakan apa itu bully. Selama hidupnya, ini adalah hari tersuramnya. Hari sial yang tidak akan pernah Abila lupakan sekalipun ia hilang ingatan.

"Ya Tuhan!" teriak seseorang. Orang itu berlari menghampiri Abila, membantu membersihkan pakaian Abila tanpa takut dirinya kotor.

"Bil, lo ga papa, kan?!" paniknya.

Abila familiar dengan suara ini. Ini suara Raka. Saat menonggak, benar saja, di depannya ada Raka.

"Kenapa bisa kaya gini?!" tanyanya sambil membantu Abila berdiri.

"Ga tau. Bila lagi duduk aja, tau-tau di serang." jelasnya lemah.

Raka memeluk tubuh kotor Abila. Abila sempat menolak namun Raka menahannya.

"Nanti baju Raka kotor..."

"Ga, ga papa. Ga papa, kotor."

"Ayo, kita bersihin badan lo dulu." Raka menuntun Abila keluar. Di depan mereka bertemu dengan Mita yang nampak shok juga.

"Astaga, Bila. Lo kenapa?!"

Abila tersenyum, "Ga papa."

"Gue minta tolong dong, Mit. Tolong bawain tas gue sama Bila ke toilet, ya!" minta tolong Raka pada Mita. Mita mengangguk dan langsung berlari masuk ke dalam kelas.

After that [Selesai]Where stories live. Discover now